Hak Asasi Manusia

Tiongkok tahan pendeta Gereja Zion dalam operasi penegakan hukum

Lebih dari 30 pendeta, pengkhotbah, dan jemaat ditahan atau dilaporkan hilang di seluruh negeri.

Foto tanpa tanggal ini menunjukkan Pendeta Jin Mingri di Tiongkok memimpin ibadah Perjamuan Kudus di Gereja Zion. Pendeta Jin, pendiri gereja yang tidak terdaftar secara resmi, baru-baru ini ditangkap dalam penindakan nasional terhadap kelompok keagamaan bawah tanah di Tiongkok. [Gereja Zion]
Foto tanpa tanggal ini menunjukkan Pendeta Jin Mingri di Tiongkok memimpin ibadah Perjamuan Kudus di Gereja Zion. Pendeta Jin, pendiri gereja yang tidak terdaftar secara resmi, baru-baru ini ditangkap dalam penindakan nasional terhadap kelompok keagamaan bawah tanah di Tiongkok. [Gereja Zion]

Oleh AFP dan Focus |

Otoritas Tiongkok baru-baru ini melancarkan penindakan besar-besaran secara nasional yang menargetkan Gereja Zion, gereja yang tidak terdaftar secara resmi. Lebih dari 30 pendeta, pengkhotbah, dan jemaat dilaporkan ditahan atau hilang. Pihak berwenang juga telah menyegel properti gereja dan menyita sejumlah aset milik gereja tersebut.

Ini merupakan penindakan terbesar terhadap komunitas Kristen di Tiongkok sejak penggerebekan Gereja Perjanjian Hujan Awal (Early Rain Covenant Church) di Chengdu, Provinsi Sichuan, pada tahun 2018

Jin Mingri, yang juga dikenal sebagai Pendeta Ezra dan merupakan pendiri Gereja Zion, ditangkap di rumahnya di wilayah Guangxi pada 10 Oktober. Ia termasuk di antara sedikitnya tujuh pendeta yang kemungkinan akan menghadapi dakwaan pidana atas tuduhan “penyebaran informasi keagamaan secara ilegal melalui internet,” menurut pernyataan gereja. Surat penahanannya, yang telah diverifikasi oleh AFP, menyebutkan "dugaan penyalahgunaan jaringan informasi secara ilegal.”

Polisi melakukan penggerebekan di malam hari dan menahan sejumlah anggota serta pemimpin Gereja Zion di beberapa kota, termasuk Beijing. Mereka menggeledah rumah-rumah dan menyita komputer serta ponsel. Putri Jin, Grace Jin, mengatakan: "Ini adalah serangan terang-terangan terhadap kebebasan beragama."

Foto ini menunjukkan surat penahanan dari Biro Keamanan Publik Beihai di wilayah Guangxi, Tiongkok, yang mengonfirmasi penangkapan Pendeta Jin Mingri pada 12 Oktober atas tuduhan "penyalahgunaan jaringan informasi secara ilegal." [Doa untuk Gereja Zion Beijing/Facebook]
Foto ini menunjukkan surat penahanan dari Biro Keamanan Publik Beihai di wilayah Guangxi, Tiongkok, yang mengonfirmasi penangkapan Pendeta Jin Mingri pada 12 Oktober atas tuduhan "penyalahgunaan jaringan informasi secara ilegal." [Doa untuk Gereja Zion Beijing/Facebook]

Gelombang penangkapan nasional

Sejak 9 Oktober, penangkapan telah dilakukan di Shanghai dan Beijing; wilayah Guangxi; serta provinsi Zhejiang, Shandong, Sichuan, dan Henan.

Polisi telah membebaskan empat orang. Di Beihai, wilayah Guangxi, pada 13 Oktober polisi menghalangi pengacara untuk mengunjungi para tahanan. Hingga kini belum jelas apakah para pengacara tersebut sudah diperbolehkan menemui para tahanan atau belum.

“Kami bukan kriminal; kami hanya orang Kristen,” kata Sean Long, pendeta Zion di Amerika Serikat. “Kami berdoa agar yang terbaik terjadi, tetapi kami harus bersiap menghadapi yang terburuk.”

Didirikan oleh Jin pada tahun 2007 di Beijing, Gereja Zion berkembang hingga memiliki sekitar 1.500 anggota sebelum ditutup oleh pihak berwenang pada tahun 2018. Meski demikian, kegiatan gereja tetap berlanjut secara daring melalui layanan Zoom dan pertemuan kecil secara langsung di 40 kota, yang kemungkinan memicu ketegangan baru dengan pemerintah.

“Cepat atau lambat, otoritas akan meningkatkan upaya penertiban terhadap aktivitas Gereja Zion. Dan rupanya tahun 2025, tahun ini, adalah saatnya,” kata Long.

Ini merupakan aksi terbaru dari kampanye yang lebih luas yang menargetkan gereja rumah.

Pada Mei lalu, polisi menahan Pendeta Gao Quanfu dari Gereja Cahaya Zion atas tuduhan "menggunakan aktivitas takhayul untuk merintangi proses hukum."

Pada Juni lalu, pihak berwenang memenjarakan anggota Gereja Golden Lampstand atas tuduhan penipuan, dan pengadilan menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara kepada Pendeta Yang Rongli.

Amerika Serikat pada 12 Oktober mengecam penindakan tersebut dan menuntut pembebasan para tahanan. "Penindakan ini semakin menunjukkan bagaimana Partai Komunis Tiongkok (PKT) memusuhi kaum Kristen yang menolak campur tangan Partai dalam keyakinan mereka dan memilih beribadah di gereja rumah yang tidak terdaftar," ujar Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio.

Janji palsu dari Beijing

Meski konstitusi Tiongkok menjamin kebebasan beragama, dalam praktiknya, negara mengontrol ketat aktivitas ibadah.

Umat Kristen harus memilih antara gereja yang disahkan negara dengan pesan-pesan Partai Komunis Tiongkok (PKT) atau gereja bawah tanah seperti Zion. Pada tahun 2022, Tiongkok melarang konten keagamaan daring tanpa izin resmi. Pada September lalu, regulasi baru semakin melarang khotbah melalui siaran langsung, video pendek, pertemuan daring, atau WeChat.

Saat ditanya mengenai penahanan tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lin Jian, mengatakan, "Saya tidak familier dengan situasi yang Anda sebutkan," dan menambahkan, "Kami dengan tegas menolak Amerika Serikat untuk turut campur urusan dalam negeri Tiongkok dengan dalih isu agama."

Grace Jin dan ibunya, yang berdomisili di Amerika Serikat, belum mendapat kabar dari Jin sejak 10 Oktober. “Dalam benak saya, kami sudah membayangkan skenario ini sejak saya kecil,” ujarnya.

“Menjadi penganut agama Kristen di Tiongkok, saya rasa kita sudah tahu hal seperti ini bisa saja terjadi,” ujarnya.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *