Oleh AFP dan Focus |
MANILA -- Presiden Filipina Ferdinand Marcos pada tanggal 31 Januari mengatakan bahwa dirinya "sangat terganggu" dengan pengintaian terhadap militer negaranya, menyusul serangkaian penangkapan terhadap tersangka mata-mata Tiongkok.
"Kami merasa sangat terganggu oleh siapa pun yang melakukan operasi spionase terhadap militer kami," ucap Marcos kepada wartawan.
Petugas keamanan Filipina mengatakan sehari sebelumnya telah menahan lima mata-mata Tiongkok, menyusul penangkapan seorang rekan senegara atas spionase awal bulan itu.
Para tersangka dituduh menggunakan dron dan kamera untuk merekam berbagai kegiatan militer di dekat kepulauan Spratly yang dipersengketakan.
Spionase dron
Penangkapan itu terjadi seiring konfrontasi yang meningkat antara kedua negara tetangga Asia ini beberapa bulan belakangan atas karang dan perairan yang dipersengketakan di Laut Tiongkok Selatan yang strategis.
Dua pria ditangkap di bandara Manila awal Januari setelah diduga melakukan pengintaian terhadap AL Filipina dan kapal pemerintah lainnya yang memasok garnisun militer di kepulauan Spratly yang dipersengketakan.
Para pria itu, menggunakan dron dan kamera resolusi tinggi bertenaga surya, merekam kegiatan di pangkalan AL, stasiun penjaga pantai, pangkalan udara, dan galangan kapal di provinsi Palawan, daratan terbesar terdekat dengan Spratly, kata Direktur National Bureau of Investigation (NBI) Jaime Santiago di konferensi pers.
"Kami menganggap mereka berbahaya sekali bagi keamanan nasional karena tentunya, jika [intel] ini jatuh di tangan mereka, hal ini dapat sangat membahayakan para personel kami di pangkalan dan juga di kapal," ucap kepala militer Filipina, Jend. Romeo Brawner, pada konferensi pers.
Para mata-mata menyamar sebagai pembeli produk laut atau anggota dari organisasi yang sah.
Pihak berwajib menangkap dua pria Tionghoa lainnya secara terpisah di Manila dan satu lagi di pusat kota Dumaguete pada bulan Januari, kata Santiago.
Kejadian itu menyusul penangkapan insinyur perangkat lunak Tiongkok pada bulan Januari bernama Deng Yuanqing dan dua rekan Filipino yang dicurigai memata-matai barak militer dan polisi -- tuduhan yang disangkal oleh kedutaan Tiongkok di Manila.
Seorang saksi mengatakan kepada pihak berwajib bahwa Deng bertemu dengan lima tersangka yang ditahan sebulan sekali, bertindak berdasarkan arahan dari "warga negara asing" di Tiongkok yang tidak disebutkan namanya, kata kepala unit kejahatan siber NBI Jeremy Lotoc.
Brawner menyatakan bahwa kegiatan memata-matai itu masih pradini untuk disebut disponsori negara karena pihak berwajib Filipina belum berhasil mengidentifikasi penerima akhir dari intel yang dikumpulkan.
Puncak gunung es
"Hal ini mungkin cuma puncak gunung es; masih banyak lagi yang bisa tertangkap melakukan kegiatan ini," ucap Brawner . "Masih ada banyak lagi dari mereka."
Beberapa tersangka sudah tinggal di Filipina sejak tahun 2002 dan tidak punya catatan kejahatan, kata juru bicara kantor imigrasi Dana Sandoval kepada wartawan.
Petugas keamanan mengarak kelima tersangka, dengan tangan diborgol satu sama lain, di depan media bersama dengan peralatan intelijen “kelas militer” yang disita.
Beijing mengklaim sebagian besar wilayah strategis Laut Tiongkok Selatan kendati ada putusan internasional yang menyatakan bahwa pernyataannya tidak memiliki dasar hukum.
Kedutaan Tiongkok di Manila tidak menanggapi permintaan komentar dari AFP dengan segera tentang penangkapan baru tersebut.
Pada tanggal 25 Januari, mereka menggambarkan tuduhan mata-mata terhadap Deng sebagai “spekulasi dan tuduhan yang tidak berdasar.”
Kedutaan mengatakan bahwa pihaknya telah meminta agar konsulnya bisa mengunjungi [Deng] yang ditahan, dan mendesak Manila agar "melindungi hak dan kepentingan sah warga negara Tiongkok di Filipina".