Oleh Chen Meihua |
Di tengah penurunan bantuan luar negeri dari AS, Beijing meningkatkan upaya untuk merangkul negara-negara tetangga dan memperluas pengaruhnya dengan menggabungkan inisiatif pembangunan dan diplomasi multilateral.
Pada bulan Juni, Tiongkok dan Singapura mencapai kesepakatan untuk membentuk “Program Pelatihan Negara Ketiga” bagi pejabat ASEAN dan Timor Leste sebagai bagian dari “Kemitraan Masa Depan Berkualitas Tinggi dan Menyeluruh.”
Pada bulan yang sama, Tiongkok menjadi tuan rumah KTT Tiongkok-Pakistan-Bangladesh pertama, di mana ketiga pihak sepakat membentuk mekanisme kerja sama trilateral yang mencakup perdagangan, perubahan iklim, dan infrastruktur.
Peningkatan fokus Tiongkok terhadap kerja sama segitiga — yakni kemitraan pembangunan yang melibatkan setidaknya tiga pihak: dua atau lebih negara berkembang dan satu negara maju atau organisasi multilateral — mencerminkan strategi yang tengah disesuaikan serta upaya inovatif, menurut laporan The Diplomat pada bulan Juli.
![Presiden Tiongkok Xi Jinping dan para pemimpin lainnya menghadiri pembukaan Forum Belt and Road ketiga di Beijing pada 18 Oktober 2023. [Wang Ye/Xinhua via AFP]](/gc9/images/2025/07/31/51359-afp__20231229__xxjpbee007021_20231230_pepfn0a001__v1__highres__xinhuaheadlinestop10c-370_237.webp)
Dalam konteks persaingan antara Tiongkok dan Amerika Serikat, Tiongkok memiliki dua tujuan utama: pertama, memperkuat hubungan dengan kekuatan regional melalui integrasi agenda pembangunan dan pengaruh ekonomi; kedua, membangun citra sebagai pendukung multilateralisme guna membentuk ulang lembaga-lembaga global agar lebih menguntungkan bagi kepentingannya, menurut laporan tersebut.
Dorongan multilateral
Pada bulan April, Beijing mengadakan Konferensi Sentral tentang Pekerjaan Terkait Negara Tetangga, sebuah pertemuan langka yang berfokus pada kebijakan luar negeri dari Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok (PKT), yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping.
Pertemuan tersebut menandai dorongan baru untuk menghimpun mitra-mitra regional dan memperkuat dominasi geopolitik Tiongkok di kawasan sekitarnya.
Sebulan kemudian, Departemen Internasional PKT mengadakan dialog dengan partai politik dari Asia Timur Laut dan Asia Tenggara.
Tujuan dari inisiatif ini adalah untuk mendorong diplomasi multilateral dan secara kolektif memperkuat stabilitas serta pembangunan regional, dengan cara membangun kepercayaan strategis, memperdalam kerja sama, menemukan titik temu, mengesampingkan perbedaan, dan menciptakan sinergi di antara partai-partai politik kawasan.
Kerja sama segitiga Tiongkok tidak terbatas pada tiga negara saja.
Di KTT Dewan Kerja Sama ASEAN-Tiongkok-Teluk yang diadakan di Kuala Lumpur, Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang menyatakan bahwa platform pertukaran ini adalah “langkah perintis besar dalam kerja sama ekonomi regional” dan bahwa kerja sama antara ketiga pihak tersebut dapat melahirkan “lingkup ekonomi yang dinamis.”
Kerja sama Tiongkok dengan negara-negara Teluk dan kawasan lainnya “berlandaskan semangat Inisiatif Belt and Road [BRI],” kata Kristy Tsun-Tzu Hsu, direktur Taiwan ASEAN Studies Center di Chung-Hua Institution for Economic Research, kepada Focus.
BRI adalah proyek Tiongkok untuk membangun infrastruktur global yang akan mempermudah ekspor bahan mentah dari negara-negara miskin ke Tiongkok.
Tiongkok tengah sibuk membangun platform baru melalui kerja sama trilateral yang memberikan fleksibilitas lebih besar bagi negara-negara yang enggan membentuk aliansi formal, ujar Hsu.
Kepentingan Tiongkok
Terkait kerja sama Tiongkok dengan Singapura dan Timor Leste, Hsu mencatat bahwa Tiongkok telah memiliki pengaruh yang cukup besar di Timor Leste.
Kini, dengan menawarkan pelatihan dan pengembangan kapasitas untuk membantu Timor Leste bergabung dengan ASEAN akhir tahun ini, Tiongkok diperkirakan akan semakin memperdalam pengaruhnya di kawasan, ujar Hsu.
“Tiongkok cukup aktif mencari peluang kerja sama untuk memperkuat kepentingannya,” kata Ian Chong, ilmuwan politik dari Universitas Nasional Singapura kepada Focus.
Jenis kerja sama ini mungkin membantu Tiongkok memperluas pengaruhnya, namun tidak semua upaya tersebut akan berhasil, tambahnya.
Organisasi BRICS yang dipimpin Tiongkok menantang Amerika Serikat dengan memperluas pengaruh Tiongkok melalui mekanisme fleksibel yang disebut "Plus", kata Hsu.
BRICS adalah blok perdagangan multinasional yang dinamai berdasarkan anggota awalnya: Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan.
Sebagai contoh, BRICS telah menambah jumlah anggotanya menjadi 10 negara dengan mengizinkan anggota ASEAN seperti Malaysia dan Vietnam bergabung melalui model Plus.
Model ini “memberikan cara baru bagi negara atau perusahaan yang enggan bergabung secara langsung, namun tetap ingin mengakses pasar,” ujar Hsu.