Keamanan

Perang atrisi yang diterapkan Tiongkok melemahkan kemampuan pertahanan Taiwan, kata para analis.

Latihan militer Tiongkok yang berlangsung terus-menerus menguji kemampuan Taiwan dan menguras tenaga personel Taiwan yang harus terus merespons.

Sebuah jet tempur J-15 Tiongkok bersiap lepas landas dari kapal induk Shandong dalam serangkaian latihan militer untuk mengintimidasi Taiwan pada 1 April, dalam pengerahan pertamanya ke Pasifik barat pada tahun 2025. [China Central Television]
Sebuah jet tempur J-15 Tiongkok bersiap lepas landas dari kapal induk Shandong dalam serangkaian latihan militer untuk mengintimidasi Taiwan pada 1 April, dalam pengerahan pertamanya ke Pasifik barat pada tahun 2025. [China Central Television]

Oleh Jia Feimao |

Latihan militer yang terus-menerus dilakukan Tiongkok di dekat Taiwan melemahkan kemampuan militer pulau itu, demikian peringatan para analis.

Beijing telah meningkatkan tekanan militer terhadap Taiwan dalam beberapa tahun terakhir dan mengadakan beberapa latihan berskala besar di sekitar pulau itu. Hal ini sering digambarkan oleh para pengamat sebagai latihan untuk memblokade dan merebut wilayah tersebut.

Yang terbaru, pada 1–2 April, Tiongkok mengadakan latihan militer gabungan dengan sandi Strait Thunder-2025A di sekitar Taiwan, meliputi bagian tengah dan selatan Selat Taiwan serta Laut Tiongkok Timur.

Sebagai bagian dari latihan tersebut, Komando Militer Timur dari Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) mengerahkan 135 sortie pesawat militer dan 23 kapal perang.

Fregat rudal kendali Taiwan, Tian Dan, memantau kapal induk PLA Shandong dan kapal perusak Zhanjiang pada 1 April. [Penjaga Pantai Taiwan]
Fregat rudal kendali Taiwan, Tian Dan, memantau kapal induk PLA Shandong dan kapal perusak Zhanjiang pada 1 April. [Penjaga Pantai Taiwan]
Penjaga Pantai Tiongkok menyebarkan propaganda yang bertujuan memblokade Taiwan dalam upaya memengaruhi opini publik di negara tersebut. [Penjaga Pantai Tiongkok/WeChat]
Penjaga Pantai Tiongkok menyebarkan propaganda yang bertujuan memblokade Taiwan dalam upaya memengaruhi opini publik di negara tersebut. [Penjaga Pantai Tiongkok/WeChat]

Kapal induk Shandong dari Tiongkok melakukan latihan yang menguji kemampuan negara tersebut untuk “memblokade” Taiwan, demikian ungkap Komando Militer Timur.S.

Pada pertengahan Maret, Tiongkok juga melakukan patroli kesiapan tempur gabungan serupa sebanyak dua kali dalam satu hari.

Infiltrasi wilayah oleh PLA yang sangat intens dan berulang ini telah mengganggu pelatihan terjadwal serta pemeliharaan peralatan militer Taiwan, sekaligus mempersulit kegiatan logistik, keluh Su Tzu-yun, Direktur Divisi Strategi dan Sumber Daya di Institut Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional Taiwan, kepada Focus.

Angkatan Laut Taiwan gagal melakukan pemeliharaan tepat waktu terhadap lebih dari separuh kapal perang utamanya, dan sering kali harus memperpanjang periode perbaikan, demikian yang diungkapkan oleh laporan Kantor Audit Nasional Taiwan tahun 2024.

Konfrontasi berkepanjangan dengan kapal-kapal Tiongkok telah menyebabkan peralatan angkatan laut dan personel mengalami kelelahan, menurut pengakuan para pejabat militer.

“PKT [Partai Komunis Tiongkok] kini mengadopsi 'strategi yang pelan, tapi pasti'. Kekuatan tempur militer kami terus terkikis setiap hari,” tulis mantan pejabat Kementerian Pertahanan Nasional Lu Deyun di Facebook pada 1 April.

Waktu sangat tidak berpihak pada Taiwan, katanya.

Menghindari 'eskalasi besar-besaran’ yang tidak perlu

Namun demikian, Su dari Institut Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional mengusulkan beberapa strategi tandingan.

Taiwan tidak perlu mencoba menandingi aset militer Tiongkok dengan "mengeskalasi situasi” dalam setiap keadaan, kata Su.

Dalam situasi yang belum mencapai perang terbuka, Taiwan sebaiknya mengerahkan kapal patroli berawak dan bersenjata ringan untuk memantau kapal-kapal PLA, sarannya.

Pendekatan ini akan menepis anggapan Taiwan harus mengimbangi provokasi Tiongkok dalam setiap konfrontasi.

Ia juga mengusulkan penggunaan drone untuk mendampingi pesawat tempur Tiongkok yang melanggar wilayah udara Taiwan, guna mengurangi kebutuhan pengerahan pilot secara terus-menerus.

"Kuncinya adalah mengadopsi pola pikir 'menggunakan kuda yang lebih lemah untuk bersaing dengan kuda yang lebih kuat' dalam menanggapi perang atrisi Tiongkok," ujarnya.

Su mengungkapkan kekhawatirannya terhadap pergerakan Penjaga Pantai Tiongkok.

Kapal-kapal penjaga pantai dan milisi maritim Tiongkok sudah lama menjadi bagian dari pelanggaran wilayah ini, yang menunjukkan infiltrasi kelompok bersenjata tidak teratur.

Selama latihan terakhir, kapal penjaga pantai Tiongkok melakukan latihan inspeksi dan pencegatan di sekitar Taiwan, menggunakan apa yang disebut taktik blokade maritim.

Pada tanggal 2 April, Wakil Direktur Jenderal Administrasi Penjaga Pantai Taiwan, Hsieh Ching-chin, mengonfirmasi dalam sebuah konferensi pers bahwa tiga kapal yang diduga sebagai kapal milisi Tiongkok telah terdeteksi di perairan lepas pantai Hualien, Taiwan, turut berpartisipasi dalam latihan militer tersebut.

Latihan penjaga pantai Tiongkok menargetkan kapal tanker gas alam dan kapal logistik militer dengan dalih "patroli penegakan hukum", kata Su.

Meskipun mungkin tidak mampu sepenuhnya memblokade Taiwan, tindakan tersebut "masih bisa menimbulkan efek gentar dan menghalangi kapal lain untuk memasuki Selat Taiwan," ujarnya.

Strategi 'ular piton' Tiongkok

Sementara PLA melatih taktik blokade lingkar luar, Penjaga Pantai Tiongkok memeriksa dan mencegat kapal dagang di lingkar dalam, menerapkan apa yang Su sebut sebagai "strategi ular piton — mengepung tanpa menyerang langsung untuk memutus jalur suplai maritim Taiwan."

Hingga akhir Maret, telah masuk laporan 64 insiden gangguan oleh Penjaga Pantai Tiongkok dalam 13 bulan terakhir.

Namun demikian, tekanan dari Tiongkok ini justru menjadi peluang bagi Taiwan untuk meningkatkan kemampuan menghadapi situasi darurat melalui rotasi kesiapan tempur, pengerahan pasukan, serta latihan dan pelatihan yang diperkuat, kata Chen Wen-chia, penasihat senior di Lembaga Penelitian Kebijakan Nasional.

Taiwan harus memperkuat koordinasi antara pasukan penjaga pantai dan angkatan lautnya, serta bekerja sama dengan masyarakat internasional untuk mencegah Tiongkok mengubah status quo di Selat Taiwan melalui “perang atrisi,” ungkapnya.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *