Masyarakat

Akhir suatu era: Partai Demokrat Hong Kong bubarkan diri

Dengan bubarnya partai pro-demokrasi besar yang terakhir, berakhirlah bab kebebasan berpolitik yang dulunya semarak di Hong Kong.

Foto ini yang diambil pada 24 Mei 2020 menampilkan demonstran berunjuk rasa pro-demokrasi menentang Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong. Partai Demokrat, yang dulunya kekuatan oposisi terbesar di kota ini, memilih untuk bubar pada 13 April. [Kwan Wong, Pau/NurPhoto via AFP]
Foto ini yang diambil pada 24 Mei 2020 menampilkan demonstran berunjuk rasa pro-demokrasi menentang Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong. Partai Demokrat, yang dulunya kekuatan oposisi terbesar di kota ini, memilih untuk bubar pada 13 April. [Kwan Wong, Pau/NurPhoto via AFP]

Oleh AFP dan Focus |

HONG KONG -- Di bawah langit mendung, sebuah minibus yang membawa politikus Hong Kong, Emily Lau, melaju di sepanjang jalan pegunungan yang berkelok-kelok menuju Penjara Stanley -- kunjungan yang sudah sangat dikenalnya.

Lau adalah mantan ketua Partai Demokrat yang dulunya kekuatan pro-demokrasi yang tangguh di Hong Kong. Saat dia bersiap untuk mengunjungi mantan pemimpin partai, Albert Ho, yang dipenjara berdasarkan tuduhan keamanan nasional yang dapat membuatnya dipenjara seumur hidup, partainya juga bersiap untuk memudar dari sejarah.

Pada 13 April, Partai Demokrat dengan suara mayoritas memilih untuk melanjutkan rencana pembubaran, setelah menjalani kehidupan politik selama lebih dari tiga dasawarsa. Lebih dari 90% anggota dengan hak suara mendukung usulan yang memberikan komite pusat kewenangan untuk mengambil langkah-langkah menuju pembubaran. Pemungutan suara terakhir diperkirakan akan dilakukan dalam beberapa bulan mendatang.

Keputusan ini, kata ketua partai Lo Kin-hei, mencerminkan "lingkungan politik secara keseluruhan". Meskipun dia tidak menyebutkan Beijing, para veteran partai menyinggung adanya tekanan dan konsekuensi tersirat apabila partai tidak membubarkan diri, menurut laporan Associated Press.

Lo Kin-hei (ki), ketua Partai Demokrat Hong Kong, dan wakil ketua Mok Kin-shing menghadiri konferensi pers setelah rapat anggota di kantor pusat partai pada 13 April. Partai itu memilih untuk melanjutkan rencana pembubaran, sebagaimana diusulkan oleh pimpinan pada bulan Februari. [Peter Parks/AFP]
Lo Kin-hei (ki), ketua Partai Demokrat Hong Kong, dan wakil ketua Mok Kin-shing menghadiri konferensi pers setelah rapat anggota di kantor pusat partai pada 13 April. Partai itu memilih untuk melanjutkan rencana pembubaran, sebagaimana diusulkan oleh pimpinan pada bulan Februari. [Peter Parks/AFP]

Hak pilih universal

Didirikan pada tahun 1994 pada penghujung masa pemerintahan kolonial Inggris, Partai Demokrat muncul dari koalisi kelompok liberal yang berkomitmen terhadap satu prinsip pokok: mencapai hak pilih universal untuk Hong Kong di bawah kerangka "Satu Negara, Dua Sistem".

Para anggota pendiri percaya dengan janji Beijing tentang "warga Hong Kong memerintah Hong Kong". Salah satunya, Lee Wing-tat, mengatakan bahwa idealisme pada akhirnya membuka jalan untuk kekecewaan.

"Dengan bertambahnya usia, saya menyadari semua slogan itu palsu," ucap Lee yang kini tinggal di Inggris. "Namun, sulit untuk menyalahkan pemuda berusia dua puluhan karena bersikap idealis."

