Oleh Robert Stanley |
Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung berjanji akan mengalokasikan dana pemerintah yang cukup besar hingga tahun 2030 guna menjadikan Korea Selatan sebagai produsen alat pertahanan terbesar keempat di dunia.
Berbicara dalam ajang Pameran Kedirgantaraan dan Pertahanan Internasional Seoul (ADEX) tanggal 20 Oktober, Lee memaparkan strategi jangka panjang untuk “menguasai teknologi inti dan sistem persenjataan yang akan menjadi fondasi pertahanan nasional di masa depan.
Menurut Lee, Korea Selatan harus mencapai kemandirian dalam bidang pertahanan seiring kondisi keamanan global yang semakin tidak terprediksi. Ia menegaskan komitmen untuk melakukan investasi besar dalam penelitian dan pengembangan pertahanan serta kedirgantaraan guna membangun kemampuan penangkal domestik dan mengurangi ketergantungan pada kekuatan eksternal.
Lee mengatakan, “Saya sulit menerima kenyataan bahwa masih ada yang percaya Korea Selatan tidak bisa mencapai kemandirian dalam bidang pertahanan dan harus mengandalkan negara lain untuk menjaga keamanannya.”
![Masyarakat memperhatikan siaran berita uji coba rudal Korea Utara di sebuah stasiun kereta Seoul, 22 Oktober. [Jung Yeon-je/AFP]](/gc9/images/2025/10/29/52574-afp__20251022__79km8we__v1__highres__skoreankoreamissile__1_-370_237.webp)
Menurut Lee, langkah ini sejalan dengan ambisinya mengembalikan kendali operasional pasukan Korea Selatan dari Amerika Serikat dalam masa perang, sekaligus mewujudkan “kedaulatan teknologi” melalui pengembangan semikonduktor militer dan sistem berbasis luar angkasa dalam negeri.
Pemerintahnya telah menyetujui kenaikan belanja pertahanan sebesar 8,2% hingga tahun 2026, sehingga anggaran tahun depan mencapai KRW66,3 triliun (US$47,1 miliar). Dalam jangka panjang, Seoul menargetkan belanja pertahanan mencapai 3,5% dari PDB sebelum tahun 2035, menurut Menteri Pertahanan Ahn Gyu-baek.
Jalan menuju kemandirian
Menurut Ahn, dalam wawancara dengan Kantor Berita Yonhap tanggal 17 Oktober, angkatan bersenjatanya akan memulai produksi massal dan penempatan rudal Hyunmoo-5.
Rudal ini mampu membawa hulu ledak konvensional seberat delapan ton yang cukup dahsyat untuk menghancurkan bunker bawah tanah yang sangat kokoh sekali pun. Dipamerkan secara publik pada Hari Angkatan Bersenjata 2024, rudal ini menjadi tonggak utama struktur penangkal “tiga poros” Seoul: serangan pendahuluan, pertahanan rudal, dan pembalasan besar-besaran.
“Karena Korea Selatan merupakan anggota Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) yang melarang kepemilikan senjata nuklir, saya yakin kita seharusnya memiliki jumlah rudal Hyunmoo-5 yang cukup besar untuk menciptakan keseimbangan kekuatan yang menakutkan,” kata Ahn, seraya memastikan penempatan rudal akan dimulai pada akhir 2025. Ia menambahkan rudal versi terbaru dengan jangkauan lebih jauh dan daya hancur lebih besar sedang dikembangkan.
Menurut para analis, rudal baru ini menjadi penangkal strategis konvensional bagi Seoul, yang memungkinkan Korea Selatan menghadapi peningkatan persenjataan Pyongyang tanpa melanggar kewajiban non-nuklirnya.
“Kami tidak memiliki senjata nuklir, jadi satu-satunya pertahanan yang kami miliki adalah mengembangkan senjata konvensional sekuat mungkin,” ujar Yang Uk, analis pertahanan di Asan Institute for Policy Studies (Lembaga Studi Kebijakan), Seoul, kepada London Guardian.
Pada 10 Oktober, Korea Utara memperkenalkan rudal balistik antarbenua Hwasong-20 baru dalam parade militer yang dihadiri pejabat tinggi dari Rusia dan Tiongkok. Pyongyang menyebutnya sebagai senjata nuklir mereka yang “paling dahsyat.” Pada 22 Oktober, Korea Selatan melaporkan uji coba rudal jarak pendek oleh Pyongyang.
Seoul menghadapi tugas berat dalam menjaga perbatasannya. Dengan 450.000 tentara, yang didukung 28.500 personel AS, Korea Selatan menghadapi 1,3 juta tentara Korea Utara di sepanjang Zona Demiliterisasi. Sementara itu, Washington memiliki banyak titik panas di kawasan Indo-Pasifik yang harus diwaspadai.
“Korea Selatan harus mengambil tanggung jawab utama, yang pada dasarnya sangat besar, untuk pertahanan mandirinya sendiri,” kata Elbridge Colby kepada Kantor Berita Yonhap pada tahun 2024, saat ia masih menjadi pejabat Departemen Pertahanan AS. Saat ini ia menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan Bidang Kebijakan.
Dengan meningkatkan kemampuan rudal, pertahanan udara, serta komando dan pengendalian dalam negeri, Seoul mengurangi ketergantungan pada aset serang AS yang ditempatkan di semenanjung. Sebagai gantinya, pasukan tersebut dapat memperkuat stabilitas kolektif di jalur laut dan rute perdagangan regional, kawasan yang tengah menghadapi peningkatan ketegangan akibat klaim wilayah dan maritim yang saling bersaing.
Dalam hal ini, langkah Korea Selatan menuju kemandirian tidak hanya berkontribusi pada upaya mencegah Pyongyang, tetapi juga memperkuat ketahanan keamanan regional secara lebih luas.
Kapasitas ekspor
Pemerintahan Lee memandang sektor pertahanan sebagai pilar keamanan sekaligus mesin ekspor. Korea Selatan menempati peringkat ke-10 dalam ekspor senjata global antara tahun 2019 hingga 2023, menurut Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI/Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm)
Korea Selatan tengah membidik kontrak baru senilai US$56,2 miliar di Eropa, sementara perusahaan domestik meningkatkan penjualan artileri, kendaraan lapis baja, dan pesawat ke kawasan Eropa Timur dan Asia Tenggara.
“Menjadi salah satu dari empat negara terkuat di industri pertahanan sama sekali bukanlah hal yang mustahil dicapai,” kata Lee.
Lee mendorong dilakukannya integrasi inovasi sipil dan militer, mengaitkan industri elektronik, kapal, dan kecerdasan buatan Korea dengan kebutuhan pertahanan. Ia menambahkan bahwa ia akan membangun ekosistem yang melibatkan perusahaan kecil dan menengah serta perusahaan rintisan, dengan pengembangan pertahanan sebagai inti kemandirian pertahanan.
Seoul akan melanjutkan upaya pengalihan kendali operasional dari Washington selama masa jabatan lima tahun Lee, kata Ahn. Ia menepis spekulasi bahwa serah terima tersebut akan memicu pengurangan pasukan AS, dengan menegaskan setiap perubahan “harus didiskusikan bersama” dan tidak akan dilakukan secara sepihak.
Pertemuan tahunan menteri pertahanan AS–Korea Selatan pada November ini akan membahas modernisasi aliansi sekaligus jadwal pengalihan kendali operasional, kata Ahn.
Sementara itu, pada saat yang bersamaan, Korea Selatan terus menjalin hubungan dengan negara-negara di luar kawasan Indo-Pasifik.
Selama ADEX, Ahn menggelar pembicaraan terkait keamanan dengan pejabat dari NATO, Rumania, dan Arab Saudi, menurut Korea Herald.
![Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung berpidato pada upacara peringatan Hari Angkatan Bersenjata ke-77 di Gyeryong, 1 Oktober. [Kim Hong-ji/Pool/AFP]](/gc9/images/2025/10/29/52575-afp__20251001__77bk8g4__v2__highres__skoreamilitary__1_-370_237.webp)