Oleh Jia Feimao |
Dalam rangka memperkuat pertahanan laut dan menangkal agresi Tiongkok, Taiwan berencana membeli sejumlah besar USV buatan lokal tahun depan, memanfaatkan teknologi yang terinspirasi dari inovasi medan tempur Ukraina dan disesuaikan dengan strategi asimetris Taiwan.
Kapal kecil tak berawak ini dapat dilengkapi bahan peledak dan dikendalikan dari jarak jauh untuk menghantam kapal musuh, serta kemungkinan menyerang sasaran di udara.
Salah satu contohnya adalah Sea Shark 800 dari Thunder Tiger Technology, USV aluminium berkecepatan tinggi yang dirancang untuk beroperasi secara berkelompok.
Dengan kecepatan lebih dari 50 knot dan jangkauan 600 km, Sea Shark mampu membawa muatan seberat 1.200 hingga 1.500 kg dan memiliki sistem kendali yang ramah pengguna untuk kemudahan penggunaan dan pengerahan secara cepat.
Menurut pengembangnya, William Chen, kemampuan tersebut dapat mengubah strategi invasi Tiongkok secara signifikan.
"Kami bisa menciptakan ketidakpastian. Kami bisa memenuhi Selat Taiwan dengan bahaya dan risiko. Tak ada yang tahu di mana ancaman ini bisa muncul," ujar Chen kepada Reuters pada pertengahan Juni.
Setelah keberhasilan Ukraina menggunakan drone laut tak berawak untuk melumpuhkan Armada Laut Hitam Rusia, Taiwan pun berupaya keras untuk mengadopsi teknologi serupa.
“Menghalangi pasukan musuh di laut dan menghindari pertempuran darat adalah taktik pertahanan terbaik Taiwan,” ujar Su Tzu-yun, Direktur Divisi Riset Strategis dan Sumber Daya di Institute for National Defense and Security Research, kepada Focus.
USV bunuh diri, dipadukan dengan sistem roket peluncur ganda seperti Thunderbolt-2000 dan High Mobility Artillery Rocket System (HIMARS), dapat menjadi ancaman serius bagi operasi pendaratan Tiongkok yang tidak bisa diabaikan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), ujarnya.
“Kendaraan tanpa awak, baik berupa kapal laut maupun peralatan bawah laut, efektif untuk mencegah Tiongkok karena posisi Taiwan sebagai pihak bertahan, bukan penyerang,” kata Chen Kuan-ting, legislator dari Democratic Progressive Party (DPP) dan anggota komite luar negeri dan pertahanan Taiwan, kepada Reuters.
Pengujian teknologi
Dalam demonstrasi terbaru di lepas pantai Su’ao, Taiwan timur laut, tiga perusahaan Taiwan memamerkan kemampuan USV mereka pada Juni lalu, termasuk Thunder Tiger, Lungteh Shipbuilding, dan Carbon-Based Technology.
Meski sempat mengalami gangguan kendali akibat permasalahan bandwidth satelit orbit rendah, acara ini tetap menegaskan perkembangan pesat armada tak berawak Taiwan, ungkap Military Media.
Sebagai kontraktor proyek "Swift and Sudden" (Kuaiqi) Kementerian Pertahanan Nasional, Lungteh Shipbuilding memperkenalkan USV Kuroshio -- kapal berkecepatan tinggi, berteknologi siluman dengan jangkauan 250 km.
Dengan anggaran NTD800 juta (sekitar US$27,2 juta), program Kuaiqi ditargetkan rampung uji coba tahun ini dan siap masuk ke tahap produksi massal paling cepat pada tahun 2025.
Sementara itu, Carbon Voyager 1 dari Carbon-Based Technology dibuat dari komposit serat karbon kelas dirgantara, sehingga memiliki lambung yang ringan, kuat, dan tahan lama.
Kapal ini mampu membawa peralatan misi dengan berat lebih dari 100 kg, mencapai kecepatan maksimum 32 knot, serta memiliki jangkauan hingga 120 km.
Untuk mempercepat pengembangan, National Chung-Shan Institute of Science and Technology (NCSIST) Taiwan bekerja sama dengan perusahaan pertahanan Amerika Serikat, Auterion, mengintegrasikan perangkat lunak drone yang telah teruji di medan perang ke dalam desain USV baru.
Menurut Central News Agency Taiwan, institut ini berupaya meningkatkan integrasi kecerdasan buatan guna mendukung navigasi mandiri, pengambilan keputusan yang cerdas, dan kinerja optimal dalam kondisi laut yang kompleks.
Prioritas utama
“Drone menjadi prioritas utama bagi Amerika Serikat dan Taiwan,” ujar Rupert Hammond-Chambers, Presiden Dewan Bisnis AS-Taiwan, yang baru-baru ini memimpin delegasi industri pertahanan AS ke Taiwan.
“Jelas, konflik di Ukraina membuat banyak pihak berpikir serius tentang seperti apa wajah perang generasi berikutnya,” ujarnya.
Meski jumlah dan kekuatan angkatan laut Taiwan kalah jauh dibandingkan Tiongkok, USV menjadi cara untuk memanfaatkan kondisi geografis dan teknologi untuk menyetarakan kekuatan.
Menurut Peter Chen, Direktur Eksekutif Taiwan Tactical Research and Development Association, Taiwan mampu membuat drone laut kelas dunia.
“Namun, masalah penerapan dan pengembangan menjadi senjata mutakhir bukanlah tugas perusahaan swasta. Pemerintah dan pihak militer perlu memikirkan dengan matang cara mengintegrasikannya ke dalam strategi perang,” katanya.
Selain peran di masa perang, USV juga dapat mendukung kegiatan pengintaian di masa-masa damai, membantu mengatasi keterbatasan radar, kata Su Tzu-yun.
Sebagai bagian dari strategi perang asimetris Taiwan, platform sederhana ini menawarkan cara yang efisien untuk memantau aktivitas maritim dan merespons ancaman di zona abu-abu.
Menanggapi sejumlah kasus warga Tiongkok yang menggunakan perahu karet untuk menghindari deteksi, penjaga pantai Taiwan menyatakan minatnya pada USV guna menutup titik buta radar serta menyediakan data visual waktu-nyata dari permukaan laut.
Meski menghadapi kendala teknis, arah pengembangannya sudah jelas. Sikap pertahanan Taiwan semakin dipengaruhi oleh pelajaran dari perang modern: kecil, cerdas, dan diproduksi di dalam negeri.