Oleh Cheng Chung-lan |
Untuk pertama kalinya, dua kapal induk angkatan laut Tiongkok melakukan operasi bersama di wilayah Pasifik Barat. Sebuah unjuk kekuatan sekaligus uji respons regional terhadap meningkatnya kemampuan militer Tiongkok, menurut para pakar.
Menteri Pertahanan Jepang, Gen Nakatani, menyampaikan dalam konferensi pers tanggal 20 Juni bahwa antara akhir Mei hingga 19 Juni, gugus tugas kapal induk Liaoning dan Shandong telah melakukan sekitar 1.000 latihan lepas landas dan pendaratan dengan pesawat berbasis kapal induk di kawasan Pasifik.
Kapal induk Shandong saja sudah melakukan lebih dari 100 latihan selama beberapa hari di dekat Pulau Okinotori, yang berada di dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jepang.
"Tiongkok ingin meningkatkan kemampuan operasional kedua kapal induk sekaligus memperkuat kemampuan mereka untuk beroperasi di perairan dan ruang udara yang jauh dari negaranya," ujar Nakatani.
![Jet tempur J-15 Tiongkok (blk) dari kapal induk Shandong mendekati pesawat patroli P-3C Pasukan Bela Diri Jepang (dpn) di atas wilayah Pasifik pada 8 Juni, sebagaimana direkam oleh Kementerian Pertahanan Jepang. [Kementerian Pertahanan Jepang]](/gc9/images/2025/06/26/50946-j-15_confrontation-370_237.webp)
![Untuk pertama kalinya, dua kapal induk AL Tiongkok menggelar operasi bersama di kawasan Pasifik. Grafik ini menunjukkan lokasi terpisah kapal Liaoning dan Shandong antara 25 Mei hingga 22 Juni. [Kementerian Pertahanan Jepang]](/gc9/images/2025/06/26/50949-map_dual_carriers-370_237.webp)
Hal yang patut dicatat, Liaoning menyeberangi Untaian Pulau Kedua menuju wilayah perairan di dekat Jepang.
Pada 7 Juni, kapal induk Liaoning terpantau berada di dekat Minamitorishima kemudian bergerak menuju perairan di timur Iwo Jima, pangkalan penting yang strategis untuk Pasukan Bela Diri Jepang (JSDF, sebutan untuk angkatan bersenjata Jepang).
Pencapaian ini menandai pertama kalinya kapal induk Tiongkok melintasi Untaian Pulau Kedua, menurut Kementerian Pertahanan Jepang. Untaian tersebut membentang dari Jepang hingga Papua Nugini melalui Guam.
Selama latihan berlangsung, pesawat-pesawat Tiongkok dilaporkan menimbulkan ancaman langsung terhadap JSDF.
Sebuah jet tempur J-15 yang lepas landas dari kapal induk Shandong di Pasifik melacak pesawat patroli Jepang P-3C yang sedang melakukan pengintaian tanggal 7 dan 8 Juni, menurut Kementerian Pertahanan Jepang.
Pada kedua hari itu, J-15 terbang sejajar dengan pesawat patroli Jepang, mendekat hingga jarak 45 meter. Pada 8 Juni, jet tempur yang sama melintas di depan pesawat Jepang pada jarak sekitar 900 meter.
Kepala Staf Jepang, Jenderal Keishu Yoshida, menegaskan tindakan tersebut bukanlah kesalahan operasional, melainkan tindakan "disengaja".
"Jika kami melonggarkan kewaspadaan dan pemantauan, hal itu justru akan mendorong perilaku serupa lebih lanjut. Kami bertekad untuk mempertahankan kesadaran dan kemampuan guna mencegah berulangnya tindakan seperti itu,” ujarnya.
Memperluas jangkauan
Keberadaan kedua kapal induk di kawasan Pasifik menegaskan kian meningkatnya kemampuan Tiongkok dalam memproyeksikan kekuatan jauh dari pantainya dan menjalankan operasi terkoordinasi di beberapa lokasi.
Bonji Ohara, rekan senior di Sasakawa Peace Foundation, mengatakan kepada Nikkei pada 12 Juni bahwa pengerahan dua kapal induk Tiongkok itu ditujukan kepada Amerika Serikat.
"AS dan Tiongkok berada di tengah-tengah negosiasi penting, termasuk mengenai tarif, dan kedua belah pihak memperlihatkan kekuatan militer dan ekonominya masing-masing,” katanya.
Mengenai insiden dengan pesawat Jepang, dia menambahkan, "Tiongkok kini berada di fase baru, mengamati reaksi Jepang. Jepang harus menunjukkan tekad dan kemampuannya mempertahankan kedaulatan wilayahnya."
Menyinggung tujuan strategis Beijing yang lebih luas, Zhang Jun-she, profesor di National Defense University Tiongkok, mengatakan kepada Global Times Tiongkok tanggal 10 Juni bahwa formasi dua kapal induk dirancang untuk menghadapi konflik maritim skala kecil hingga menengah serta menangani keadaan darurat atau misi jarak jauh.
"Pembentukan kemampuan tempur dengan dua kapal induk memperkuat tekad dan kemampuan untuk mempertahankan kedaulatan dan integritas teritorial negara," katanya.
Selain mengajukan protes diplomatik, Jepang pun mulai memperkuat kemampuan pengintaiannya.
Nakatani menyatakan Tokyo mempercepat penggunaan sistem radar bergerak dan fasilitas lainnya di pulau-pulau Pasifik untuk menanggapi perluasan militer Tiongkok.
“Kami akan terus menyampaikan informasi pengintaian secara tepat waktu dan tepat sasaran guna menunjukkan Jepang pun memiliki kemampuan untuk mencegah perubahan status quo secara sepihak dengan kekerasan atau cara lain,” katanya.
Seiring meningkatnya ketegangan, sebuah editorial Mainichi Shimbun pada 16 Juni memberikan peringatan menanggapi latihan tersebut, "Begitu ketegangan militer meningkat, sentimen publik pasti akan semakin memburuk."
Editorial tersebut mendesak Jepang untuk tidak hanya bergantung pada JSDF saja, tetapi juga memperluas kerja sama intelijen dan membangun kerangka multilateral bersama Amerika Serikat, Australia, dan mitra-mitra lain guna menanggapi semakin rutinnya ancaman Tiongkok.