Oleh Li Hsien |
Sejumlah negara dalam beberapa tahun terakhir secara signifikan telah menambah staf diplomatik mereka dan memperkuat kantor 'kuasi-diplomatik' di Taiwan, meskipun Tiongkok terus berupaya mengisolasi Taiwan secara diplomatik.
Meskipun Taiwan hanya memiliki 12 sekutu diplomatik resmi, hubungannya dengan sejumlah negara besar terus menguat.
Pada tahun 2016, Presiden Tsai Ing-wen melakukan panggilan telepon bersejarah dengan Presiden AS terpilih saat itu, Donald Trump.
Sementara itu, Jerman melanjutkan kunjungan tingkat tinggi dengan mengirimkan seorang pejabat kementerian untuk pertama kalinya dalam 26 tahun terakhir pada bulan Maret 2023. Ketua majelis rendah parlemen Ceko pada bulan yang sama, memimpin delegasi resmi ke Taiwan.
![Perwakilan dari Taiwan, Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan Kanada menghadiri pertemuan Komite Bersama Global Cooperation and Training Framework (GCTF) pada 25 September lalu, menyoroti pendalaman kerja sama multilateral untuk menghadapi tantangan regional dan global. [Kementerian Luar Negeri Taiwan]](/gc9/images/2025/05/26/50531-gctf-370_237.webp)
Taiwan menjamu sekitar 400 diplomat asing dan perwakilan de facto pada tahun 2024, meningkat sepertiga dibandingkan tahun 2022, menurut data yang dibagikan kepada Nikkei Asia pada tanggal 8 Mei oleh pejabat yang mengetahui hal tersebut.
Perluasan misi
Meski banyak negara tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan, mereka memiliki kantor yang dijalankan oleh staf dari kementerian luar negeri dan perekonomian yang menangani layanan konsuler serta pertukaran budaya.
Jumlah staf di kantor-kantor ini terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir
American Institute in Taiwan (AIT), kedutaan de facto Amerika Serikat di Taiwan, menjadi contoh tren ini. Jumlah staf kantor AIT di Taipei meningkat lebih dari 120% menjadi 550 orang sejak 2009
"Pertumbuhan jumlah staf AIT mencerminkan peningkatan signifikansi lembaga tersebut,” ujar mantan direktur AIT, Stephen Young, kepada Nikkei Asia pada bulan Mei
Pertumbuhan ini mengirimkan pesan yang jelas bahwa Taiwan penting bagi negara besar dan tidak dikucilkan, ujarnya
Dalam kurun lima tahun terakhir, Japan-Taiwan Exchange Association telah meningkatkan jumlah stafnya menjadi 110 orang, dengan tambahan posisi wakil perwakilan kedua.
Jumlah staf kantor Inggris di Taipei meningkat lebih dari 40% dalam enam tahun. Jerman, Swedia, dan Australia juga memperluas misi mereka, dengan Australia menciptakan posisi baru "direktur urusan strategis" tahun 2022 dan Jepang mengirimkan seorang perwira aktif Self-Defense Forces (Pasukan Bela Diri) sebagai atase militer.
Jerman dan Republik Ceko menambah posisi baru terkait urusan politik dan budaya. Pada 2024, Republik Ceko mendirikan Czech Center di Taiwan untuk memperdalam kerja sama kedua negara dalam bidang budaya dan kebijakan teknologi.
Semakin penting
Telah terjadi transformasi besar dalam lingkungan diplomatik Taipei pasca-COVID, kata Kuo Yu-jen, wakil presiden Institute for National Policy Research (INPR) di Taiwan, kepada Focus.
Selain meningkatnya jumlah diplomat asing, delegasi juga semakin sering berinteraksi dengan lembaga think tank (wadah pemikir) Taiwan
Kuo menyoroti kerja sama dengan INPR dalam topik riset seperti kabel bawah laut dan perang informasi bersama Australia, Kanada, Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat
Menurut Kuo, berbagai peristiwa global yang terjadi baru-baru ini semakin menegaskan nilai strategis Taiwan, termasuk protes Hong Kong 2019, respons Taiwan terhadap COVID-19, perang di Ukraina, dan latihan militer Tiongkok setelah kunjungan Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, pada 2022.
Perkembangan ini menunjukkan evolusi Taiwan dari posisi negaranya yang dulu sensitif secara politik dan terpinggirkan menjadi pemain kunci dalam strategi Indo-Pasifik.
"Taiwan selalu menjadi pemain penting,” kata Kuo, “dengan menyelaraskan sumber daya dan nilainya dengan kepentingan nasional banyak negara."
"Baik dalam prinsip demokrasi, industri teknologi tinggi, pertahanan dan keamanan, kesehatan masyarakat internasional, maupun perdagangan global, kontribusi Taiwan merupakan 'aset publik dunia,' sehingga menjadikannya kontributor penting bagi masyarakat internasional,” ujarnya.
Penambahan staf di luar negeri merupakan keputusan strategis besar bagi pemerintah nasional di tengah keberatan dari Beijing, kata Kuo.
Ketika sejumlah negara mengakui betapa pentingnya Taiwan, mereka memilih untuk merespons realitas global dengan pragmatisme yang lebih besar, tidak terlalu menghiraukan penolakan Beijing, dan lebih fokus pada melawan tekanan, infiltrasi, serta ancaman Tiongkok seperti spionase ekonomi dan peretasan, ujarnya.