Oleh Wu Qiaoxi |
Hubungan ekonomi Tiongkok-Brunei semakin erat, sementara Brunei membuat sejumlah keputusan yang dapat memengaruhi kebebasan diplomatiknya.
Pada awal Agustus, kapal pengeboran laut Tiongkok Hai Yang Shi You 295 tiba di pelabuhan terbesar Brunei, Muara. Ini kunjungan pertama kapal itu ke Brunei, untuk memasang pipa bawah laut di ladang minyak lepas pantai. Ini tanda semakin eratnya kerja sama antara kedua negara.
Bekerja sama dengan Tiongkok
Perkembangan Pelabuhan Muara merupakan bukti semakin eratnya hubungan Tiongkok dan Brunei. Pelabuhan itu, yang dioperasikan bersama oleh BUMN Tiongkok dan pemerintah Brunei, akan dilengkapi dengan terminal kontainer yang mampu menangani kapal berkapasitas 50.000 ton, memperluas dermaga, dan meningkatkan fasilitas yang ada.
Proyek ini menelan investasi total sebesar 2 miliar CNY ($278 juta) dan direncanakan selesai pada akhir 2027, seperti dilaporkan Xinhua pada Agustus. Setelah pekerjaan selesai, kapasitas volume total diperkirakan minimal jadi dua kali lipat.
![Kapal USS Emory S. Land (latar depan) melakukan latihan manuver bersama AL Brunei saat bertolak dari Muara, Brunei, setelah kunjungan 12 Desember lalu. Latihan ini bukti hubungan keamanan Brunei dengan AS. [Mario E. Reyes Villatoro/US Marine Corps/DVIDS]](/gc9/images/2025/09/08/51864-8818778-370_237.webp)
![Pesawat buatan Tiongkok, C909, melakukan pendaratan pertamanya di Brunei setelah penerbangan dari Guangzhou, Tiongkok, pada 31 Desember lalu. [Li Meng /Xinhua via AFP]](/gc9/images/2025/09/08/51865-afp__20250101__xxjpbee007166_20250101_pepfn0a001__v1__highres__bruneibandarseribegaw-370_237.webp)
Perluasan Pelabuhan Muara “akan meningkatkan kapasitas penanganan pelabuhan secara signifikan dan mendukung pembangunan ekonomi Brunei serta kerja sama bilateral dalam BRI [Belt and Road Initiative] dengan lebih baik,” kata Sino-Bruneian Muara Port Co. seperti dikutip Xinhua edisi Agustus.
Belum diketahui besaran utang yang ditanggung Brunei untuk proyek ini.
BRI adalah inisiatif Tiongkok untuk membangun infrastruktur di seluruh dunia yang akan mengalirkan bahan baku dari negara-negara miskin ke Tiongkok. Pengkritik mengecamnya sebagai jebakan utang bagi banyak negara yang tidak sadar, yang mengambil pinjaman dari Tiongkok.
Minyak dan gas bumi semakin menipis
Ekonomi Brunei telah lama bergantung pada minyak dan gas bumi, tetapi cadangan sumber dayanya diperkirakan akan habis dalam 30 tahun ke depan.
Pada 2007, pemerintah meluncurkan rencana pembangunan “Wawasan Brunei 2035”. Rencana ini terinspirasi “Vision 2030” Arab Saudi dan bertujuan mengurangi ketergantungan pada minyak.
Sejak 2018, Wawasan Brunei 2035 terintegrasi dengan BRI.
Proyek andalan meliputi kilang petrokimia dan Jembatan Temburong, yang terpanjang di Asia Tenggara.
Saat kunjungan Sultan Haji Hassanal Bolkiah ke Tiongkok Februari lalu, kedua negara mengeluarkan pernyataan bersama tentang kerja sama eksplorasi minyak dan gas di Laut Tiongkok Selatan.
Tanpa menyebut lokasi, mereka sepakat untuk “berkolaborasi dalam pengembangan sumber daya di wilayah yang disepakati bersama.”
