Keamanan

Kepala Intelijen Australia Peringatkan Ancaman Asing yang Semakin Meningkat

Dinas intelijen Australia telah berhasil menggagalkan 24 operasi besar spionase dan campur tangan asing sejak tahun 2022, dengan Tiongkok, Rusia, dan Iran menjadi pelaku paling aktif.

USS Minnesota, kapal selam bertenaga nuklir milik Amerika Serikat, berlayar di lepas pantai Australia pada 16 Maret. [Colin Murty/POOL/AFP]
USS Minnesota, kapal selam bertenaga nuklir milik Amerika Serikat, berlayar di lepas pantai Australia pada 16 Maret. [Colin Murty/POOL/AFP]

Oleh Focus dan AFP |

Spionase asing diperkirakan telah merugikan Australia setidaknya 12,5 miliar dolar Australia (setara dengan 8,4 miliar dolar AS) pada tahun anggaran terakhir—angka yang menurut pihak berwenang kemungkinan masih jauh di bawah kerugian sebenarnya terhadap perekonomian dan keamanan nasional.

Perkiraan tersebut berasal dari laporan pertama dari jenisnya yang dirilis bersama oleh Organisasi Intelijen Keamanan Australia (ASIO) dan Institut Kriminologi Australia.

Dalam pidato utama yang disampaikan pada acara tahunan Hawke Lecture pada tanggal 31 Juli, Direktur Jenderal ASIO Mike Burgess mengungkapkan bahwa organisasi tersebut telah menggagalkan 24 operasi spionase dan campur tangan asing yang besar sejak tahun 2022 -- lebih banyak daripada jumlah gabungan delapan tahun sebelumnya.

Dia menunjuk Rusia sebagai ancaman intelijen yang sudah berlangsung lama.

“Rusia tetap menjadi ancaman spionase yang gigih dan agresif,” kata Burgess. Tanpa memberikan detail, Burgess mengatakan bahwa sejumlah mata-mata Rusia telah diusir dari Australia dalam beberapa tahun terakhir.

Burgess juga menyebut Tiongkok dan Iran sebagai negara yang paling aktif mengincar rahasia Australia.

"Para pelaku yang sudah jelas memang sangat aktif — sebelumnya saya telah menyebut Tiongkok, Rusia, dan Iran — namun banyak negara lain juga menargetkan siapa pun dan apa pun yang bisa memberi mereka keuntungan strategis atau taktis, termasuk informasi sensitif meskipun tidak tergolong rahasia," ujarnya, seperti dikutip oleh The Conversation.

Perkiraan kerugian dalam laporan tersebut mencakup dampak dari serangan siber, pencurian kekayaan intelektual, ancaman dari orang dalam, serta biaya pertahanan di berbagai sektor.

Namun demikian, Burgess mengatakan angka itu masih belum mencerminkan kerugian sebenarnya.

"Potensi hilangnya keunggulan strategis, kemandirian dalam pengambilan keputusan, dan kapasitas tempur memiliki nilai yang sangat besar — tetapi tidak bisa diukur dalam nilai dolar," jelasnya.

Perubahan Taktik

Kemitraan AUKUS Australia - yang akan membuat negara ini memperoleh kapal selam bertenaga nuklir dari Amerika Serikat dan Inggris - telah menjadi target utama intelijen asing, menurut Burgess.

“Badan intelijen asing [tengah] menaruh minat yang sangat tidak sehat terhadap AUKUS dan kemampuan yang terkait dengannya,” kata Burgess, seraya menambahkan bahwa "kami tidak hanya mempertahankan kemampuan kedaulatan kami. Kami juga mempertahankan kemampuan penting yang dimiliki oleh dan bersama mitra kami."

Dia menambahkan bahwa musuh mengejar program militer rahasia dan teknologi penggunaan ganda.

“Targetnya meliputi kemampuan militer yang terkait dengan maritim dan penerbangan, tetapi juga inovasi dengan aplikasi komersial dan militer.”

ASIO telah mengamati badan asing melakukan tindakan ekstrem, termasuk membuntuti personel pertahanan Australia di luar negeri dan menanamkan alat pengintai dalam bingkisan.

“Dalam beberapa tahun terakhir, misalnya, petugas pertahanan yang bepergian ke luar negeri menjadi sasaran penggeledahan kamar secara diam-diam, didekati di konferensi oleh mata-mata yang menyamar, dan diberi hadiah yang berisi alat pengintai,” kata Burgess.

Agen-agen asing juga menggunakan misi perdagangan dan kunjungan penelitian sebagai kedok untuk melakukan pencurian.

Burgess menceritakan bagaimana anggota dari sebuah delegasi luar negeri mematahkan cabang tanaman dari fasilitas penelitian hortikultura yang terbatas aksesnya.

“Hampir bisa dipastikan bahwa bahan tanaman yang dicuri itu memungkinkan para ilmuwan di negara tersebut membalikkan proses penelitian dan mereplikasi dua dekade hasil riset dan pengembangan Australia,” kata Burgess.

Taktik lainnya, menurut laporan ASIO-AIC, termasuk membeli lahan di dekat lokasi militer yang sensitif dan menyusup ke dalam program riset bersama. Laporan tersebut juga memperingatkan bahwa pihak-pihak asing semakin sering menyalahgunakan jalur investasi dan kerja sama yang sah untuk mendapatkan akses terhadap data rahasia atau informasi bisnis yang sensitif.

Rasa puas diri

Meski ancaman semakin meningkat, Burgess menyampaikan rasa frustrasinya terhadap sikap lengah di dalam negeri. Ia menekankan bahwa "sudah tidak terhitung jumlah pejabat tinggi dan eksekutif yang secara pribadi meremehkan dampak dari kegiatan mata-mata."

Ia mencontohkan salah satu kasus di mana "seorang pejabat perdagangan mengatakan kepada ASIO bahwa tidak mungkin dinas intelijen Tiongkok tertarik pada orang-orang maupun fasilitas organisasinya di Tiongkok."

Burgess juga mengkritik para pegawai negeri yang mengungkapkan informasi sensitif di internet. Ia menyoroti hampir 2.500 orang yang secara terbuka mengaku memiliki izin akses keamanan, serta 1.300 orang yang mengklaim bekerja di sektor keamanan nasional.

"Meskipun jumlahnya telah menurun sejak saya pertama kali menyuarakan kekhawatiran dua tahun lalu, angka ini tetap membuat saya geleng-geleng kepala… Bukankah seharusnya orang-orang seperti mereka, lebih dari siapa pun, memahami ancaman dan menyadari risikonya?"

Walau sebagian besar warga Australia menolak pendekatan dari pihak asing, Burgess memperingatkan bahwa ada beberapa yang justru tergoda.

"Sayangnya, ada juga yang terjebak dan akhirnya dimanfaatkan — entah secara sembrono atau dengan sadar — untuk mengumpulkan informasi bagi negara asing," ujarnya.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *