Oleh Focus dan AFP |
MANILA -- Presiden Filipina Ferdinand Marcos mengatakan dirinya "sangat terganggu" dengan pengintaian Tiongkok terhadap militer negaranya, menyusul serangkaian penangkapan dugaan mata-mata Tiongkok.
"Kami sangat terganggu oleh siapa pun yang melakukan operasi spionase terhadap militer kami," ucap Marcos kepada wartawan tanggal 31 Januari.
Dalam suatu pernyataan, Penasihat Keamanan Nasional, Eduardo Ano mengatakan bahwa penangkapan itu menekankan perlunya "kewaspadaan terus-menerus dan langkah kontraintelijen yang proaktif".
'Puncak gunung es'
Petugas keamanan Filipina pada tanggal 30 Januari mengatakan telah menangkap lima mata-mata Tiongkok, menyusul penangkapan seorang rekan senegara mereka karena spionase pada awal Januari.
![Petugas Kepolisian Nasional Filipina memeriksa dron kapal selam yang ditemukan di perairan, di tengah wilayah Filipina pada bulan Januari. [Kepolisian Nasional Filipina]](/gc9/images/2025/02/03/49040-philipines_drone-370_237.webp)
Dua pria ditangkap di bandara Manila setelah mereka diduga melakukan pengintaian terhadap AL Filipina dan kapal pemerintah lainnya yang memasok garnisun militer di kepulauan Spratly yang dipersengketakan.
Para pria itu, menggunakan dron dan kamera resolusi tinggi bertenaga surya, merekam kegiatan di pangkalan AL, pangkalan penjaga pantai, pangkalan udara, dan galangan kapal di Provinsi Palawan province, daratan besar terdekat dengan Spratly, kata Direktur Biro Investigasi Nasional (National Bureau of Investigation, NBI) Jaime Santiago di konferensi pers.
"Kami menganggap mereka berbahaya sekali untuk keamanan nasional karena, tentunya, jika [informasi] ini jatuh ke pihak lain, hal ini dapat membahayakan personel kami yang ada di pangkalan dan juga di kapal," ucap kepala militer Filipina, Jend. Romeo Brawner di konferensi pers.
Para mata-mata menyamar sebagai pembeli produk lautan atau anggota dari organisasi yang sah.
Dua pria Tionghoa lainnya ditangkap secara terpisah, satu di Manila dan satu lagi di pusat kota Dumaguete, kata Santiago.
Peristiwa itu terjadi setelah ditangkapnya insinyur perangkat lunak Tionghoa bernama Deng Yuanqing pada awal Januari bersama dua rekan Filipino yang diduga memata-matai barak militer dan polisi -- tuduhan yang disangkal oleh Kedutaan Tiongkok di Manila.
Seorang saksi mengatakan kepada pihak berwajib bahwa Deng bertemu dengan kelima tersangka yang ditahan itu sebulan sekali, bertindak atas arahan dari "warga negara asing" di Tiongkok yang tak disebutkan namanya, kata kepala unit kejahatan siber NBI, Jeremy Lotoc.
Brawner berkata masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa pengintaian itu disponsori negara, karena pihak berwajib Filipina belum mengidentifikasi penerima akhir dari intelijen yang dikumpulkan.
"Hal ini mungkin baru sebatas puncak gunung es; masih banyak yang bisa tertangkap melakukan kegiatan ini," ucap Brawner. "Masih ada lebih banyak lagi."
Dron kapal selam Tiongkok
Dugaan dron kapal selam Tiongkok yang disita dari perairan di tengah wilayah Filipina pada akhir Desember menambah kecemasan atas potensi ancaman keamanan yang ditimbulkan oleh Beijing, kata kepolisian.
Tiga nelayan menemukan dron itu pada tanggal 30 Desember sekitar 9km di lepas pantai San Pascual di Provinsi Masbate, menurut laporan kepolisian tanggal 2 Januari.
Filipina dan Tiongkok selama bertahun-tahun bentrok atas hak maritim di Laut Tiongkok Selatan serta kepemilikan terumbu karang dan sejumlah pulau kecil.
Tiongkok mengeklaim hampir seluruh wilayah laut tersebut, menepis klaim tandingan dari negara lain dan putusan internasional, bahwa pernyataannya tidak memiliki dasar hukum.
Dron kuning yang bertanda "HY-119" ditemukan mengambang di lautan sebelum diserahkan kepada pihak berwajib, kata direktur kepolisian wilayah, Andre Dizon kepada AFP.
Panjangnya sekitar dua meter dan berbentuk torpedo serta bersirip.
"Berdasarkan penelitian sumber terbuka kami di internet ... HY-119 merujuk ke sebuah sistem navigasi dan komunikasi bawah laut Tiongkok," kata Dizon.
"Dron itu punya antena dan mata yang dapat digunakan untuk melihat. Berdasarkan penelitian kami, ini dapat digunakan untuk pemantauan dan pengintaian."
Dron tersebut tidak dipersenjatai, kata Dizon, tetapi laporan kepolisian mengutip "potensi implikasi keamanan nasional".
AL Filipina menyerahkan dron itu kepada polisi pada tanggal 31 Desember, Dizon menambahkan.