Oleh Wu Qiaoxi |
Tiongkok berinvestasi besar untuk membangun armada kapal penelitian terbesar di dunia guna memetakan dasar laut, melakukan riset ilmiah, dan berpotensi mendukung operasi militer. Beberapa pengamat menilai upaya ini dapat menimbulkan ancaman keamanan bagi Amerika Serikat dan sekutunya.
Menurut laporan Wall Street Journal pada 12 Maret, kapal penelitian canggih Xiangyanghong 01 dan Dongfanghong 3 telah mengumpulkan data hidrologi menyeluruh di Samudra Hindia bagian timur dalam beberapa minggu terakhir.
Dalam beberapa tahun terakhir, kapal penelitian Tiongkok semakin aktif dalam penelitian oseanografi global, mengumpulkan data topografi dasar laut, arus laut, dan berbagai faktor hidrologi lainnya.
Meskipun data ini berharga untuk penelitian perubahan iklim, pengelolaan sumber daya laut, pemasangan kabel bawah laut, dan penambangan laut dalam, para ahli khawatir informasi tersebut juga dapat memberikan keuntungan strategis bagi Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dalam pertempuran.
![Foto tahun 2016 memperlihatkan ROV Deep Discoverer melakukan pencitraan area lubang hidrotermal yang baru ditemukan di Gunung Chammoro. [Kantor Eksplorasi dan Penelitian Lautan NOAA]](/gc9/images/2025/03/27/49737-mapping_noaa__1_-370_237.webp)
Data yang dikumpulkan dari eksplorasi ini juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan militer, seperti meningkatkan akurasi penempatan ranjau, meningkatkan efektivitas deteksi sonar, dan membantu kapal selam menghindari pelacakan.
"Jika data tersebut bermanfaat bagi militer Tiongkok dan mereka ingin mengaksesnya, maka mereka pasti bisa," ujar Matthew Funaiole, seorang peneliti senior China Power Project di Center for Strategic and International Studies (CSIS), kepada Wall Street Journal. "Tidak ada penghalang sama sekali."
Mantan agen CIA, Nick Thompson, mengatakan kepada The Cipher Brief bahwa aktivitas Tiongkok ini bukan sekadar penelitian ilmiah, tetapi "erat kaitannya dengan pengumpulan intelijen."
Selain itu, kapal penelitian Tiongkok sering kali beroperasi di dekat India, Australia, Filipina, dan Taiwan. Menurut Thompson, aktivitas ini tampaknya bertujuan untuk menguji batas wilayah dan secara bertahap "membiasakan tindakan tersebut."
Perilaku mencurigakan
Penelitian CSIS menunjukkan bahwa antara 2020 dan 2024, kapal survei Tiongkok menghabiskan ratusan ribu jam beroperasi di seluruh dunia.
Dari 64 kapal survei aktif, lebih dari 80% memiliki keterkaitan langsung dengan PLA atau institusi terkait.
Sejumlah kapal bahkan tercatat mengunjungi pelabuhan militer dan melakukan aktivitas mencurigakan, seperti menyamar sebagai kapal lain, mematikan sistem identifikasi, dan menghindari pelacakan radar. Hal ini menandakan keterlibatannya mendukung agenda geopolitik Tiongkok.
Tak hanya itu, kapal penelitian Tiongkok juga berulang kali memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara lain, memicu protes dari Jepang, India, dan negara-negara lain.
Menurut Anushka Saxena, analis di Takshashila Institution (lembaga pemikir di India), metode pengumpulan data hidrologi Tiongkok yang mencampuradukkan kepentingan sipil dan militer menimbulkan kekhawatiran India.
Media Tiongkok sendiri bahkan mengakui bahwa beberapa misi penelitian ini mencakup "pengamatan komprehensif dalam bidang oseanografi militer."
Temuan ekspedisi itu bisa meningkatkan kemampuan operasional PLA, memungkinkan mereka memperluas pengaruh militer hingga ke perairan dalam dan wilayah samudra yang jauh.