Oleh Focus |
Kementerian Pertahanan Jepang mengajukan anggaran tertinggi, yaitu 8,8 triliun JPY (US$60,1 miliar) untuk tahun fiskal depan, yang ditujukan untuk memperkuat kemampuan serang balik, perang drone, dan sistem pertahanan pesisir berlapis.
Pengajuan anggaran yang diumumkan pada 29 Agustus ini muncul ketka pejabat menyebutkan "lingkungan keamanan yang semakin memburuk" di kawasan Indo-Pasifik.
Hal ini, jika disetujui awal tahun depan, akan menandai kenaikan tahunan ke-14 secara berturut-turut, naik US$1 miliar dari anggaran saat ini.
Permohonan ini adalah bagian dari rencana peningkatan pertahanan lima tahun Tokyo yang diluncurkan bulan Desember 2022, yang ingin menaikkan belanja pertahanan menjadi 2% dari PDB pada tahun 2027. Rencana ini masih sesuai jadwal, dengan pengeluaran terkait pertahanan sudah mencapai 1,8% dari PDB tahun ini, menurut kementerian terkait.
![Angkatan Darat Bela Diri Jepang meluncurkan senjata pertahanan pesisirnya, yaitu kendaraan peluncur rudal antikapal Type 12 saat Latihan Tembak Fuji pada 8 Juni. [Kementerian Pertahanan Jepang/X]](/gc9/images/2025/09/23/52083-type_12-370_237.webp)
Belanja pertahanan di Jepang dahulu dibatasi hingga 1% dari PDB, prinsip yang masih ditegakkan bahkan setelah batas resminya dihapus pada tahun 1987. Invasi skala penuh Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 serta meningkatnya ketegangan dengan Tiongkok telah mengikis sikap menahan diri tersebut
Tiongkok mengancam untaian pulau serta Jepang
Kegiatan militer Tiongkok meluas ke perairan dan ruang udara seputar Jepang, diperingatkan Tokyo dalam laporan resmi pertahanan edisi Juli. Beijing meningkatkan operasi di sekitar Kepulauan Senkaku, Laut Jepang, dan Pasifik bagian barat "melampaui area yang disebut untaian pulau pertama dan meluas ke untaian pulau kedua."
Untaian pulau pertama meliputi Jepang, Taiwan, dan Filipina.
Untaian pulau kedua membentang dari Jepang sampai Guam hingga Papua.
Insiden terkini mencakup masuknya helikopter penjaga pantai Tiongkok ke dalam ruang udara Jepang pada bulan Mei, kapal induk Tiongkok berlayar sangat dekat dengan perairan teritorial Jepang bulan September lalu, dan pelanggaran wilayah udara oleh pesawat militer pada Agustus 2024. Pada bulan Juli, kedua kapal induk aktif Tiongkok memasuki area Pasifik barat, sementara pesawat-pesawat Tiongkok berulang kali terbang sangat dekat dengan pesawat Jepang, kata Tokyo.
Permohonan anggaran tersebut mengalokasikan dana sebesar US$8,5 miliar untuk senjata jarak jauh, termasuk versi jarak jauh dari rudal permukaan-ke-kapal Type 12 buatan dalam negeri, serta sistem hipersonik. Sementar itu, dana sebesar US$1,3 miliar dialokasikan untuk 12 jet tempur F-35, sebagai bagian dari upaya berkelanjutan Jepang dalam memodernisasi angkatan udaranya.
Pengeluaran ini mencerminkan "lingkungan keamanan yang semakin memburuk" di sekitar Jepang, kata seorang pejabat Kementerian Pertahanan kepada wartawan di Tokyo, dilaporkan AFP.
"Ada kebutuhan untuk mengejar ketertinggalan dari perubahan besar dalam cara militer berperang," ujar pejabat tersebut.
Memprioritaskan drone
Permohonan anggaran ini meminta peningkatan belanja sekitar tiga kali lipat untuk berbagai jenis kendaraan tanpa awak menjadi 313 miliar JPY (US$2,1 miliar).
Salah satu item utama dalam permintaan anggaran tersebut adalah program Synchronized, Hybrid, Integrated, and Enhanced Littoral Defense (SHIELD), dengan alokasi dana sekitar US$879 miliar. SHIELD menggambarkan jaringan drone multi-domain, mencakup drone yang diluncurkan dari kapal dan darat untuk misi pengintaian dan serangan, serta kendaraan permukaan dan bawah laut tanpa awak.
Peningkatan belanja drone darat dan laut akan mencapai US$20,5 miliar. Drone tersebut dimaksudkan untuk memperkuat pertahanan pesisir. Jika musuh berhasil melewati rudal pertahanan Jepang, SHIELD diharapkan akan menghadang invasi yang lebih dekat dengan pantai, kata pejabat. Jepang bertekad menyelesaikan sistem ini pada bulan Maret 2028, tetapi tidak mengungkapkan perincian tentang lokasi penempatannya.
"Sebagaimana dilihat dari berbagai konflik terbaru seperti di Ukraina, taktik yang melibatkan aset nirawak … menjadi hal yang umum," ucap pejabat kementerian kepada wartawan, seperti yang dilaporkan Japan Times.
"Menyadari hal ini sebagai prioritas yang mendesak, Jepang harus segera membangun postur pertahanan yang asimetris dan berlapis. Ini akan tercapai dengan memanfaatkan bukan hanya aset-aset berawak, tetapi juga aset-aset nirawak yang murah dan diproduksi massal, dan menggabungkan keduanya secara efektif."
Parlemen mendesak militer untuk mengerahkan drone guna menghadang pelanggaran wilayah oleh Tiongkok. Tokyo mencari pemasok di Australia, Turkiye, Amerika Serikat, dan negara lain dalam upaya mencari drone udara, permukaan, dan bawah air dengan cepat.
Pejabat Jepang menekankan perlunya untuk mengembangkan industri drone dalam negeri dan menyediakan "pendanaan substansial" untuk kecerdasan buatan dan sistem kendali penerbangan. "Sudah pasti lebih baik memiliki lebih banyak produk dalam negeri," kata satu pejabat kepada Japan Times.
Kementerian Pertahanan mengumumkan rencana pembentukan kantor baru guna menangani "prakarsa pertahanan Pasifik", yang berfokus pada pengintaian dan pemantauan di sepanjang sisi timur Jepang. "Di sisi Pasifik [Jepang], kami melihat kegiatan seperti operasi simultan dari dua atau lebih kapal induk serta peluncuran pesawat dari kapal-kapal tersebut," ujar seorang pejabat pertahanan.
![Jepang mengadakan upacara penerimaan tiga pesawat F-35 pertamanya di Pangkalan Udara Komatsu pada 26 April. [Scott Swofford/Angkatan Udara Bela Diri Jepang via DVIDS]](/gc9/images/2025/09/23/51888-9018385-370_237.webp)