Oleh Chia Feimao |
Taiwan berada di garis depan pertarungan melawan otoritarianisme, kata Boris Johnson, mantan perdana menteri Inggris, ketika berkunjung ke Taiwan pada awal Agustus.
Dunia Barat, termasuk Inggris, Amerika Serikat, dan Eropa, semestinya punya keberanian untuk mempererat hubungan dengan Taiwan dan tidak boleh mengelak atau mengalah kepada Beijing saat Tiongkok meningkatkan tekanannya terhadap Taiwan, katanya.
Johnson menjadi salah satu dari dua pembicara utama di Ketagalan Forum: Dialog Keamanan Indo-Pasifik 2025.
Pada 2021, pemerintah Inggris yang dipimpin Johnson menjadi tuan rumah KTT G7 pertama yang menyebutkan "pentingnya perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan" dalam komunikenya.
![Presiden Taiwan Lai Ching-te menyambut Boris Johnson, mantan PM Inggris, di Taipei pada 5 Agustus. Sambil menyerahkan memoarnya yang ditandatangani, Johnson mengatakan dunia menghadapi momen ketidakpastian, dengan Taiwan di garis depan antara demokrasi dan kediktatoran. [Kantor Kepresidenan Taiwan]](/gc9/images/2025/08/19/51595-johnah-370_237.webp)
Tiongkok mengirim kapal dan pesawat tempur ke laut dan udara Taiwan setiap hari, kata Johnson. Hal ini mengisyaratkan niatnya untuk melakukan penyatuan kembali secara paksa pada 2027 dan menghancurkan demokrasi.
Penggunaan kekuatan oleh Tiongkok akan memicu bencana global dan merupakan tindakan "gila", kata Johnson. Mengambil perang Rusia-Ukraina sebagai contoh, dia mendesak Beijing untuk tidak meremehkan tekad rakyat Taiwan maupun dukungan Barat.
Menekankan bahwa kebebasan dan supremasi hukum merupakan kunci inovasi teknologi, Johnson memuji Taiwan atas posisinya yang terdepan dalam semikonduktor dan kecerdasan buatan.
"Seiring meningkatnya tekanan Tiongkok terhadap Taiwan, saya harap kita semua, Dunia Barat ... punya keberanian untuk tidak mengelak, tidak mengikuti keinginan kita untuk tunduk kepada Beijing, tetapi berdiri tegak bersama Taiwan dan mempererat kemitraan ekonomi kita," ujarnya.
Pada bulan Juni, kapal patroli AL Inggris HMS Spey melintasi Selat Taiwan. Itu pelayaran pertama AL Inggris sejak 2021.
Menanggapi kritik dari Tiongkok, Kantor Inggris di Taipei mengatakan bahwa kapal AL Inggris berhak berlayar di kawasan itu berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB.
Kapal perang Amerika Serikat, Jepang, Jerman, dan Kanada juga berlayar melintasi Selat Taiwan.
Inggris siap bertempur
Dalam wawancara saat latihan militer multinasional di Australia pada akhir Juli, Menhan Inggris John Healey mengatakan bahwa Inggris siap bertempur di Pasifik jika perang pecah di Taiwan.
"Jika kami harus bertempur, sebagaimana sebelumnya, Australia dan Inggris akan bahu-membahu. Kami berlatih bersama dan, dengan latihan bersama dan menjadi siap tempur, kami meningkatkan daya tangkal."
Menurut London Telegraph saat itu, perkataannya "salah satu yang paling keras dari pejabat Inggris tentang kemungkinan keterlibatan [Inggris] dalam perang di masa depan di kawasan itu."
Johnson berkata bahwa dia tidak menganggap pernyataan Healey itu dimaksudkan untuk keadaan tertentu. Namun, jika AS memutuskan untuk bertindak, dia kemungkinan akan meminta bantuan dari mitra dekat seperti Inggris dan Australia, katanya.
Ditambahkannya bahwa jangan semua tanggung jawab keamanan dibebankan kepada AS. Dia juga berkata NATO dan negara-negara Uni Eropa meningkatkan anggaran pertahanan mereka dan dia senang melihat Taiwan melakukan hal serupa.
Presiden Taiwan Lai Ching-te mengumumkan di Ketagalan Forum bahwa anggaran pertahanan nasional akan melampaui 3% PDB tahun depan.
Taiwan berdiri di garis depan melawan ancaman otoriter dan memainkan peran penting dalam pertahanan demokrasi dunia, kata Lai.
"Sebagai anggota komunitas internasional yang bertanggung jawab, Taiwan berdiri bersama semua negara demokrasi dunia untuk menghadapi tantangan, menegakkan ketertiban dunia berbasis aturan, membela perdamaian dengan kekuatan, dan melindungi cara hidup bebas dan demokratis yang kita peroleh dengan susah payah," ucapnya.
Pembicara lain mendukung Taiwan
Ketagalan Forum adalah forum keamanan tahunan Taiwan. Pejabat tinggi, cendekiawan, dan analis dari 10 negara, termasuk Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Eropa dan Indo-Pasifik, berbicara di forum tahun ini.
Francois de Rugy, mantan ketua Majelis Nasional Prancis, mengatakan bahwa Selat Taiwan adalah jalur penting perdagangan dunia. Komunitas internasional harus melawan upaya Tiongkok yang terus-menerus mengisolasi Taiwan di bidang militer, ekonomi, dan diplomatik, serta mengancam stabilitas Indo-Pasifik, tambahnya.
Taiwan adalah "mitra tak tergantikan " dalam membela demokrasi dan kebebasan, dan Prancis dan Uni Eropa harus mendukung keikutsertaan Taiwan dalam forum internasional dan memperkuat kerja sama dengan negara demokrasi di Indo-Pasifik, termasuk mempromosikan "Kebijakan Baru ke Selatan" Taiwan, katanya.
Jason Kenney, mantan menteri pertahanan Kanada, mengatakan bahwa Kanada membuang ilusi lama tentang Beijing dan beralih ke strategi Indo-Pasifik yang lebih proaktif, menekankan perlunya kerja sama yang mendalam dengan Taiwan dalam pertahanan dan teknologi.
Sebagai produsen utama energi dan mineral penting, Kanada berpotensi menjadi pemasok besar bagi para mitra demokratis di Indo-Pasifik, sehingga mengurangi ketergantungan mereka pada Tiongkok, katanya.
Tomohiko Taniguchi, penasihat khusus Shinzo Abe, mantan perdana menteri Jepang, mengatakan bahwa keamanan Jepang dan Taiwan sangat berkaitan. "Jepang harus berdiri bersama Taiwan," ujarnya.
Aliansi Jepang-AS diperluas hingga mencakup Filipina, Australia, dan India. Namun, kurangnya komunikasi antara militer Jepang dan Taiwan dapat menghalangi koordinasi pada saat krisis, kata Taniguchi. Dia meminta para pemimpin politik kedua negara meningkatkan koordinasi militer, mulai dari interaksi sederhana antara perwira tingkat bawah.
![Boris Johnson, mantan PM Inggris, menyerukan dukungan untuk Taiwan saat berpidato di Ketagalan Forum di Taipei pada 5 Agustus. [Ketagalan Forum]](/gc9/images/2025/08/19/51594-boris_johnson_1-370_237.webp)