Keamanan

Tiongkok gagal menggalang dukungan negara-negara Pasifik terkait Taiwan

Dalam KTT regional, Beijing tegaskan penolakannya terhadap kemerdekaan Taiwan, tetapi tidak berhasil menggalang dukungan untuk agenda reunifikasi.

Menlu Tiongkok Wang Yi ikut memimpin Pertemuan Menteri Luar Negeri Tiongkok dan Negara-Negara Kepulauan Pasifik ke-3 yang berlangsung di Xiamen, Tiongkok, pada 28 Mei.[Ding Lin/Xinhua via AFP]
Menlu Tiongkok Wang Yi ikut memimpin Pertemuan Menteri Luar Negeri Tiongkok dan Negara-Negara Kepulauan Pasifik ke-3 yang berlangsung di Xiamen, Tiongkok, pada 28 Mei.[Ding Lin/Xinhua via AFP]

Oleh Jarvis Lee |

Upaya Beijing menancapkan kuku di negara-negara kepulauan Pasifik mengalami beberapa hambatan.

Tiongkok menjadi tuan rumah "Pertemuan Menteri Luar Negeri Tiongkok—Negara-Negara Kepulauan Pasifik" di Xiamen pada akhir Mei, dengan mengundang para menteri luar negeri dan perwakilan dari 11 negara kepulauan Pasifik sebagai bagian dari upaya memperluas pengaruhnya di kawasan Pasifik Selatan.

Pernyataan bersama yang dirilis usai pertemuan menegaskan kembali prinsip "Satu Tiongkok," tetapi tidak secara jelas menyatakan dukungan terhadap "reunifikasi nasional" yang menjadi tujuan Beijing.

Pernyataan yang dikeluarkan Tiongkok menegaskan seluruh negara peserta "mengakui hanya ada satu Tiongkok di dunia, bahwa Taiwan merupakan bagian tak terpisahkan dari wilayah Tiongkok, dan Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok adalah satu-satunya pemerintahan sah yang mewakili seluruh Tiongkok."

Google Maps menampilkan Pelabuhan Luganville di Vanuatu, yang diperluas dengan pinjaman sebesar 541,9 juta yuan (setara US$75,6 juta) dari China Eximbank — cukup besar untuk disandari kapal perang, memicu kekhawatiran kalau-kalau dipakai untuk tujuan militer. [Dr. Domingo I-Kwei Yang/Google Earth]
Google Maps menampilkan Pelabuhan Luganville di Vanuatu, yang diperluas dengan pinjaman sebesar 541,9 juta yuan (setara US$75,6 juta) dari China Eximbank — cukup besar untuk disandari kapal perang, memicu kekhawatiran kalau-kalau dipakai untuk tujuan militer. [Dr. Domingo I-Kwei Yang/Google Earth]
Dalam dua dasawarsa terakhir, Tiongkok memperbesar dan memodernkan infrastruktur pelabuhan di seluruh Pasifik Selatan. Proyek utamanya mencakup infrastruktur di Papua Nugini, Vanuatu, dan Samoa seperti dalam gambar, serta pekerjaan infrastruktur di Australia. [Dari data yang dikumpulkan Dr. Domingo I-Kwei Yang]
Dalam dua dasawarsa terakhir, Tiongkok memperbesar dan memodernkan infrastruktur pelabuhan di seluruh Pasifik Selatan. Proyek utamanya mencakup infrastruktur di Papua Nugini, Vanuatu, dan Samoa seperti dalam gambar, serta pekerjaan infrastruktur di Australia. [Dari data yang dikumpulkan Dr. Domingo I-Kwei Yang]

Ditekankan bahwa Tiongkok "tegas menolak kemerdekaan Taiwan dalam segala bentuk dan berkomitmen mewujudkan reunifikasi nasional," serta mengklaim sikap itu "dipahami dan didukung dalam KTT itu."

Pernyataan bersama tahun ini menandai perubahan signifikan dibandingkan sebelumnya, yang tidak menyebut Taiwan secara eksplisit.

“Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pernyataan tersebut memberikan perhatian besar pada isu Taiwan, termasuk penggunaan bahasa yang lebih tegas mengenai reunifikasi nasional,” kata Anna Powles, profesor madya di Center for Defense and Security Studies, Massey University, Selandia Baru, kepada Australian Broadcasting Corporation tanggal 29 Mei.

Namun, dia mencatat sikap yang diambil oleh negara-negara kepulauan Pasifik tetap "ambigu" karena mereka hanya menyatakan "pemahaman dan dukungan" tanpa memberikan dukungan eksplisit terhadap reunifikasi.

Palau, Tuvalu, dan Kepulauan Marshall, yang semuanya menjalin hubungan diplomatik dengan Taiwan, tidak menghadiri pertemuan tersebut.

Kendati Tiongkok berharap dapat mempererat kerja sama dalam pelatihan kepolisian dan dialog keamanan dengan negara-negara di Pasifik Selatan, beberapa negara peserta tampak berhati-hati menyikapi hal ini.

Tiongkok "terus memosisikan dirinya sebagai mitra alternatif dalam bidang keamanan dan kepolisian bagi negara-negara kepulauan Pasifik,” ujar Powles.

"Namun, masih belum jelas seberapa luas dukungan negara Pasifik, di luar Kepulauan Solomon dan Kiribati,” ujarnya, seraya menambahkan, “tiga dialog tingkat menteri soal kepolisian dan penegakan hukum telah digelar, tetapi sejauh ini belum ada hasil nyata di kawasan itu."

Sementara itu, Melanesian Spearhead Group yang terdiri dari Kepulauan Solomon, Papua Nugini, Vanuatu, dan Fiji menunda pengesahan strategi keamanan bersama pertamanya, lapor Reuters pada 26 Juni.

Strategi tersebut kabarnya mempertimbangkan Tiongkok sebagai mitra potensial dalam bidang keamanan.

Perbedaan pandangan terkait Taiwan dan sikap anggota yang beragam mempersulit proses negosiasi. Mengingat upaya Beijing mendekati kelompok ini serta mendanai pendirian markas besarnya di Vanuatu, penundaan tersebut memunculkan keraguan tentang seberapa jauh jangkauan pengaruh Tiongkok.

Nilai strategis

Sebagian besar negara di Pasifik Selatan merupakan negara kecil dengan skala ekonomi terbatas; hanya Papua Nugini yang memiliki jumlah penduduk lebih dari satu juta jiwa.

Meskipun demikian, kawasan ini tetap memiliki nilai strategis yang besar bagi Beijing.

Perairannya meliputi jalur pelayaran penting, rute kabel bawah laut, pelabuhan laut dalam, serta dasar laut yang berpotensi kaya sumber daya alam.

Jika konflik pecah antara Tiongkok dan Amerika Serikat, atau antara Tiongkok dan Australia, Pasifik Selatan bisa menjadi medan yang strategis.

Dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok secara aktif meningkatkan kehadirannya di Pasifik Selatan.

Pada bulan Februari, Tiongkok menggelar latihan perang laut menggunakan amunisi asli di sekitar Australia dan Laut Tasman, mengunjukkan kekuatan militernya di kawasan tersebut.

Secara bersamaan, Tiongkok juga terus mempererat hubungan bilateral di kawasan tersebut. Misalnya, pada Februari, Beijing menandatangani kemitraan strategis komprehensif dengan Kepulauan Cook — langkah yang membuat khawatir mitra tradisionalnya seperti Australia dan Selandia Baru.

Tiongkok juga membangun puluhan pelabuhan laut, bandara, dan fasilitas komunikasi di seluruh Pasifik Selatan yang berpotensi menjadi “simpul strategis” operasi militer, menurut sebuah studi pada bulan April yang dilakukan Small States and the New Security Environment, sebuah inisiatif riset internasional.

Membentang sekitar 5.000 km dari Papua Nugini hingga Samoa -- hanya 65 km dari Samoa Amerika -- semua lokasi ini membentuk “rangkaian titik strategis” atau jaringan fasilitas penting.

Menurut laporan tersebut, jika terjadi konflik di masa depan, fasilitas-fasilitas ini dapat menjadi benteng dalam perebutan pengaruh antara Tiongkok dengan Amerika Serikat dan sekutunya.

Dalam laporan Newsweek bulan April yang terbit lebih dulu, Domingo I-Kwei Yang, penulis studi tersebut sekaligus asisten peneliti di INDSR Taiwan, mencatat Tiongkok memanfaatkan investasi luar negeri dan Belt and Road Initiative (BRI) untuk memperluas pengaruh militernya.

BRI adalah proyek Tiongkok untuk membangun infrastruktur global yang memungkinkan negara-negara miskin mengekspor bahan mentah ke Tiongkok.

Misalnya, Tiongkok merenovasi Pelabuhan Luganville di Vanuatu, hingga bisa disandari kapal perang.

Semua fasilitas itu -- baik dermaga, pelabuhan perikanan, hub penerbangan, maupun pusat data -- berpotensi menjadi pos penting bagi tentara Tiongkok, memperluas jangkauan strategis Tiongkok ke kawasan Pasifik.

Diplomasi bantuan

Di samping ekspansi militer dan infrastruktur, Beijing juga memperkuat pengaruhnya di kawasan itu melalui proyek BRI dan diplomasi bantuan.

Dalam lima tahun terakhir, Tiongkok berhasil membuat beberapa sekutu diplomatik Taiwan di kawasan itu merapat ke Beijing, termasuk Nauru, Kepulauan Solomon, dan Kiribati.

Pada pertemuan menteri luar negeri terakhir, Tiongkok kembali memanfaatkan platform multilateral untuk memperkuat pengaruhnya di kawasan itu.

Pertemuan itu mengumumkan peluncuran mekanisme baru untuk mendukung manajemen bencana di kawasan itu, serta rencana promosi 100 proyek "kecil tapi cerdas" selama tiga tahun ke depan sebagai bagian dari kerangka kerja BRI terbaru.

Tiongkok berjanji akan menginvestasikan US$2 juta dolar di bidang energi bersih dan sektor lainnya untuk membantu negara-negara kepulauan menghadapi tantangan iklim.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *