Ekonomi

Tiongkok perluas pembatasan ekspor logam tanah jarang (LTJ)

Tiongkok kini membatasi teknologi, di samping bahan mentah, untuk mengontrol rantai pasok global.

Ekskavator di tambang LTJ di Yunnan, Tiongkok, 18 Maret 2008. Tiongkok mendominasi pemrosesan LTJ dan produksi magnet. [dycj/Imaginechina via AFP]
Ekskavator di tambang LTJ di Yunnan, Tiongkok, 18 Maret 2008. Tiongkok mendominasi pemrosesan LTJ dan produksi magnet. [dycj/Imaginechina via AFP]

Oleh Wu Qiaoxi dan AFP |

Tiongkok telah mengumumkan pembatasan ekspor baru atas logam tanah jarang, memperluas persyaratan lisensi ke teknologi terkait dan perusahaan di luar Tiongkok untuk “menjaga keamanan dan kepentingan nasional.”

Tindakan yang diambil pada 9 Oktober ini melarang ekspor teknologi terkait penambangan, pengolahan, dan pembuatan magnet LTJ tanpa izin. Aturan ini juga berlaku untuk teknologi yang digunakan dalam “perakitan, penyesuaian, pemeliharaan, perbaikan, dan peningkatan jalur produksi,” kata Kementerian Perdagangan. Pembatasan ini berlaku segera dan memperluas persyaratan lisensi magnet LTJ yang berlaku bulan April.

Mengontrol teknologi

Tiongkok adalah produsen utama mineral penting untuk membuat magnet yang diperlukan industri otomotif, elektronik, dan pertahanan. Sejak April, untuk beberapa material LTJ tertentu, Beijing mewajibkan lisensi ekspor, yang mengganggu rantai pasok manufaktur global.

Langkah terbaru ini merupakan “peningkatan besar” terhadap pembatasan ekspor logam tanah jarang Beijing, memperluas jangkauannya dari bahan mentah hingga teknologi dan kekayaan intelektual.

Pengunjung di stan magnet permanen LTJ dan logam tak larut di Pameran Industri Material Canggih Tiongkok ke-9 2024 di Qingdao, Tiongkok, pada 12 Oktober lalu. [Costfoto/NurPhoto via AFP]
Pengunjung di stan magnet permanen LTJ dan logam tak larut di Pameran Industri Material Canggih Tiongkok ke-9 2024 di Qingdao, Tiongkok, pada 12 Oktober lalu. [Costfoto/NurPhoto via AFP]
Infografik menampilkan distribusi global logam tanah jarang, yang penting bagi teknologi seperti magnet dan elektronik. Tiongkok menguasai 37,9% cadangan global, diikuti Vietnam dan Brasil. Data dari USGS, 2020. [Visual Capitalist/ Science Photo Library via AFP]
Infografik menampilkan distribusi global logam tanah jarang, yang penting bagi teknologi seperti magnet dan elektronik. Tiongkok menguasai 37,9% cadangan global, diikuti Vietnam dan Brasil. Data dari USGS, 2020. [Visual Capitalist/ Science Photo Library via AFP]

“Pembatasan ini akan… memperbesar ketergantungan asing pada keahlian Tiongkok,” kata Wang Dan, direktur konsultan risiko Tiongkok di Eurasia Group, seperti dikutip South China Morning Post.

Selain itu, Kementerian Perdagangan mengatakan entitas asing yang mengekspor material LTJ yang diproduksi di Tiongkok sekarang harus mengajukan izin ekspor barang penggunaan-ganda, berlaku segera. Produk LTJ yang dibuat di luar negeri tetapi mengandung elemen atau teknologi asal Tiongkok akan dikenakan pembatasan mulai 1 Desember.

