Oleh Angelo Jo Tugado |
Dengan semakin dekatnya pemilihan paruh waktu di Filipina, para analis memperingatkan kemungkinan upaya Tiongkok memengaruhi lanskap politik negara tersebut melalui kampanye media sosial dan dukungan finansial.
Pemilihan umum Filipina tahun 2025 akan diselenggarakan pada 12 Mei.
Beijing mungkin berupaya memperluas pengaruhnya dengan mendukung kandidat yang dianggap menguntungkan kepentingannya serta mempromosikan narasi pro-Tiongkok di media sosial, menurut para pengamat.
Mantan Hakim Mahkamah Agung Antonio Carpio, dalam diskusi pada 17 Februari yang diselenggarakan oleh Stratbase Institute, sebuah kelompok riset di Filipina, memperingatkan bahaya kampanye disinformasi. Dia mencontohkan penghapusan akun troll yang terkait Tiongkok oleh Facebook di masa lalu, menurut Advocates Philippines.
![Foto 13 Februari ini memperlihatkan staf Komisi Pemilihan Umum Filipina mendemonstrasikan cara memverifikasi surat suara kepada para sukarelawan dalam sesi pelatihan. Menjelang pemilu paruh waktu di Filipina, upaya Tiongkok untuk memengaruhi lanskap politik negara itu telah menimbulkan kekhawatiran. [Richard James Mendoza/NurPhoto via AFP]](/gc9/images/2025/03/20/49574-afp__20250213__mendoza-philippi250213_npmyk__v1__highres__philippineselectionballotv-370_237.webp)
“Mereka meluncurkan kampanye media sosial untuk membela politisi tertentu, sekaligus berupaya membuat orang Filipina meragukan klaim kami atas Laut Filipina Barat,” katanya, menggunakan nama Filipina untuk wilayah Laut Tiongkok Selatan yang diklaim oleh Manila.
Tiongkok mengklaim sebagian besar wilayah Laut Tiongkok Selatan meskipun pengadilan internasional memutuskan bahwa klaim tersebut tidak memiliki dasar. Penjaga pantainya telah berulang kali bentrok dengan penjaga pantai Filipina, memicu kekhawatiran akan konflik bersenjata.
Penelitian dari AidData mendukung kekhawatiran Carpio, menunjukkan bahwa Tiongkok telah merekrut influencer media sosial Filipina dan para buzzer untuk mempromosikan narasi pro-Tiongkok.
Kampanye ini sering kali menggambarkan Beijing sebagai mitra kerja sama sambil mengecilkan ketegangan di Laut Filipina Barat, begitu ungkap kelompok peneliti tersebut dalam sebuah penelitian pada bulan September lalu, demikian menurut Philstar.
Reaksi negatif
Meskipun ada upaya Tiongkok, data survei secara konsisten menunjukkan bahwa sebagian besar warga Filipina lebih memilih pemimpin yang memperjuangkan hak kedaulatan negara di Laut Filipina Barat.
Survei pada 7 Maret oleh Social Weather Stations mengungkapkan bahwa 78% orang Filipina mendukung kandidat yang mengambil sikap tegas terhadap tindakan Tiongkok di daerah tersebut.
Sentimen ini sangat kuat di Metro Manila, di mana 87% responden mendukung kandidat tersebut.
Karena kandidat yang terkait dengan pandangan pro-Tiongkok menghadapi penolakan signifikan dari pemilih, beberapa tokoh politik berupaya membangun kembali citra mereka.
Beberapa sekutu mantan presiden Rodrigo Duterte—yang mendapat kritik atas sikap pro-Tiongkoknya—mengubah posisi mereka untuk menekankan pembelaan terhadap kedaulatan Filipina, kata Carpio.
“Sekarang mereka mengenakan kaus bertuliskan ‘Laut Filipina Barat’, seakan mereka dari dulu memperjuangkannya,” ujar Carpio.
"Ini cerita lama," tambah Carpio. "'Sebagian pemimpin, setelah terpilih, tiba-tiba mulai menggemakan narasi Tiongkok."
Konten YouTube pro-Tiongkok sering kali hanya mendapatkan kurang dari 20.000 tayangan. Upaya sebelumnya, seperti video musik Lisang Dagat (Satu Laut) dari kedutaan besar Tiongkok pada 2020, justru memicu reaksi negatif dari publik, menurut laporan AidData.
“Antek Tiongkok”
Ketidakpercayaan yang meluas terhadap Tiongkok telah memengaruhi politik Filipina.
Pada 15 Februari, Presiden Ferdinand Marcos Jr. menegaskan dalam sebuah acara kampanye bahwa tidak ada kandidat dalam koalisi pemerintahannya yang mendukung kebijakan merapat ke Tiongkok.
"Tidak ada [kandidat kami] yang menjadi antek Tiongkok yang bersorak sementara Penjaga Pantai kita diserang dengan meriam air oleh kapal besar Tiongkok," katanya.
Pemerintahan Duterte sebelumnya sangat senang jika Filipina “menjadi provinsi Tiongkok,” katanya.
Sikap keras terhadap Tiongkok dapat menjadi tiket menang pemilu, kata Dennis Coronacion, kepala departemen ilmu politik di Universitas Santo Tomas di Manila, menurut AFP.
"Di masa lalu, kebijakan luar negeri dan masalah Tiongkok tidak pernah menjadi isu pemilu. Jika itu dijadikan isu... menurut saya, dia bisa meraih dukungan dari banyak warga Filipina," katanya, merujuk pada survei yang menunjukkan bahwa kebanyakan warga tidak menyukai Tiongkok.
"Mereka tidak suka dengan perlakuan Tiongkok terhadap kami."