Oleh Focus |
Penyingkiran pejabat militer senior Tiongkok baru-baru ini, termasuk Laks. Miao Hua, Laksdya Li Hanjun, dan ilmuwan nuklir Liu Shipeng, menandai babak baru dalam aksi bersih-bersih Presiden Xi Jinping terhadap lembaga pertahanan dan keamanan negara tersebut.
Meskipun menurut pernyataan resmi pembersihan ini bagian dari kampanye antikorupsi, skala dan frekuensi tindakan itu menimbulkan pertanyaan mendalam tentang stabilitas kendali Xi atas lembaga militer dan loyalitas Komisi Militer Pusat (KMP), yang mengawasi semua cabang Tentara Pembebasan Rakyat (TPR).
Pola pembersihan
Sejak menjadi ketua KMP tahun 2012, Xi belum bisa sepenuhnya percaya dengan militernya, menyalahkan praktik korupsi dan indisipliner. Puluhan jenderal senior, termasuk dua mantan menteri pertahanan, disingkirkan atau dihukum selama kepemimpinannya.
Miao, dulunya jenderal termuda di militer Tiongkok dan sosok penting pengampu ideologi Partai Komunis di angkatan bersenjata, menjadi korban terbaru.
![Zhang Youxia (baris pertama, tengah), Miao Hua (baris kedua, pertama dari kanan), dan He Weidong (baris kedua, ketiga dari kanan) bersama pejabat KMP Tiongkok berikrar setia pada konstitusi di Beijing pada 11 Maret 2023. [Yue Yuewei/Xinhua via AFP]](/gc9/images/2025/07/15/51169-afp__20230311__xxjpbee007356_20230311_pepfn0a001__v1__highres__twosessionschinabeiji-370_237.webp)
Karier Miao yang melesat di bawah kepemimpinan Xi, disusul dengan kejatuhan dramatisnya, menunjukkan rapuhnya kekuasaan di militer Tiongkok. Pemecatannya dari KMP menandakan adanya masalah mendalam di tingkat pimpinan tertinggi.
Pemerintah menuduh Miao melakukan "pelanggaran disiplin serius", ungkapan yang lazim digunakan untuk korupsi.
Pemecatannya diumumkan akhir Juni, ketika Kongres Rakyat Nasional (KRN) memberhentikannya dari KMP, demikian media negara Xinhua melaporkan.
Laksdya Li diberhentikan sebagai anggota dewan legislatif dalam pengumuman terpisah akhir Juni.
Kesetiaan atau ketakutan?
Xi selalu menekankan pentingnya kesetiaan ideologis kepada pejabat TPR, agar mendukung agenda modernisasi militer dan pengaruh global Partai Komunis. Namun, frekuensi pembersihan ini menunjukkan kecemasan mendalam: loyalitas tentara tidak sekuat yang Xi inginkan.
Pemecatan pejabat tinggi KMP menimbulkan keraguan benarkah pimpinan teras militer Tiongkok selaras sepenuhnya dengan visi Xi.
Mungkin ada faksi militer yang menentang kekuasaan terpusat Xi sebagai ketua KMP. Atau mungkin korupsi sudah merajalela sehingga sekutu Xi pun harus dipecat.
Pembersihan militer terbaru ini mungkin melibatkan suap dan faksi politik, kata Ke Jianwen, cendekiawan National Chengchi University Taiwan, kepada Lianhe Zaobao Singapura pada 27 Juni.
Miao, Li, dan Wakil Ketua KMP He Weidong -- yang sudah tidak terlihat di publik sejak bulan Maret -- bisa saja semuanya terkait dengan klik yang sama, katanya.
Pimpinan yang rapuh
Implikasi pembersihan ini melampaui politik internal. Militer yang pimpinan teratasnya, termasuk anggota KMP, terus-menerus diawasi dan direorganisasi berisiko kehilangan kohesi dan efektivitas operasi. Bagi bangsa yang bercita-cita menjadi adikuasa, ketidakstabilan seperti itu dapat menimbulkan konsekuensi luas.
Selain itu, penyingkiran sosok seperti Liu, wakil kepala insinyur dalam program nuklir Tiongkok, menyoroti potensi kerentanan di sektor-sektor kritis.
Korupsi atau keretakan di tingkat tinggi semacam itu berdampak negatif terhadap integritas kemampuan strategis Tiongkok.
Dilema sang diktator
Konsolidasi kekuasaan Xi yang agresif mungkin memastikan kendali jangka pendek, tetapi hal itu memperlihatkan risiko inheren kekuasaan terpusat. Sistem yang mengandalkan pembersihan guna menjaga ketertiban tidak memiliki stabilitas organik.
Kini para pengamat bertanya-tanya berapa lama Xi bisa mempertahankan pendekatan ini sebelum kelemahan ini jadi masalah.
Dalam op-ed bulan Mei di New York Times, Phillip C. Saunders dan Joel Wuthnow dari National Defense University berpendapat bahwa pembersihan berkelanjutan terhadap pejabat tinggi militer menimbulkan keraguan serius soal keyakinan Xi terhadap para jenderalnya.
Mereka menulis bahwa hal ini menimbulkan keraguan soal kemampuan TPR melaksanakan operasi kompleks, dan bahwa " ini mungkin melemahkan nafsu perangnya", memberi Taiwan dan Amerika Serikat waktu untuk memperkuat pertahanan mereka.
Fokusnya jangan terbatas pada orang yang dipecat tetapi juga pada implikasi yang lebih luas bagi masa depan militer dan politik Tiongkok.
Mungkin Xi sedang mempererat cengkeramannya, tapi mungkin pula sistemnya kehilangan kohesi di bawah kontradiksi.
Jawaban atas pertanyaan ini tidak hanya menentukan arah Tiongkok tetapi juga perannya di panggung dunia.