Pernyataan tersebut menggambarkan pendekatan hati-hati Brunei soal Laut Tiongkok Selatan: Brunei menghindari konfrontasi langsung terkait “sembilan garis putus-putus” Tiongkok.
Tiongkok membuat sembilan garis putus-putus di peta untuk mengklaim hampir seluruh Laut Tiongkok Selatan, meskipun negara-negara tetangganya menolak klaim itu.
Ketergantungan ekonomi Brunei yang semakin meningkat terhadap Tiongkok telah melemahkan posisinya di Laut Tiongkok Selatan, kata para analis.
Brunei “berusaha mendapatkan peluang dari Tiongkok dengan terus mengabaikan klaimnya di Laut Tiongkok Selatan,” kata ilmuwan politik Bama Andika Putra dari Universitas Hasanuddin di Makassar, Indonesia, dalam sebuah studi tahun 2024.
Tiongkok memanfaatkan “posisi lemah beberapa negara ASEAN, termasuk Brunei, untuk memperkuat posisinya sendiri dalam isu Laut Tiongkok Selatan,” tulis Lye Liang Fook, peneliti senior di ISEAS–Yusof Ishak Institute Singapura, di situs ThinkChina pada Februari.
Merapat ke AS soal keamanan
Namun demikian, dalam urusan keamanan dan pertahanan, Brunei secara jelas condong ke Amerika Serikat. Sejak hubungan diplomatik terjalin pada 1984, Washington selalu menjadi mitra keamanan utama Brunei. Kedua negara telah lama bekerja sama melalui pertukaran dan latihan gabungan, termasuk Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT), Southeast Asia Cooperation and Training, serta latihan dua tahunan Rim of the Pacific.
Pada akhir 2024, Brunei dan Amerika Serikat melaksanakan latihan CARAT ke-30, yang berlangsung selama delapan hari.
“Membangun hubungan maritim adalah tujuan utama latihan CARAT. Selama seminggu terakhir, AL AS, USMC, dan Angkatan Bersenjata Brunei Darussalam berlatih bersama untuk memperkuat kemampuan kerja sama keamanan maritim guna mendukung perdamaian dan stabilitas,” kata Laksamana Muda Katie Sheldon, Wakil Komandan Armada ke-7 AS, pada saat itu.
Pada Maret 2024, dua pesawat tempur F-35 Lightning II AU AS mendarat di Pangkalan Udara Rimba, Brunei. PACAF AS menggambarkan peristiwa itu “kali pertama pesawat tempur AS mendarat di Brunei” dan contoh “model baru kerja sama internasional.” Newsweek menyebutnya sebagai “tonggak sejarah dalam peningkatan keterlibatan pertahanan AS dengan negara-negara di sepanjang rantai pulau pertama.”
Rantai strategis tersebut meliputi Jepang, Taiwan, Filipina -- dan Brunei.
Negara-negara maritim di Asia Tenggara masih menganggap Amerika Serikat, bukan Tiongkok, sebagai mitra keamanan utama mereka, kata Lowy Institute Australia pada Agustus.
Pangkalan militer Inggris di Brunei dalam keadaan terancam
Tidak ada yang abadi dalam hubungan internasional.
Pada awal tahun ini, Tony Blair Institute for Global Change yang berbasis di Inggris mengingatkan nilai strategis Brunei.
Jika Beijing berhasil memperluas pengaruhnya di Brunei, hal itu dapat melemahkan pertahanan rantai pulau pertama, dengan konsekuensi serius bagi Taiwan.
Inggris memiliki garnisun yang dijaga sekitar 900 tentara di Brunei, yang dapat diusir oleh penguasa Brunei di masa depan dan digantikan dengan pasukan Tiongkok.
Saat ini, Brunei mempertahankan otonominya di tengah persaingan Tiongkok dan AS, tapi pengaruh Tiongkok atas Brunei terus meningkat dan Sultan Brunei berusia 79 tahun. Pilihan sulit mungkin akan datang.