Pada 9 Oktober, juru bicara Kementerian Perdagangan menanggapi pertanyaan wartawan, “Beberapa waktu terakhir, sejumlah organisasi dan individu di luar negeri telah secara langsung atau tidak langsung mentransfer item LTJ yang dibatasi asal Tiongkok… untuk digunakan di bidang sensitif, seperti militer. Tindakan ini telah menyebabkan kerugian signifikan maupun potensi ancaman terhadap keamanan dan kepentingan nasional Tiongkok…”

Pengawasan resmi semakin ketat

Eksportir harus mendapatkan izin untuk teknologi yang digunakan dalam penambangan dan peleburan LTJ, serta langkah pemrosesan lainnya, kata kementerian itu.

Pejabat akan memeriksa aplikasi terkait penelitian dan pengembangan atau produksi jenis semikonduktor tertentu dan teknologi kecerdasan buatan dengan potensi aplikasi militer per kasus.

Mereka diperkirakan akan menolak semua permohonan ekspor ke pengguna militer di luar negeri.

Belum diketahui cara Beijing menegakkan aturan pembatasan ini pada perusahaan di luar Tiongkok.

Pengumuman baru ini dapat menghambat negara lain yang ingin meningkatkan produksinya atau membentuk kemitraan untuk mengurangi ketergantungan pada rantai pasok Tiongkok.

Tiongkok mengumumkan tindakan ini saat memulai kembali kegiatan bisnis setelah libur nasional seminggu dan hanya beberapa minggu sebelum KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik di Korea Selatan. Para pemimpin Tiongkok dan Amerika Serikat diperkirakan akan bertemu di sela-sela KTT, salah satunya untuk membahas logam tanah jarang.

Paten Tiongkok, ketergantungan asing

Cadangan global logam tanah jarang diperkirakan sekitar 110 juta ton, termasuk 44 juta ton di Tiongkok, kata USGS pada 2024.

Brasil memiliki sekitar 22 juta ton, Vietnam 21 juta, Rusia 10 juta, dan India 7 juta.

Tiongkok telah puluhan tahun berinvestasi besar dalam operasi pengolahan, tanpa pengawasan lingkungan ketat seperti diharuskan di Barat.

Tiongkok telah mendaftarkan banyak paten terkait produksi LTJ, menghambat pesaing asing. Akibatnya, banyak perusahaan masih mengirim bijih mereka ke Tiongkok untuk diolah.

Pembatasan yang diterapkan tahun ini mengganggu industri di seluruh dunia. Sejumlah perusahaan terpaksa menghentikan produksi karena pasokan menipis.

Setelah KTT di Beijing pada bulan Juli, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan para pemimpin sepakat memperbaiki mekanisme ekspor LTJ Tiongkok ke Uni Eropa. Namun, perusahaan Eropa masih menghadapi kesulitan mendapatkan LTJ, kata sebuah lobi bisnis pada September.

Strategi Australia

Untuk melawan dominasi Tiongkok dalam rantai pasok logam tanah jarang, Australia mengumumkan rencana menjual saham di Cadangan Strategis Mineral Kritis baru senilai 1,2 miliar AUD (791,5 juta USD) kepada negara sekutu. Mitra seperti Inggris, AS, dan Prancis diundang untuk ikut berinvestasi demi akses prioritas ke mineral penting bagi energi bersih, elektronik, dan pertahanan, menurut Rare Earth Exchanges.

Cadangan strategis ini menandai langkah besar dalam mengamankan rantai pasokan vital ini.

Tujuannya untuk menstabilkan harga, mendorong pertumbuhan hulu, dan mengubah upaya terfragmentasi menuju keamanan sumber daya yang terkoordinasi.

Australia adalah produsen litium terbesar dunia pada 2024 dan memiliki cadangan kobalt dan nikel terbesar kedua. Negara ini menawarkan alternatif bagi sekutunya di tengah dominasi Tiongkok atas 85% pemrosesan tanah jarang.

Komitmen untuk pendanaan bersama dan jaminan permintaan dapat meminimalkan risiko geopolitik dan pasokan.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *