Keamanan

Klaim dusta Tiongkok atas pulau Palawan, Filipina, picu reaksi balik

Serangkaian postingan dusta Tiongkok di media sosial yang menegaskan kepemilikan historis Palawan memicu reaksi balik di Filipina.

Pemandangan Kota El Nido di Palawan dari udara. Pulau Palawan berada di perbatasan barat Filipina dan merupakan penjaga negara dalam sengketa maritim di Laut Tiongkok Selatan. [Erwin Lim/Departemen Pariwisata Filipina]
Pemandangan Kota El Nido di Palawan dari udara. Pulau Palawan berada di perbatasan barat Filipina dan merupakan penjaga negara dalam sengketa maritim di Laut Tiongkok Selatan. [Erwin Lim/Departemen Pariwisata Filipina]

Oleh Val Panlilio |

Pejabat Filipina mengecam lonjakan postingan media sosial Tiongkok dalam beberapa pekan terakhir yang dengan bohong mengklaim bahwa pulau Palawan secara historis bagian dari Tiongkok.

Awalnya disebarkan di Rednote (Xiaohongshu), klaim dusta itu menyatakan bahwa Palawan dulunya bernama “Pulau Zheng He”, yang diambil dari nama penjelajah Tiongkok pada abad ke-15.

Meskipun bukan pemerintah Tiongkok yang membuat klaim tersebut, postingan itu mendapat perhatian di TikTok, memicu kritik luas dari pengguna dan pihak berwenang Filipina.

Pada 28 Februari, Komisi Sejarah Nasional Filipina (National Historical Commission of the Philippines, NHCP) mengutuk dan dengan cepat membantah klaim itu.

Warganet Tionghoa berbagi postingan yang mengklaim pulau Palawan, Filipina, dulunya milik Tiongkok. Beberapa di antaranya bahkan menampilkan tajuk yang berbunyi, "Waktunya 'kembali ke Tanah Air'." [Tangkapan layar dari Sohu.com]
Warganet Tionghoa berbagi postingan yang mengklaim pulau Palawan, Filipina, dulunya milik Tiongkok. Beberapa di antaranya bahkan menampilkan tajuk yang berbunyi, "Waktunya 'kembali ke Tanah Air'." [Tangkapan layar dari Sohu.com]

"Tidak ada bukti yang mendukung pemukiman penduduk tetap Tionghoa di Palawan yang telah dihuni secara terus menerus sejak 50.000 tahun yang lalu menurut data arkeologi," kata NHCP dalam sebuah pernyataan.

Tidak ada negara yang bisa menggunakan data sejarah yang dipertanyakan guna menegaskan klaim atas wilayah Filipina, tambahnya.

Narasi semacam itu adalah bagian dari kampanye disinformasi yang lebih luas, dirancang untuk memanipulasi persepsi publik dan meremehkan kedaulatan Filipina, kata para pejabat.

Postingan itu adalah bagian dari "perang kognitif" Tiongkok, kata Alexander Lopez, juru bicara untuk Dewan Maritim Nasional.

“Mereka (Tiongkok) mencoba membentuk pikiran masyarakat -- khalayak internal, khalayak eksternal -- sehingga opini akan bergeser ke arah yang menguntungkan mereka,” katanya, menurut Inquirer.

Palawan, yang terletak di pinggiran barat Filipina, mengendalikan akses ke Laut Tiongkok Selatan dan Laut Filipina Barat.

Tiongkok mengklaim hampir seluruh area Laut Tiongkok Selatan, meskipun putusan internasional menyatakan klaimnya tidak punya dasar hukum.

Beijing mengerahkan kapal AL dan penjaga pantai dalam upaya menghalangi Manila memasuki terumbu karang dan kepulauan penting di Laut Tiongkok Selatan, mengakibatkan serangkaian konfrontasi dalam beberapa bulan terakhir.

Menggunakan propaganda

Meskipun aturan internasional membatalkan klaim wilayah Tiongkok yang luas, Beijing mendorong narasi sejarah alternatif melalui kampanye digital akar rumput dan didukung negara.

Tiongkok mungkin sekali menggunakan media sosial guna menguatkan klaimnya yang tidak berdasar atas Laut Tiongkok Selatan, kata Dennis Coronacion, ilmuwan politik di University of Santo Tomas.

"Membuat klaim itu mudah, tetapi melandasinya dengan suatu bukti, adalah hal yang sulit, karena Tiongkok berulang kali gagal memberikan bukti sejarah atas kekuasaannya di sejumlah wilayah ini," katanya kepada Focus.

Dia menggambarkan pendekatan Tiongkok itu bercabang dua: melaksanakan "perang abu-abu" melalui tindakan agresif akan tetapi, secara teknis, bukan perang di perairan sengketa, dan menggunakan propaganda lewat media sosial guna meremehkan kepemimpinan Filipina dan menciptakan kesimpangsiuran publik.

Para pejabat Filipina menegaskan kembali komitmen mereka untuk melawan disinformasi dan menguatkan pendidikan sejarah.

Laksda Roy Vincent Trinidad, juru bicara AL Filipina untuk Laut Filipina Barat, membantah klaim Tiongkok sebagai "tidak berdasar" dan "sama sekali konyol".

Palawan selalu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah Filipina, katanya, menurut laporan Daily Tribune.

"Semua klaim ini sama sekali tak akurat secara historis, tetapi mewakili pola agresi wilayah yang berbahaya dengan kedok hak bersejarah," ucap Neri Colmenares, mantan anggota kongres dan ketua daftar partai Bayan Muna, kepada Inquirer.

Dia meminta penjaga pantai Filipina agar meningkatkan patroli dan lebih banyak patroli gabungan dengan negara penggugat lainnya di area.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *