Diplomasi

Keanggotaan Indonesia di BRICS guncang keseimbangan ASEAN

Masuknya Indonesia ke BRICS menimbulkan riak di seluruh Asia Tenggara, mengungkap perpecahan yang semakin dalam di ASEAN.

(Kiri ke kanan) Menlu Rusia Sergey Lavrov, Putra Mahkota Abu Dhabi Syekh Khaled bin Mohamed bin Zayed Al Nahyan, Presiden Indonesia Prabowo Subianto, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, PM India Narendra Modi, PM Tiongkok Li Qiang, PM Etiopia Abiy Ahmed, PM Mesir Mostafa Madbouly, dan Menlu Iran Abbas Araghchi berfoto bersama di KTT BRICS di Rio de Janeiro, Brasil, pada 6 Juli. [Pablo Porciuncula/AFP]
(Kiri ke kanan) Menlu Rusia Sergey Lavrov, Putra Mahkota Abu Dhabi Syekh Khaled bin Mohamed bin Zayed Al Nahyan, Presiden Indonesia Prabowo Subianto, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, PM India Narendra Modi, PM Tiongkok Li Qiang, PM Etiopia Abiy Ahmed, PM Mesir Mostafa Madbouly, dan Menlu Iran Abbas Araghchi berfoto bersama di KTT BRICS di Rio de Janeiro, Brasil, pada 6 Juli. [Pablo Porciuncula/AFP]

Oleh Qu Qiaoxi |

Kehadiran Presiden Indonesia Prabowo Subianto di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS di Brasil pada bulan Juli -- pertama kali sebagai anggota penuh -- memicu kecemasan pergeseran politik global di Asia Tenggara.

Pada 7 Januari, Indonesia menjadi negara ASEAN pertama yang bergabung secara resmi dengan BRICS, blok antarpemerintah yang beranggotakan negara-negara Global South.

Keikutsertaan Prabowo di KTT itu mengisyaratkan semakin dekatnya Indonesia dengan BRICS, yang didirikan 2009 oleh Brasil, Rusia, India, dan Tiongkok, disusul Afrika Selatan tahun berikutnya.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, Mesir, Etiopia, Iran, Uni Emirat Arab, dan Indonesia ikut bergabung, sehingga jumlah anggota saat ini menjadi 10.

Presiden Indonesia Prabowo Subianto menghadiri sesi pleno tingkat tinggi KTT BRICS di Rio de Janeiro pada 6 Juli. [Mauro Pimentel/AFP]
Presiden Indonesia Prabowo Subianto menghadiri sesi pleno tingkat tinggi KTT BRICS di Rio de Janeiro pada 6 Juli. [Mauro Pimentel/AFP]

Perekonomian BRICS kini menyumbang lebih dari 40% output global dalam hal paritas daya beli, melampaui porsi G7 yang hampir 30%, menurut IMF.

Indonesia menargetkan pertumbuhan PDB 8% dan berharap memperluas jangkauannya ke pasar Asia, Afrika, dan Amerika Latin melalui BRICS dan mitra Global South. Indonesia juga mencari pembiayaan bunga rendah melalui New Development Bank (NDB) milik BRICS, kata para ahli.

Yohanes Sulaiman, Lektor Kepala di Universitas Jenderal Achmad Yani, mengatakan kepada The Straits Times pada 8 Juli bahwa daya tarik NDB adalah "uang yang tidak berbelit".

Dibandingkan institusi multilateral Barat seperti Bank Dunia dan IMF, NDB memberlakukan persyaratan yang lebih ringan, menawarkan opsi pembiayaan yang lebih lunak untuk proyek seperti IKN, program MBG, dan pembangunan prasarana pesisir, kata Sulaiman.

Persatuan ASEAN menegang

Masuknya Indonesia ke BRICS menimbulkan kecemasan soal potensi dampaknya pada tradisi non-blok ASEAN dan kohesi internal.

Keanggotaannya di BRICS membuat negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam memperkuat keterlibatan mereka dengan kelompok itu, menjadi negara mitra BRICS.

Saat berkunjung ke Bangkok bulan Mei, Prabowo menyatakan dukungan untuk Thailand masuk ke BRICS, membuat pengamat mencemaskan timbulnya "kaukus BRICS" di ASEAN.

Cendekiawan Teuku Rezasyah dari Indonesia mengatakan kepada The Straits Times pada 8 Juli bahwa dukungan Indonesia untuk Thailand "dapat menghasilkan kaukus baru di dalam ASEAN, di luar jejaring Melayu yang mencakup Indonesia, Malaysia, dan Brunei."

Derek Grossman, dosen tamu di Elliott School of International Affairs di George Washington University, dalam artikel edisi Juli Foreign Policy, memperingatkan bahwa orientasi politik ASEAN dan persatuan internalnya akan mendapat ujian jika Presiden Rusia Vladimir Putin dan para pemimpin BRICS yang lain diundang ke KTT ASEAN Oktober nanti.

ASEAN mengambil keputusan berdasarkan musyawarah, mengharuskan kesepakatan penuh dari semua negara anggota untuk tindakan besar, dan sudah lama menganut sikap non-blok guna melestarikan otonomi strategisnya.

Grossman menyebut bahwa mengingat kecilnya kemungkinan ASEAN mencapai mufakat soal bergabung dengan BRICS, "anggotanya akan bekerja sama dengan BRICS sendiri-sendiri, yang selanjutnya melemahkan dan merapuhkan ASEAN dari dalam."

Dia menekankan peran sentral Tiongkok di BRICS sebagai salah satu ganjalan.

Beberapa negara ASEAN seperti Filipina dan Singapura, serta negara anggota BRICS Indonesia dan mitra BRICS Vietnam, pasti mewaspadai Beijing yang berusaha meluaskan pengaruhnya di kawasan itu, tulis Grossman.

Perbedaan strategi menghadapi Tiongkok sudah lama ada di ASEAN. Contohnya, Filipina dan Vietnam menentang pemberian peran tambahan kepada Beijing dalam musyawarah yang dipimpin ASEAN soal Pedoman Perilaku Laut Tiongkok Selatan, dia menambahkan.

Sementara pemerintah Indonesia terus menegaskan sikap non-blok.

Menteri Luar Negeri Sugiono mengatakan dalam wawancara dengan Antara pada 24 Juli bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS adalah bagian dari politik luar negeri bebas aktif.

"Sejarah kita menunjukkan bahwa ketika kita memihak pada satu blok kekuasaan, masyarakat kita terpecah belah," ujarnya.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *