Oleh AFP |
HSINCHU, Taiwan -- Kepala badan antariksa Taiwan, Wu Jong-shinn, mengatakan "waktu semakin menipis" bagi pulau demokratis ini untuk meluncurkan satelitnya sendiri guna mengamankan layanan internet dan telepon selama potensi konflik dengan Tiongkok.
Taiwan terus berada di bawah bayang-bayang ancaman invasi dari Beijing, yang mengklaim pulau ini sebagai bagian dari wilayahnya dan, dalam beberapa tahun terakhir, telah meningkatkan tekanan militer.
Taiwan membutuhkan 150 satelit orbit rendah (LEO) miliknya sendiri untuk "mempertahankan komunikasi dasar" apabila kabel telekomunikasi bawah laut yang menghubungkan pulau ini dengan dunia rusak atau terputus, kata Wu kepada AFP dalam sebuah wawancara.
Saat ini, Taiwan tidak memiliki satelit semacam itu.
![Taiwan meningkatkan kapasitas internet satelit sebagai perlindungan jika terjadi serangan Tiongkok. Foto yang diambil pada 19 November 2019 menunjukkan para insinyur Thales Alenia Space sedang mengerjakan satelit KONNECT milik Eutelsat di Cannes, Prancis. [Yann Coatsaliou/AFP]](/gc9/images/2025/09/24/52092-afp__20191119__1me4ir__v1__highres__francetechnologysatelliteinternet__1_-370_237.webp)

"Kami perlu mengembangkan teknologi sendiri. Namun, seperti yang Anda tahu... waktu semakin menipis," kata Wu, direktur jenderal Badan Antariksa Taiwan.
"Kami perlu mempercepatnya."
Pemerintah Taiwan sudah melihat apa yang terjadi ketika kabel bawah laut terputus.
Pada Februari 2023, dua jalur telekomunikasi yang melayani kepulauan Matsu di Taiwan terputus, mengganggu komunikasi selama berminggu-minggu.
Taiwan berencana meluncurkan satelit LEO pertama dari enam satelit yang akan mengorbit 600 km di atas bumi pada 2027 sebagai bagian dari program Beyond 5G LEO Satellite.
Pejabat AS sebelumnya menyebut tahun 2027 sebagai kemungkinan waktu bagi Tiongkok untuk melakukan invasi ke Taiwan.
Mitra global
Sementara itu, Chunghwa Telecom Taiwan membuat kesepakatan dengan perusahaan satelit di seluruh dunia untuk menyediakan jaringan telekomunikasi cadangan bagi pulau ini jika terjadi perang atau bencana alam.
Taiwan telah menandatangani kesepakatan senilai jutaan dolar dengan perusahaan Eropa, Eutelsat, operator satelit LEO terbesar kedua di dunia.
Eutelsat memiliki lebih dari 600 satelit, setelah merger dengan perusahaan OneWeb asal Inggris pada tahun 2023.
"Kami sedang mengembangkan teknologi sendiri… memang membutuhkan waktu, tetapi kami bisa memanfaatkan sumber daya komersial untuk membangun ketahanan komunikasi ini," kata Wu.
Satelit Eutelsat saja tidak cukup dan dibutuhkan penyedia lain, katanya.
Taiwan bekerja sama dengan perusahaan Astranis dari AS dan SES dari Luksemburg, dan sedang berunding dengan Kuiper milik Amazon serta Telesat dari Kanada.
Sistem satelit Eutelsat dilaporkan digunakan untuk pertama kalinya dalam bencana di Taiwan tahun 2024 ketika gempa bumi berkekuatan 7,4 SR mengguncang pantai timur dan memutus jalur komunikasi.
"Kita tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak"
Taiwan tertinggal jauh dibandingkan program antariksa AS dan Tiongkok.
Kedua kekuatan besar yang bersaing itu telah menghabiskan miliaran dolar untuk mengirim astronot ke orbit dan meluncurkan ribuan satelit.
Taiwan saat ini memiliki tujuh satelit meteorologi dan satu satelit penginderaan jarak jauh optik di orbit, dan menargetkan memiliki lebih dari 20 satelit sekitar tahun 2031, kata Wu.
Taiwan berencana meluncurkan satelit penginderaan jarak jauh optik kedua pada bulan November dari Vandenberg Space Force Base di California menggunakan roket SpaceX.
Taiwan akan memiliki roket dan situs peluncuran sendiri dalam sepuluh tahun ke depan, kata Wu.
Namun, dalam hal satelit komunikasi, beberapa pihak mempertanyakan apakah masuk akal secara ekonomi bagi sebuah negara untuk mengembangkan jaringan sendiri ketika opsi komersial sudah tersedia.
"Agar berhasil, dibutuhkan banyak satelit di orbit rendah untuk memastikan cakupan yang terus-menerus," kata Brad Tucker, astrofisikawan dan kosmolog dari Australian National University.
"Anda harus berkomitmen pada operasi jangka panjang ini, sekaligus menjaganya. Starlink berhasil karena mereka menurunkan satelit lama setiap tiga tahun dan meluncurkan satelit baru."
Akan berbahaya bagi Taiwan hanya mengandalkan operator satelit asing untuk sinyal telepon dan internet selama perang, kata analis Taiwan Cathy Fang.
Taiwan telah belajar dari pengalaman Ukraina, di mana Starlink menjadi alat komunikasi penting bagi pasukan Ukraina dalam melawan tentara Moskow.
CEO Starlink, Elon Musk, mengakui telah memblokir serangan Ukraina terhadap kapal perang Rusia dengan mematikan akses internet ke sistem itu.
"Kita tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak," kata Fang, analis kebijakan di Research Institute for Democracy, Society and Emerging Technology yang didukung pemerintah, kepada AFP.
"Kita perlu mengembangkan industri kita sendiri."