Oleh Focus dan AFP |
TOKYO — Kapal-kapal Jepang dan Tiongkok kembali terlibat ketegangan di laut, saling berhadapan di sekitar Kepulauan Senkaku yang disengketakan pada 2 Desember, menurut otoritas penjaga pantai kedua negara, seiring meningkatnya ketegangan di jalur diplomatik.
Tiongkok menyebut pulau-pulau tersebut sebagai Kepulauan Diaoyu. Jepang mengelola kepulauan itu dan menyebutnya sebagai wilayahnya, tetapi Beijing dan Taipei sama-sama mengklaimnya.
Ketegangan antara Tiongkok dan Jepang meningkat sejak November, ketika Perdana Menteri baru Jepang, Sanae Takaichi, menyiratkan Tokyo dapat melakukan intervensi militer jika terjadi serangan Tiongkok terhadap Taiwan.
Tiongkok mengklaim Taiwan, yang memiliki pemerintahan sendiri, sebagai bagian dari wilayahnya dan tidak menutup kemungkinan menggunakan kekuatan untuk membawa pulau itu di bawah kendalinya.
![Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi (tengah) berbicara di Tokyo pada 26 November saat debat parlemen, di mana hubungan Jepang-Tiongkok yang memburuk seusai komentarnya perihal Taiwan menjadi fokus utama. [Kazuhiro Nogi/AFP]](/gc9/images/2025/12/02/52986-afp__20251126__868f7ke__v1__highres__japanpolitics-370_237.webp)
Mengancam kapal nelayan Jepang
Dalam insiden terbaru, kapal-kapal Penjaga Pantai Tiongkok (China Coast Guard/CCG) mendekati sebuah kapal nelayan Jepang, sehingga kapal patroli Jepang memerintahkan mereka untuk meninggalkan wilayah tersebut, menurut Penjaga Pantai Jepang.
“Aktivitas kapal Penjaga Pantai Tiongkok yang berlayar di perairan teritorial Jepang di sekitar Kepulauan Senkaku sambil menegaskan klaim mereka sendiri pada dasarnya melanggar hukum internasional,” kata Penjaga Pantai Jepang, seraya menambahkan bahwa dua kapal Tiongkok tersebut, bersama sejumlah kapal lainnya, tetap berada di perairan sekitar.
Juru bicara CCG, Liu Dejun, memberikan versi yang sangat berbeda, dengan mengatakan sebuah kapal nelayan Jepang telah “secara ilegal memasuki perairan teritorial Tiongkok.”
Eskalasi terbaru ini menyusul sebuah insiden pada 16 November di perairan yang sama, di mana kapal-kapal bersenjata Tiongkok mengabaikan perintah Jepang untuk mundur, dengan Beijing saat itu membela patroli tersebut sebagai tindakan yang sah.
Benturan maritim terbaru ini bertepatan dengan meningkatnya tekanan politik dan diplomatik Beijing terhadap Tokyo setelah Takaichi menyampaikan pernyataannya mengenai Taiwan. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lin Jian, pada 1 Desember mengecam Jepang karena menegaskan klaimnya atas pulau-pulau tersebut di Museum Nasional Wilayah dan Kedaulatan.
Gejolak di PBB
Gesekan maritim ini berjalan seiring dengan pertukaran pernyataan yang kian memanas di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Duta Besar Tiongkok untuk PBB, Fu Cong, menulis kepada Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, pada 2 Desember, mendesak Tokyo untuk berhenti “mengalihkan tanggung jawab” atas perselisihan yang dipicu oleh pernyataan Takaichi, menurut surat kabar negara Korea Selatan, Chosun Daily.
Dalam surat sebelumnya yang dikirim pada 21 November, Fu menggambarkan komentar Takaichi tentang Taiwan sebagai ancaman militer baru.
Duta Besar Jepang untuk PBB, Yamazaki Kazuyuki, menanggapi pada 25 November dengan menegaskan sikap dasar “pertahanan pasif” Tokyo dan membantah argumen Tiongkok, menurut Reuters.
Sejumlah analis yang dikutip media Tiongkok dan Jepang menyebutkan Beijing mungkin memandang Takaichi sebagai pemimpin jangka pendek dan siap menoleransi memburuknya hubungan bilateral lebih lanjut selama masa jabatannya.
Taiwan menjadi titik panas sejak November
Hubungan antara Tiongkok dan Jepang terus menegang sejak komentar Takaichi tentang Taiwan. Beijing menyalahkan Takaichi atas memburuknya hubungan tersebut.
Dalam jumpa pers rutin Kementerian Luar Negeri Tiongkok pada 2 Desember, juru bicara Lin Jian menuntut Tokyo untuk menghormati komitmen politiknya, mencabut pernyataan Takaichi, dan melakukan “introspeksi.”
Media pemerintah Tiongkok, termasuk People’s Daily, Xinhua, dan Global Times, telah memperkuat kritik tersebut dengan melibatkan analis militer dan akademisi, seiring Beijing memperingati 80 tahun kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II.
Namun, ketika Jepang menyerah pada tahun 1945, Partai Komunis belum mengambil alih kekuasaan di Tiongkok hingga empat tahun kemudian.
Beijing meningkatkan retorika nasionalis bergaya “konfrontatif dan agresif” serta memanfaatkan lembaga global dan misi luar negeri untuk mencegah Jepang mendukung Taiwan, menurut surat kabar konservatif Jepang Yomiuri Shimbun.
![Sebuah kapal Penjaga Pantai Tiongkok berpatroli dekat Kepulauan Senkaku di Laut Tiongkok Timur pada November 2016, di tengah rangkaian pelanggaran wilayah yang dilakukan Tiongkok atas kepulauan yang dikelola Jepang tersebut. [AFP]](/gc9/images/2025/12/02/52985-ccg_senkaku-370_237.webp)