Oleh Focus dan AFP |
Selandia Baru merombak besar-besaran strategi pertahanannya, berencana melipatgandakan pengeluaran militernya pada 2032, dan menandatangani perjanjian kerja sama pertahanan pertamanya dengan Filipina.
Langkah ini mencerminkan kekhawatiran Wellington atas semakin peliknya lanskap keamanan di kawasan Indo-Pasifik, terutama karena tindakan keras Tiongkok.
PM Christopher Luxon meluncurkan Rencana Kapabilitas Pertahanan (DCP) yang telah lama ditunggu pada 7 April, bertekad meningkatkan belanja pertahanan hingga 2% PDB pada tahun fiskal 2032-2033, naik dari 1% lebih sedikit saat ini.
Urgensi pendanaan
"Ketegangan global meningkat cepat, dan Selandia Baru telah masuk ke gelanggang dunia, tetapi anggaran pertahanan kita saat ini terlalu kecil," kata Luxon, menandai perubahan profil pertahanan negara itu yang selalu kecil.
![Foto tak bertanggal menampilkan Seasprite SH2-G milik Angkatan Pertahanan Selandia Baru, yang akan diganti dengan biaya 2 miliar NZD ($1,2 miliar) sebagai bagian belanja militer besar-besaran. [Angkatan Pertahanan Selandia Baru]](/gc9/images/2025/05/07/50295-nz_helicopter-370_237.webp)
![Perdana Menteri Selandia Baru Christopher Luxon (ke-6 dari kiri) berfoto bersama pemimpin ASEAN saat Dialog ASEAN-Selandia Baru ke-32 di Da Nang, Vietnam, pada 9 April. [ASEAN]](/gc9/images/2025/05/07/50296-nz_asean-370_237.webp)
Menteri Pertahanan Judith Collins mengamini urgensi tersebut. "Tidak ada keamanan ekonomi tanpa keamanan nasional," katanya.
DCP menggariskan modernisasi komprehensif Angkatan Pertahanan Selandia Baru, termasuk pembelian persenjataan canggih, keamanan siber, sistem pengawasan, serta pesawat terbang dan helikopter generasi baru.
"Prajurit membutuhkan peralatan dan kondisi yang cocok untuk melakukan tugas mereka," kata Collins.
Salah satu poin penting DCP adalah penggantian helikopter maritim SH-2G(I) Seasprite yang sudah tua. Pengadaan senilai 2 miliar NZD ($1,2 miliar) untuk delapan helikopter baru tersebut, yang diumumkan pada 5 Mei, merupakan salah satu pembelian terbesar negara tersebut akhir-akhir ini.
Collins menyoroti peningkatan kemampuan yang dimiliki oleh aset yang baru.
"Helikopter yang baru, mampu terbang lebih jauh dan membawa muatan lebih banyak, termasuk senjata, personel, dan peralatan -- yang semuanya penting bagi pertahanan guna melindungi Selandia Baru dan rakyatnya," katanya.
Tamu tak diundang
Akuisisi ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas operasional angkatan laut negara itu secara signifikan, mendukung patroli maritim, bantuan bencana, dan operasi gabungan.
Upaya modernisasi melibatkan teknologi militer yang berkembang seperti drone, pengawasan satelit, dan infrastruktur keamanan siber, yang penting untuk menghadapi tantangan pertahanan yang terus berkembang.
Komitmen Selandia Baru untuk memperkuat pertahanan muncul di tengah kian peliknya lingkungan keamanan kawasan Pasifik.
Meskipun para pejabat tidak menyebutkan nama negara tertentu, jelas alasan perubahan strategi ini. DCP menyebut tindakan keras Tiongkok dan pengaruhnya yang kian besar di Pasifik sebagai faktor penting dalam penyusunan strategi Selandia Baru.
Wellington sebelumnya telah menyampaikan keprihatinannya soal tindakan Beijing di Laut Tiongkok Selatan dan aktivitasnya di kepulauan Pasifik.
Dalam wawancara 1News bulan April, Collins mengakui kompleksitas hubungan tersebut. "Dari dahulu sampai sekarang Tiongkok bersahabat baik dengan Selandia Baru," katanya. Namun, dia menyebutkan "kehadirannya yang semakin meningkat, sering kali menggerahkan."
Pengamatan ganda ini memperlihatkan sulitnya Selandia Baru menyeimbangkan hubungan ekonomi dan tuntutan pertahanan.
Kesepakatan strategis
Selain meningkatkan kemampuan militernya, Selandia Baru secara aktif memperkuat kemitraan pertahanan.
Dalam kunjungan Collins ke Manila pada 30 April, pejabat kedua negara menandatangani perjanjian kerja sama pertahanan pertama mereka.
Meskipun bukan perjanjian pertahanan bersama, pakta tersebut memfasilitasi pelatihan militer bersama, pertukaran intelijen, dan kerja sama keamanan maritim antara kedua negara.
Pakta ini merupakan yang terbaru bagi Manila di tengah meningkatnya ketegangan dengan Beijing di Laut Tiongkok Selatan.
Penandatanganan perjanjian pasukan kunjungan -- yang mengizinkan penempatan pasukan di wilayah masing-masing -- oleh Selandia Baru ini mencerminkan keterlibatannya di Asia Tenggara dan komitmennya terhadap stabilitas regional, di lingkungan strategis yang kian "memburuk".
Wellington memandang kawasan ini penting bagi keamanan dan perdagangan, terutama mengingat posisi Selandia Baru di ujung rantai pasokan global.
Asia Tenggara penting bagi stabilitas perdagangan Selandia Baru dan merupakan "bentengnya terhadap konflik”, kata Orson Tan, analis kebijakan Asia-Pasifik, dalam artikel The Interpreter tahun 2024.
Selandia Baru “ikut bahu-membahu”
Pentingnya Asia Tenggara terlihat dalam keterlibatan Wellington dalam prakarsa keamanan regional, termasuk meningkatnya partisipasi dalam latihan angkatan laut multilateral dan misi kemanusiaan bersama ASEAN dalam beberapa tahun terakhir.
Langkah Selandia Baru mencerminkan tren sejumlah negara skala menengah dalam menghadapi peliknya situasi Indo-Pasifik yang tidak stabil dengan kesiapsiagaan dan kemitraan, kata para analis.
Collins menegaskan pandangan ini.
"Meskipun negara kami kecil, namun, tidak berarti kami tidak penting," katanya, menekankan niat Selandia Baru untuk berperan besar meskipun negaranya kecil.
Pergeseran strategi ini menunjukkan komitmen untuk menjaga kedaulatan nasional sekaligus berkontribusi nyata bagi stabilitas regional. Ini menunjukkan, dalam kata-kata Luxon, bahwa Selandia Baru bermaksud “ikut bahu-membahu” di kawasan tersebut.