Oleh AFP dan Focus |
Pihak berwenang Filipina mengatakan pada 25 Februari bahwa mereka menahan dua warga negara Tiongkok atas spionase. Ini insiden terbaru dalam serangkaian penangkapan terkait dugaan mata-mata di tengah meningkatnya konfrontasi antara kedua negara di Laut Tiongkok Selatan yang dipersengketakan.
Pasangan itu diduga membayar tiga kaki tangan Filipino untuk mengantar mereka berkeliling ibu kota Manila sambil menggunakan penangkap International Mobile Subscriber Identity (IMSI), sebuah perangkat yang mampu meniru menara seluler dan menyadap pesan dalam radius 1-3 km.
Menurut NBI, kendaraan yang membawa perangkat beroperasi di dekat lokasi sensitif, termasuk istana kepresidenan, kedutaan besar AS, Camp Aguinaldo, Camp Crame, dan Pangkalan Udara Villamor.
Biro Investigasi Nasional (National Bureau of Investigation, NBI) mengidentifikasi para tersangka asal Tiongkok tersebut sebagai Ni Qinhui dan istrinya Zheng Wei, menurut laporan di situs web Inquirer.net.
Zheng mengakui bahwa Ni memiliki beberapa penangkap IMSI di kondominium mereka dan bahwa dia memang mempekerjakan ketiga tersangka Filipino, tambah laporan tersebut.
Agen NBI Ren Dela Cruz mengatakan kepada para wartawan bahwa “ribuan” data telah dikumpulkan sebelum kelima orang yang terlibat ditangkap dalam sebuah operasi pada hari Kamis (20 Februari).
"Orang-orang ini melakukan kegiatan pengumpulan intelijen secara diam-diam dan tanpa izin, yang menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional," kata Kolonel Xerxes Trinidad, kepala urusan publik militer Filipina, kepada para wartawan.
Spionase dron
Seorang sopir Filipino yang dihadirkan oleh pihak berwenang dalam jumpa pers mengatakan bahwa dia bekerja dengan para pria tersebut sejak Oktober dan dibayar 3.000 peso (sekitar $52) per hari untuk berkeliling ibu kota dengan "kotak itu dalam keadaan aktif."
Seperti halnya dengan enam penangkapan yang dilakukan bulan lalu, petugas menolak untuk mengatakan kepada siapa informasi yang direkam secara elektronik itu ditujukan.
Pada akhir Januari, petugas keamanan setempat mengatakan bahwa mereka menahan lima orang yang diduga mata-mata Tiongkok. Dua di antara mereka ditangkap karena diduga menggunakan dron dan kamera resolusi tinggi bertenaga surya untuk merekam kegiatan di pangkalan AL dan lokasi lainnya.
Sebelumnya pada bulan Januari, polisi menangkap insinyur perangkat lunak asal Tiongkok bernama Deng Yuanqing yang dicurigai memata-matai barak militer dan polisi -- tuduhan yang dibantah oleh Tiongkok.
Kedutaan Besar Tiongkok dan AS tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Kepala Staf militer Filipina, Jenderal Romeo Brawner, bulan lalu mengatakan masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa kegiatan mata-mata tersebut disponsori negara, karena pihak berwenang Filipina belum mengidentifikasi penerima akhir dari intelijen yang dikumpulkan tersebut.
Insiden di Laut Tiongkok Selatan terus meningkat
Spionase ini terjadi setelah adanya serangkaian konfrontasi antara Filipina dan Tiongkok atas terumbu karang dan perairan yang dipersengketakan di Laut Tiongkok Selatan yang strategis.
Tiongkok mengerahkan kapal AL dan penjaga pantai dalam upaya menghalangi Filipina mengakses terumbu karang dan pulau-pulau strategis di Laut Tiongkok Selatan.
Pada bulan Desember, Filipina mengatakan bahwa penjaga pantai Tiongkok menggunakan meriam air dan “menyerempet” kapal departemen perikanan pemerintah.
Selain itu, penjaga pantai Filipina pekan lalu mengatakan bahwa sebuah helikopter AL Tiongkok mendekat "hingga 10 kaki" (tiga meter) dari pesawat pengintai yang membawa jurnalis di atas Beting Scarborough yang dipersengketakan.
Beting Scarborough -- rantai terumbu karang dan bebatuan berbentuk segitiga di Laut Tiongkok Selatan -- menjadi titik panas konflik antara kedua negara sejak Tiongkok merebutnya dari Filipina pada tahun 2012.
Beijing mengklaim sebagian besar jalur perairan strategis itu meskipun putusan internasional menyatakan klaimnya tidak memiliki dasar hukum.