Oleh Focus |
Aktivitas militer Tiongkok yang meningkat drastis dianggap sebagai “tantangan strategis terbesar yang belum pernah terjadi sebelumnya” bagi keamanan Jepang dan tatanan internasional secara luas, menurut Buku Putih Pertahanan Jepang 2025 yang baru saja dirilis.
Dokumen yang diterbitkan pada 15 Juli tersebut menyebutkan terjadinya pelanggaran wilayah udara Jepang oleh pesawat tempur Tiongkok—untuk pertama kalinya yang telah dikonfirmasi—serta meningkatnya manuver militer Beijing di kawasan.
“Aktivitas militer Tiongkok yang agresif berpotensi berdampak serius terhadap keamanan negara kita,” ujar Menteri Pertahanan Gen Nakatani dalam konferensi pers saat peluncuran dokumen tersebut.
Buku putih ini menyoroti sejumlah insiden penting yang menjadi dasar kekhawatiran Jepang.
![Anggota JSDF berbaris dalam formasi di Kamp Pasukan Bela Diri Darat Asaka pada 9 November lalu, saat Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba (tidak tampak dalam foto) melakukan inspeksi dalam rangka peringatan 70 tahun JSDF. [David Mareuil/Pool/AFP]](/gc9/images/2025/07/17/51195-afp__20241109__36lw327__v1__highres__japandefenceanniversary-370_237.webp)
Salah satu yang paling menonjol adalah pelanggaran wilayah udara Jepang oleh pesawat pengintai militer Tiongkok di atas wilayah perairan lepas pantai Prefektur Nagasaki pada Agustus lalu — yang merupakan pelanggaran pertama yang dikonfirmasi.
Sebulan kemudian, kapal induk Tiongkok Liaoning bersama dua kapal pendamping lainnya melintasi perairan antara Pulau Yonaguni dan Iriomote di Prefektur Okinawa.
Selain insiden-insiden tersebut, dokumen ini juga merinci pola aktivitas militer Tiongkok yang semakin intensif dan berkelanjutan di dekat wilayah Jepang.
Sepanjang tahun 2023 saja, kapal-kapal penjaga pantai Tiongkok terlihat berada di sekitar Kepulauan Senkaku yang dikelola Jepang (dikenal sebagai Diaoyu di Tiongkok) selama 355 hari—angka rekor tertinggi..
Buku putih ini menyatakan keprihatinan terhadap peran penjaga pantai Tiongkok yang terus berkembang. Sebagai bagian dari Kepolisian Bersenjata Rakyat, lembaga tersebut kini semakin besar dan dipersenjatai lebih berat, serta memainkan peran yang lebih langsung dalam strategi maritim Tiongkok.
Kekhawatiran atas Taiwan
Kekhawatiran Jepang juga meluas hingga Selat Taiwan, di mana Tiongkok telah meningkatkan aktivitas militernya dan kian sering menggelar latihan.
“Tiongkok berupaya menormalkan aktivitas Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) di sekitar Taiwan dan menjadikannya sebagai kenyataan yang harus diterima oleh pihak lain, sekaligus meningkatkan kemampuan tempurnya,” demikian bunyi dokumen tersebut, sambil memperingatkan bahwa keseimbangan militer di Selat Taiwan kini semakin condong ke pihak Tiongkok.
Laporan ini juga menyoroti meningkatnya kekhawatiran Jepang terhadap strategi “zona abu-abu” Beijing — yaitu aktivitas militer yang belum mencapai tingkat konflik terbuka, tetapi dirancang untuk mengubah status quo.
Disebutkan bahwa “penangkalan militer dan blokade umumnya dianggap sebagai opsi utama Tiongkok terhadap Taiwan,” dan dalam skenario blokade, “penjaga pantai Tiongkok kemungkinan akan dikerahkan di garis depan untuk melakukan operasi zona abu-abu.”
Buku putih ini juga mengaitkan tekanan militer Tiongkok terhadap Taiwan dengan sasaran politik yang lebih luas, termasuk upaya untuk mengisolasi pemerintahan Presiden Lai Ching-te dan mencegah semakin eratnya kerja sama militer antara Taiwan dan Amerika Serikat.
Sementara itu, menurut laporan tersebut, Tiongkok terus mempercepat aktivitas dan mendorong militerisasi di Laut Tiongkok Selatan berdasarkan klaim-klaim yang dianggap tidak sesuai dengan hukum laut internasional.
“Ini adalah perubahan sepihak dengan penggunaan kekuatan untuk menciptakan kondisi yang tidak bisa diganggu gugat, yang dipandang Jepang sebagai masalah serius,” demikian tertulis dalam dokumen itu, menegaskan isu ini merupakan “kekhawatiran yang sah ... bagi seluruh masyarakat internasional.”
Ekspansi pertahanan
Buku putih ini juga menyoroti latihan militer gabungan Tiongkok-Rusia dan penempatan senjata canggih oleh Rusia di Timur Jauh serta berulangnya pelanggaran wilayah udara telah meningkatkan tekanan strategis terhadap Jepang.
Laporan tersebut juga mencatat semakin eratnya hubungan militer antara Rusia dan Korea Utara, serta kemungkinan transfer teknologi terkait rudal.
Ditegaskan pula bahwa sikap Korea Utara menimbulkan "ancaman yang lebih serius dan lebih mendesak” bagi keamanan nasional Jepang, dengan menyebut kemajuan teknologi rudal termasuk sistem hipersonik.
Sebagai respons terhadap memburuknya lingkungan keamanan di wilayah tersebut, Jepang melanjutkan ekspansi pertahanan jangka panjangnya.
Buku putih ini menguraikan investasi Jepang dalam sistem pertahanan rudal, sistem pesawat nirawak, dan pendirian Komando Operasi Gabungan yang baru untuk meningkatkan koordinasi operasional.
Dokumen tersebut juga menyoroti upaya memodernisasi infrastruktur pangkalan dan peningkatan kondisi personel militer.
Jepang juga memperkuat aliansinya dengan Amerika Serikat dalam kerangka “Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka”.
“Tren kebijakan keamanan Amerika Serikat akan sangat memengaruhi lingkungan keamanan kawasan Indo-Pasifik,” tulis dokumen tersebut, sambil menyoroti dialog tingkat tinggi dan tingkat menteri yang berlangsung belakangan ini serta menekankan pentingnya memantau perkembangan secara saksama.
Meskipun bukan merupakan peta jalan strategis, buku putih ini berfungsi sebagai penilaian tahunan Jepang terhadap sikap pertahanannya.
Dengan memperingatkan tatanan internasional sedang memasuki “era krisis baru,” dokumen ini menekankan kebutuhan mendesak bagi Jepang untuk memperkuat kemampuan pertahanannya secara mendasar dan mempererat kerja sama, tidak hanya dengan sekutunya, tetapi juga dengan jaringan mitra yang lebih luas guna menghadapi meningkatnya ancaman regional.