Oleh Jia Feimao |
Hari libur nasional di Taiwan, yang statusnya berubah-ubah selama bertahun-tahun, kini menjadi ajang perang retorika politik antara Tiongkok dan pemerintahan demokratis di pulau itu.
Pada tahun 2025, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) memperingati ulang tahun ke-80 penyerahan kembali Taiwan dari Jepang dengan upacara besar-besaran.
Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional (NPC) pada 24 Oktober menetapkan 25 Oktober sebagai "Hari Peringatan Restorasi Taiwan."
Pada tahun 1945, Republik Tiongkok (RT), yang menjadi salah satu pemenang PD II, mengambil alih pulau itu dari Jepang.
![Pada 25 Oktober, yang oleh Tiongkok ditetapkan sebagai "Hari Peringatan Restorasi Taiwan," media pemerintah Tiongkok merilis citra satelit Jilin-1 yang menampilkan infrastruktur penting Taiwan, termasuk jembatan dan pelabuhan utama. [Satelit Jilin-1/Weibo]](/gc9/images/2025/11/10/52732-jilin-1_2-370_237.webp)
Empat tahun kemudian, RT kalah dalam perang saudara Tiongkok dan memindahkan pusat kekuasaannya ke Taiwan.
Jubir Kantor Urusan Taiwan RRT Chen Binhua menyebut keputusan Komite Tetap NPC sebagai langkah besar untuk menjaga "fakta sejarah" dan "kejayaan nasional," menurut Xinhua.
Pada hari itu akan diadakan pelbagai acara peringatan serta peluncuran pendidikan sejarah perjuangan terkait Taiwan, tambahnya.
Pengumuman itu segera menimbulkan kegemparan di Taiwan, yang telah lama menetapkan 25 Oktober sebagai hari libur nasional.
RRT belum ada pada tahun 1945 dan hari itu tidak ada hubungannya dengan RRT maupun Partai Komunis Tiongkok, yang tidak memiliki andil dalam perang melawan Jepang, demikian pernyataan Dewan Urusan Daratan Taiwan yang mengurusi hubungan dengan RRT.
Partai Komunis Tiongkok tidak pernah memerintah Taiwan, tetapi menganggapnya sebagai provinsi yang memisahkan diri.
"Strategi perang hukum" Tiongkok
Akademisi mengatakan penetapan hari peringatan itu adalah bagian dari "strategi perang hukum" Beijing -- penyalahgunaan hukum atau lembaga hukum untuk mencapai tujuan politik -- terhadap Taiwan.
Dengan menetapkan hari peringatan itu, Beijing bermaksud untuk secara hukum menegaskan "Taiwan adalah bagian Tiongkok," ujar Wang Hsin-hsien, profesor jurusan Asia Timur di National Chengchi University di Taipei, kepada Kantor Berita CNA Taiwan.
Dia menyebutnya sebagai langkah nyata dalam upaya Tiongkok menuju "penyatuan kembali" dengan Taiwan dengan tujuan jangka panjang mewujudkan "kebangkitan besar bangsa Tionghoa" pada tahun 2049.
Tindakan itu terutama untuk propaganda domestik Tiongkok, kata Hung Yao-nan, asisten profesor diplomasi dan hubungan internasional di Tamkang University, Kota Taipei Baru, kepada CNA.
Dia menduga dampaknya di tingkat internasional akan terbatas.
Propaganda Tiongkok
Bagi rakyat Tiongkok, langkah NPC mengirimkan tiga sinyal: "peningkatan yurisdiksi atas Taiwan," "proses reunifikasi yang lebih nyata," dan "tren penguatan bersama" di Selat Taiwan, kata media sosial Yuyuan Tantan yang berafiliasi dengan China Central Television (CCTV).
Beijing meningkatkan upaya "pendidikan patriotik" terkait Taiwan. CCTV baru-baru ini menayangkan film dokumenter enam episode, "Restorasi Tanah Air", yang akan mengungkapkan "eksploitasi dan penindasan kejam" Jepang terhadap Taiwan pada masa kolonial (1895-1945).
Intimidasi militer
Sementara dinas urusan Taiwan di Beijing melancarkan serangan hukum, PLA justru menggunakan pesan militer yang bernada mengancam. Pada 25 Oktober, media pemerintah Tiongkok merilis citra jalanan Taiwan yang ditangkap satelit Jilin 1, yang menampilkan lokasi strategis penting seperti Pelabuhan Taipei dan Taman Sains Hsinchu.
Citra satelit tersebut memiliki resolusi hingga tingkat sentimeter dan berpotensi digunakan dalam perang perkotaan di masa depan, kata Chang Yen-ting, mantan wakil komandan AU Taiwan, dalam sebuah program daring.
Jelas niatnya untuk mengintimidasi Taiwan, tambahnya.
Regu pesawat pengebom H-6K Tiongkok baru-baru ini terbang di dekat Taiwan untuk latihan konfrontasi, lapor CCTV Defense and Military Channel pada 26 Oktober. Latihan itu menguji kemampuan intai, peringatan dini, blokade udara, dan serangan presisi, dengan beberapa pesawat tempur J-10 terbang ke wilayah udara target, demikian menurut siaran itu.
Kendati laporan itu tidak memerinci waktu atau skala latihan, Kemenhan Taiwan mengatakan pada 17 Oktober, PLA mengirimkan sejumlah pesawat dalam "patroli kesiapan tempur gabungan" untuk mengganggu Taiwan, dengan 17 sortie melintasi garis median dan perpanjangannya di Selat Taiwan.
Hari libur nasional yang statusnya berubah-ubah selama bertahun-tahun
Langkah Tiongkok memanfaatkan 25 Oktober untuk melemahkan kehadiran Taiwan di kancah internasional muncul setelah perdebatan selama puluhan tahun di Taiwan mengenai makna dan peringatan hari tersebut.
Dari tahun 1946 hingga 2000, 25 Oktober adalah hari libur nasional di Taiwan, “Hari Kembalinya Taiwan.” Dari tahun 2001 hingga 2025, hari itu hanya bersifat peringatan, tanpa berdampak pada penutupan sekolah atau tempat kerja.
Tanggal itu menjadi hari libur nasional lagi pada tahun 2026. Pada bulan Mei, parlemen Taiwan, yang dikuasai koalisi pro-Beijing, memberikan suara untuk mengembalikan status hari itu seperti sedia kala. Mulai berlaku tahun depan.
![Upacara di Taipei, Taiwan, menandai kembalinya Taiwan ketika Republik Tiongkok (RT) menerima penyerahan Jepang dan mengambil alih pemerintahan pada 25 Oktober 1945. [Wikipedia]](/gc9/images/2025/11/10/52731-10-25-370_237.webp)