Pimpinan awal partai, Szeto Wah dan Martin Lee, mewujudkan citra moderat dan patriotik yang dicuatkan partai.

Szeto, ahli strategi yang berakar pada nilai-nilai tradisional, dan Lee, advokat terkemuka yang dijuluki "Bapak Demokrasi", membantu membentuk kredibilitas dan dukungan awal partai di antara warga Hong Kong.

Kredibilitas itu dulu memungkinkan partai menjaga hubungan kerja dengan Beijing. Pada tahun 2010, Partai Demokrat mengirim tiga perwakilan -- termasuk Lau -- untuk bertemu dengan petugas penghubung Beijing guna membahas reformasi pemilu.

"Itu pertama kali dan terakhir kalinya Beijing memutuskan untuk bernegosiasi dengan kami," Lau mengenangnya kembali. "Kami berkata kepada petugas penghubung, 'Kalian harus terus berbicara dengan kami.' Mereka tidak pernah melakukannya."

Pertemuan itu ternyata memecah belah. Kritisi menuduh partai melakukan kompromi, sementara para anggota yang lebih muda mendorong taktik yang lebih tegas. Ted Hui, yang memenangkan kursi pertamanya pada tahun 2011, mewakili generasi baru aktivis yang menuntut tindakan yang lebih berani.

"Partai ini perlu menjalani perubahan secara menyeluruh, sehingga dapat bergerak selaras dengan masyarakat," ujar Hui. "Kami harus meningkatkan permainan kami."

Pada tahun 2019, ketika unjuk rasa pro-demokrasi mengguncang Hong Kong, Partai Demokrat melihat pesannya bergema kembali, menduduki kursi di dewan lokal lebih dari dua kali lipat.

Namun, momentum itu berumur pendek.

Undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan Beijing pada tahun 2020 mengakhiri dengan mendadak gerakan protes di kota itu dan pengaruh Partai Demokrat.

Pihak berwajib memenjarakan empat anggota parlemen partai, termasuk Ho, atas tuduhan subversi terkait dengan pemilihan suara pendahuluan tidak resmi. Hui melarikan diri ke Australia dan menjadi sasaran buruan polisi.

Tidak dilupakan

Pada tahun 2020, Partai Demokrat tidak menduduki kursi di parlemen setelah para anggotanya mengundurkan diri secara masal sebagai bentuk protes. Tahun berikutnya, mereka dihapus dari dewan daerah.

Ramon Yuen, mantan bendahara partai, mengingat bagaimana pertemuan sederhana pun menjadi mustahil.

"Restoran menolak menjadi tuan rumah bagi acara jamuan makan kami," ujarnya. "Bahkan pertemuan sosial yang normal pun tidak dapat dapat diadakan."

Yuen mendukung suara untuk bubar. "Hong Kong sudah membahas (hak pilih universal) selama bertahun-tahun," katanya, "tetapi sayangnya kita tidak tahu kapan hal itu terwujud."

Partai Demokrat menjadi kelompok tekanan tanpa pejabat publik atau kekuatan politik, beroperasi di kota yang dicengkeram semakin mencekik oleh Beijing. Pembubarannya mengikuti pembubaran Partai Sipil pada tahun 2023, menghadirkan kekosongan oposisi di politik formal.

Bagi Lau, pembubaran partainya lebih dari sekadar kekalahan politk -- ini sinyal hilangnya sesuatu yang lebih besar.

Di luar Penjara Stanley, dia mengatakan bahwa dia terus mengunjungi mantan anggota Demokrat untuk memberi tahu mereka bahwa "mereka tidak dilupakan."

Pembubaran partai, kata Lau, semestinya memaksa masyarakat untuk berpikir.

"Mengapa kami harus bubar? Apa yang terjadi?" ungkapnya. "Itu pertanyaan yang saya ingin warga Hong Kong tanyakan."

Jawabannya mungkin ditemukan di dalam keheningan yang kini menyelimuti salah satu panggung politik paling dinamis di Asia. Yang tersisa adalah kota yang berubah -- bukan lagi Hong Kong yang dikenali penduduknya, atau dunia.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *