Keamanan

Analis: Taiwan mendesak perkuat pengawasan antariksa hadapi ancaman Tiongkok

Strategi invasi Tiongkok berikutnya bisa terjadi di luar angkasa sehingga mendorong seruan agar Taiwan mempercepat pengembangan kemampuan Kesadaran Domain Antariksa (Space Domain Awareness/SDA).

Ilustrasi satelit di orbit menggunakan senjata laser. [Victor Habbick Visions/Science Photo Library via AFP]
Ilustrasi satelit di orbit menggunakan senjata laser. [Victor Habbick Visions/Science Photo Library via AFP]

Oleh Jia Feimao |

Para analis mengatakan, Taiwan harus memanfaatkan kekuatannya dan memperkuat aliansi dengan membangun "perisai antariksa" untuk mendeteksi pelanggaran wilayah abu-abu, karena militerisasi luar angkasa oleh Tiongkok menjadi ancaman yang semakin mendesak.

"Kerja sama yang semakin erat antara Tiongkok dan Rusia di sektor antariksa mengancam keamanan nasional Taiwan," tulis Jason Wang, CEO ingeniSPACE, di Commonwealth Magazine pada 1 Mei.

Ia menjelaskan bahwa pertahanan modern—mulai dari komunikasi, intelijen, hingga serangan jarak jauh—sangat bergantung pada sistem antariksa berskala besar.

Jika Tiongkok menguasai orbit, katanya, hal itu bisa melumpuhkan sistem pertahanan dan infrastruktur vital Taiwan.

Roket CERES-1 milik Tiongkok diluncurkan dari lepas pantai dekat Shandong pada 19 Mei dalam rangka menempatkan empat satelit Tianqi ke orbit. Awalnya digunakan untuk pemantauan laut dan lingkungan, konstelasinya akan diperluas ke tanggap darurat dan aplikasi militer. [Guo Xulei/ Xinhua via AFP]
Roket CERES-1 milik Tiongkok diluncurkan dari lepas pantai dekat Shandong pada 19 Mei dalam rangka menempatkan empat satelit Tianqi ke orbit. Awalnya digunakan untuk pemantauan laut dan lingkungan, konstelasinya akan diperluas ke tanggap darurat dan aplikasi militer. [Guo Xulei/ Xinhua via AFP]

Wang memaparkan beberapa taktik "zona abu-abu" yang mungkin dilakukan Beijing di luar angkasa, seperti menyamarkan satelit berbahaya sebagai puing antariksa, mengarahkan sampah luar angkasa ke satelit penting, melancarkan serangan siber ke stasiun bumi, serta melumpuhkan satelit GPS dan cuaca.

Meski tak sampai menjadi “Pearl Harbor dari luar angkasa,” taktik-taktik ini bisa memutus layanan sipil, memicu kekacauan ekonomi, dan meruntuhkan "kepercayaan publik terhadap pemerintah maupun komitmen sekutu"—yang pada akhirnya melemahkan semangat dan kapasitas pertahanan Taiwan, tulis Wang.

Laporan Quadrennial Defense Review Taiwan yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan Nasional pada 18 Maret juga menyuarakan kekhawatiran serupa.

Militer Tiongkok, menurut laporan itu, dapat menggunakan taktik multi-domain termasuk satelit antariksa sebagai bagian dari strategi berlapis anti-akses/penolakan-area (A2/AD) untuk melumpuhkan dan mengepung Taiwan.

Ancaman yang terus berkembang

Kekhawatiran ini muncul seiring meningkatnya kerja sama antara Rusia dan Tiongkok di bidang antariksa dalam beberapa tahun terakhir.

Dua perjanjian tahun 2022 antara sistem navigasi satelit BeiDou milik Tiongkok dan GLONASS milik Rusia bertujuan membangun kompatibilitas antar sistem yang saling melengkapi, termasuk pendirian stasiun pemantauan darat di wilayah masing-masing.

Langkah-langkah ini ditujukan untuk meningkatkan akurasi dan keandalan kedua sistem, dengan tujuan utama membangun modul navigasi universal dan memperkuat kemampuan penentuan posisi global serta serangan strategis.

Kolaborasi ini dapat memperbesar kapasitas pengumpulan data intelijen dan perang elektronik, menggeser keseimbangan kekuatan di antariksa. Para analis mengatakan, ini bisa mempertajam keunggulan pengintaian Beijing di kawasan Indo-Pasifik, terutama di sekitar Taiwan.

Ambisi luar angkasa Beijing merupakan "kekuatan destabilisasi yang besar" di wilayah yang semakin diperebutkan, kata Kepala Operasi Luar Angkasa Angkatan Luar Angkasa AS, Jenderal B. Chance Saltzman, dalam sidang Kongres pada 3 April.

Jaringan "kill web" Tiongkok yang terdiri dari ratusan satelit merupakan ancaman terbesar di kawasan ini, kata Saltzman kepada POLITICO tanggal 15 Mei, di samping perilaku orbital Rusia yang sembrono.

Kemajuan pesat Tiongkok dalam satelit optik dan radar membuat lokasi militer Taiwan semakin terekspos, ujar Chou Ruo-min dari Institut Riset Pertahanan dan Keamanan Nasional Taiwan dalam wawancaranya dengan Focus.

Kerja sama lebih erat antara Tiongkok dan Rusia dalam satelit militer, senjata anti-satelit, dan teknologi pengindraan luar angkasa meningkatkan kekhawatiran AS atas keamanan konstelasi satelit dan sistem pengawasan globalnya, tambah Chou.

Bagi Taiwan, yang sangat bergantung pada data satelit dari AS dan sekutunya untuk komunikasi, navigasi, meteorologi, dan pengamatan Bumi, ancaman ini terasa sangat nyata.

Menghadapi Tiongkok

Untuk menghadapi aktivitas canggih Tiongkok di orbit, Taiwan perlu segera membangun "perisai antariksa" yang kokoh—yakni kemampuan Kesadaran Domain Antariksa (SDA) yang andal, tulis CEO ingeniSPACE, Wang.

Dengan memanfaatkan keunggulannya dalam bidang semikonduktor dan komputasi, Taiwan seharusnya bekerja sama dengan negara sekutu seperti Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat untuk memperkuat jaringan pemantauan dan membangun kapasitas analitik menggunakan teknologi canggih, demi mendeteksi, mencegah, dan menanggapi ancaman sebelum meluas, tambahnya.

Menurut Chou, Taiwan tidak sepenuhnya tak berdaya.

"Keunggulan terbesar Taiwan untuk bergabung dalam sistem SDA yang dipimpin AS adalah lokasinya yang sangat strategis," kata Chou. Berada di jantung rantai pulau pertama di Pasifik Barat, Taiwan bisa menjadi pos pengamatan garis depan bagi mitra seperti AS dan Jepang.

Kemampuan Taiwan yang diakui dunia dalam semikonduktor dan sistem radar memberikan fondasi kuat bagi teknologi utama seperti pelacakan radar darat, pemrosesan sinyal, dan algoritma identifikasi otomatis, jelasnya.

Namun, Chou menjelaskan bahwa saat ini Taiwan masih belum memiliki kapasitas SDA secara mandiri, karena keterbatasan peralatan observasi berskala besar, belum adanya sistem independen, dan anggaran pertahanan yang lebih banyak dialokasikan untuk sektor militer tradisional dibandingkan luar angkasa.

Untuk menutup celah ini, Chou menyarankan pembentukan kerangka kerja sama SDA regional bersama AS dan Jepang—yang menggabungkan berbagi data militer-sipil, kemitraan radar komersial, dan inovasi pemantauan dalam negeri guna memperkuat respons otonom dan posisi pertahanan Taiwan.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *