Oleh Shirin Bhandari |
Para pejabat Filipina meningkatkan upaya melawan propaganda online Tiongkok.
Kongres Filipina menggelar empat dengar pendapat antara Februari hingga 5 Juni terkait penggunaan berita palsu dan propaganda media sosial sebagai senjata, yang dipicu oleh terungkapnya fakta sejumlah influencer Filipina menghadiri seminar yang didanai oleh Tiongkok pada tahun 2023.
Dalam dengar pendapat tersebut, para legislator memperingatkan disinformasi online secara aktif mendukung kepentingan asing dan melemahkan klaim kedaulatan Filipina atas Laut Filipina Barat (Laut Tiongkok Selatan).
“Rakyat Filipina berhak mengetahui kebenarannya. Kita harus melindungi mereka dari sesama warga Filipina yang turut menyebarkan berita palsu guna menebar ketakutan dan memecah belah masyarakat,” ujar Dan Fernandez, Anggota Kongres dari Laguna, seperti diberitakan media tanggal 5 Juni.
“Propaganda ini bertujuan untuk melemahkan tekad kita, memecah belah opini publik, dan membiasakan masyarakat terhadap keberadaan ilegal mereka di wilayah maritim kita,” tambah Fernandez.
Disinformasi menjadi ancaman serius bagi kedaulatan Filipina, menempati posisi kedua setelah agresi maritim Tiongkok.
Di era digital saat ini, vlogger dan influencer berperan besar dalam membentuk persepsi publik dan arah kebijakan, karena masyarakat kian menjadikan media sosial sebagai sumber utama informasi.
Buku panduan propaganda
Beberapa vlogger Filipina secara aktif memperkuat narasi pesimistis mengenai Laut Filipina Barat, sebagaimana diungkap dalam penyelidikan yang dipublikasikan Philstar.com pada bulan Mei.
Konten mereka kerap menebar ketakutan, menggambarkan Tiongkok sebagai kekuatan yang tak tertandingi dan Filipina sebagai negara yang tak berdaya, seraya mengalihkan kesalahan kepada Amerika Serikat sebagai pihak yang dianggap sebagai provokator.
Para vlogger ini menggunakan taktik pengalihan, meremehkan isu maritim dengan mengarahkan perhatian pada masalah domestik yang tidak ada kaitannya.
Sosiolog Alvin Camba mengonfirmasi pola-pola tersebut, menjelaskan bahwa pesan-pesan seperti ini sejalan dengan metode standar dalam propaganda negara Tiongkok.
"Mereka melebih-lebihkan kekuatan Tiongkok," kata Camba kepada Philstar, menambahkan bahwa sesungguhnya banyak influencer tidak sepenuhnya memahami materi yang mereka sampaikan.
Para kreator konten ini sering kali mengutip sumber dan kredensial secara selektif untuk memberikan legitimasi palsu pada narasi yang melemahkan kedaulatan Filipina, ujarnya.
Studi lebih luas yang dilakukan oleh AidData pada bulan September lalu mengungkapkan narasi pro-Tiongkok di Filipina tidak hanya terbatas pada para vlogger, melainkan merupakan bagian dari kampanye terkoordinasi yang melibatkan troll farm dan program pelatihan yang didanai oleh pihak asing.
Upaya ini bertujuan untuk membuat keberadaan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan menjadi hal yang biasa seraya menekankan proyek-proyek infrastruktur yang terkait dengan Beijing.
Pesan pro-Tiongkok di media sosial melemahkan dukungan publik untuk menegakkan hak maritim Manila, demikian peringatan yang disampaikan oleh juru bicara Philippine Coast Guard (PCG), Jay Tarriela, pada bulan Februari.
Kekhawatiran ini terbukti benar ketika muncul laporan bahwa para kreator konten Filipina telah menghadiri seminar yang disponsori oleh Tiongkok pada tahun 2023 untuk mengusung pesan pro-Tiongkok.
Penyelidikan kongres berikutnya pada bulan Februari memanggil lebih dari 40 tokoh media sosial dan kreator konten digital untuk memberikan kesaksian, termasuk Trixie Angeles, yang pernah menjabat sebagai juru bicara presiden pada tahun 2022.
Dengar pendapat ini penting untuk menilai skala masalah disinformasi, mengidentifikasi celah dalam legislasi, serta mencari cara untuk menegakkan akuntabilitas para pelaku digitall, ujar para legislator.
Melawan kembali
Lembaga-lembaga pemerintah telah meluncurkan berbagai inisiatif untuk melawan disinformasi, memperkuat fakta, dan melindungi wacana publik.
"Pemerintah Filipina memiliki posisi yang tegas mengenai klaimnya di Laut Filipina Barat dan hak-hak maritimnya, serta telah melatih dan menunjuk tim komunikasi strategis dan juru bicara di Philippine Coast Guard, Angkatan Laut Filipina, dan Angkatan Bersenjata," ujar Ares Gutierrez, mantan wakil direktur jenderal Philippine Information Agency (PIA), kepada Focus.
Gutierrez, jurnalis senor dan komunikator pemerintah berpengalaman, telah bekerja bersama kabinet Marcos selama tiga tahun terakhir untuk memperkuat upaya transparansi dan mengungkap manipulasi online.
“Pemerintahan saat ini dinilai lebih terbuka dalam mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab menyebarkan berita palsu dan disinformasi,” tambahnya.
Philippine News Agency (PNA) telah bekerja sama dengan unit pemerintah lokal untuk menggelar lokakarya strategis dan kegiatan komunitas di seluruh Luzon, Visayas, dan Mindanao, tiga wilayah utama yang membentang di seluruh kepulauan Filipina.
Inisiatif-inisiatif ini bertujuan melawan disinformasi dengan menyederhanakan isu-isu maritim yang kompleks serta meningkatkan kesadaran di tingkat akar rumput.
Sementara itu, PIA menggelar forum di sekolah-sekolah yang menghadirkan pakar maritim seperti juru bicara PCG Tarriela untuk berdialog langsung dengan para siswa.
Sesi-sesi ini bertujuan untuk mendidik generasi muda tentang hukum maritim dan membantu mereka membangun keterampilan berpikir kritis, bukan hanya bergantung pada media sosial untuk mendapatkan informasi.
Medan perang digital
Survei menunjukkan bahwa upaya-upaya ini mendapatkan dukungan.
Survei Social Weather Stations, yang diselenggarakan pada Juni 2024 untuk Stratbase ADR Institute, menemukan 60% warga Filipina menyebut tindakan pemerintah di Laut Filipina Barat sudah cukup, lapor PNA.
Ini mencakup inisiatif-inisiatif seperti patroli bersama dan latihan militer dengan para sekutu. Survei tersebut melibatkan 1.500 responden dari seluruh negeri, yang menunjukkan dukungan publik yang luas.
Dengan perubahan wacana publik akibat media digital, program literasi media kini menjangkau seluruh wilayah nasional, membekali siswa, guru, dan kreator konten dengan kemampuan untuk mengenali kebohongan, melawan disinformasi, dan mempertahankan kedaulatan Filipina — tidak hanya di perairan yang diperebutkan, tetapi juga di berbagai platform dan algoritma online.
“Saat ini, kita tengah berada pada momen penting dalam perjalanan sejarah. Apa yang kita lakukan hari ini akan menentukan masa depan Filipina. Jika kita diam saja, kita menyerah. Jika kita acuh tak acuh, kita membiarkan orang lain mengendalikan masa depan kita,” tegas Karl Josef Legazpi, asisten sekretaris Komisi Nasional Pemuda, dalam sebuah acara menentang disinformasi pada bulan Maret.
“Namun, jika kita memilih untuk bertindak — jika kita memperjuangkan Laut Filipina Barat, negara kita, dan rakyat kita — maka kita membuktikan diri layak mewarisi warisan leluhur kita,” tambahnya.