Kriminalitas & Keadilan

Berita: Warga Korea Utara Terjebak Sebagai Buruh Paksa di Kapal-Kapal Tiongkok

Kapal penangkap ikan tuna milik Tiongkok melanggar larangan PBB dengan mempekerjakan awak Korea Utara. Sejumlah pekerja terperangkap hingga sepuluh tahun tanpa pernah menginjakkan kaki di daratan, sebuah laporan menyebutkan.

Sebuah kapal penangkap ikan tuna milik Tiongkok beroperasi di Samudra Hindia. Tiongkok diduga melakukan penyalahgunaan tenaga kerja, dengan menahan anggota kru Korea Utara di laut hingga selama 10 tahun. [Yayasan Keadilan Lingkungan]
Sebuah kapal penangkap ikan tuna milik Tiongkok beroperasi di Samudra Hindia. Tiongkok diduga melakukan penyalahgunaan tenaga kerja, dengan menahan anggota kru Korea Utara di laut hingga selama 10 tahun. [Yayasan Keadilan Lingkungan]

Oleh AFP |

Warga Korea Utara dipaksa untuk bekerja di kapal penangkap ikan berbendera Tiongkok tanpa pernah menyentuh daratan selama sepuluh tahun, menghadapi penindasan verbal, fisik, serta kondisi yang keras, menurut laporan pada 24 Februari.

Korea Utara yang bersenjata nuklir telah lama meraup keuntungan dari sekian banyak warganya yang dikirim ke luar negeri untuk bekerja, terutama ke negara-negara tetangga yaitu Tiongkok dan Rusia.

Resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 2017, yang didukung oleh Tiongkok, mengharuskan negara-negara mendeportasi pekerja Korea Utara. Ini dilakukan untuk mencegah mereka menghasilkan mata uang asing bagi program nuklir dan misil balistik Pyongyang.

Namun, para analis telah menuduh Beijing dan Moskow mengelak dari tindakan tersebut.

Selain penyalahgunaan tenaga kerja, kapal penangkap ikan tuna milik Tiongkok itu, juga ditemukan melakukan penangkapan ikan secara ilegal, pengeluaran sirip hiu, dan menangkap lumba-lumba, menurut penyelidikan. [Yayasan Keadilan Lingkungan]
Selain penyalahgunaan tenaga kerja, kapal penangkap ikan tuna milik Tiongkok itu, juga ditemukan melakukan penangkapan ikan secara ilegal, pengeluaran sirip hiu, dan menangkap lumba-lumba, menurut penyelidikan. [Yayasan Keadilan Lingkungan]

Laporan terbaru oleh Yayasan Keadilan Lingkungan (EJF) berbasis di London, menuduh bahwa telah terjadi banyak penindasan terhadap pekerja Korea Utara di laut, yang melanggar sanksi.

"Warga Korea Utara di kapal terpaksa bekerja hingga selama 10 tahun di laut - dalam beberapa kasus tanpa pernah menginjakkan kaki di daratan," menurut laporan tersebut.

"Ini akan menjadi perbudakan paksa dengan skala yang lebih besar daripada banyak kasus penyalahgunaan yang sudah terjadi di industri perikanan global."

Tuduhan ini berdasarkan wawancara dengan belasan anggota kru Indonesia dan Filipina yang bekerja di kapal penangkap ikan tuna milik Tiongkok di Samudra Hindia antara 2019 dan 2024.

"Mereka tidak pernah berkomunikasi dengan istri atau orang lain saat di laut karena tidak diizinkan membawa ponsel," kata salah satu anggota kru yang dikutip.

Seorang lagi mengatakan, beberapa warga Korea Utara telah bekerja di kapal selama "tujuh tahun, atau delapan tahun," menambahkan: "Mereka tidak diizinkan pulang oleh pemerintah mereka."

'Tercemar oleh perbudakan modern'

"Laporan ini juga menyebutkan bahwa kapal yang mengangkut warga Korea Utara terlibat dalam pengeluaran sirip hiu dan menangkap hewan laut besar seperti lumba-lumba, dan mungkin memasok pasar di Uni Eropa, Inggris, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan."

Dalam salah satu gambar, tampak seekor lumba-lumba dengan kepala yang terpotong.

"Dampak situasi ini dirasakan di seluruh dunia: ikan yang ditangkap oleh buruh kerja ilegal ini mencapai pasar makanan laut di seluruh dunia," kata Steve Trent, CEO dan pendiri EJF, dalam sebuah pernyataan.

"Tiongkok menanggung dampak terbesarnya, tetapi ketika produk yang tercemar oleh perbudakan modern berakhir di piring kita, jelas bahwa negara pemilik bendera kapal dan regulator, juga harus bertanggung jawab penuh."

Saat ditanya tentang laporan tersebut, Beijing mengatakan pada 24 Februari bahwa mereka "tidak mengetahui" kasus spesifik ini.

"Tiongkok selalu mengharuskan kegiatan penangkapan ikan di laut patuh pada hukum dan regulasi lokal serta ketentuan hukum internasional yang relevan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri, Lin Jian dalam konferensi pers.

"Kerja sama antara Tiongkok dan Korea Utara dilakukan sesuai dengan kerangka hukum internasional," tambah Lin.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan tahun lalu bahwa diperkirakan 20.000 hingga 100.000 warga Korea Utara bekerja di Tiongkok, terutama di restoran dan pabrik.

Menurut laporan Departemen Luar Negeri, Korea Utara menahan hingga 90% upah dari pekerja di luar negeri dan memberlakukan kondisi kerja paksa pada mereka.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *