Keamanan

Pengembangan dron Tiongkok ubah lanskap keamanan Asia

Belajar dari perang Ukraina, peningkatan jumlah dron kecil Beijing memicu ancaman asimetris.

Ditampilkan dalam laporan siaran CCTV 18 April, dua tentara mengoperasikan dron kecil Tiongkok. Dron ini dilaporkan mampu membawa muatan dua kali beratnya. [Chinese Central Television]
Ditampilkan dalam laporan siaran CCTV 18 April, dua tentara mengoperasikan dron kecil Tiongkok. Dron ini dilaporkan mampu membawa muatan dua kali beratnya. [Chinese Central Television]

Oleh Wu Qiaoxi |

Lembaga penyiar pemerintah Tiongkok, CCTV, pada akhir April meliput dron kecil mirip termos yang mampu membawa granat kecil, bukti terbaru percepatan pengembangan sistem dron kompak yang dilengkapi AI oleh Beijing.

Melalui strategi "paduan militer-sipil", Tiongkok dengan cepat mengadaptasi teknologi komersial untuk penggunaan militer, meningkatkan tekanan di Selat Taiwan dan Laut Tiongkok Selatan sekaligus menimbulkan volatilitas keamanan regional baru.

Dron yang dirancang khusus untuk pertempuran infanteri ini beratnya tidak sampai 1 kg dan dapat membawa tiga granat. Dron ini tidak berisik dan didukung sistem peluncuran tersembunyi. Dengan didukung AI, satu pilot dapat mengendalikan beberapa unit.

Tentara menetapkan sasaran, memungkinkan dron "belajar dahulu; kemudian mampu menjalankan misi mandiri di medan perang," menurut Yang Gong, perancang dron, yang dikutip dalam liputan tersebut.

Ditampilkan dalam laporan siaran CCTV 13 April, dron komersial ini sudah dimodifikasi dengan kendali serat optik guna meningkatkan ketahanan terhadap gangguan elektronik. [Chinese Central Television]
Ditampilkan dalam laporan siaran CCTV 13 April, dron komersial ini sudah dimodifikasi dengan kendali serat optik guna meningkatkan ketahanan terhadap gangguan elektronik. [Chinese Central Television]

Sistem rotor ganda koaksial dron ini memberinya daya angkat besar, "mampu membawa muatan hingga dua kali beratnya -- rasio muatan tertinggi di antara semua dron di dunia," disebutkan laporan itu. Dron ini juga "dapat diluncurkan dari peluncur granat 35 mm" untuk serangan mendadak dan pengerahan cepat di garis depan.

Yang pertama di kelasnya, dron ini dirancang untuk digunakan oleh seluruh unit infanteri Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) Tiongkok, laporan itu menambahkan.

CCTV juga mengulas dron kamikaze dalam laporan April lainnya, sebagian besar berupa model komersial yang dimodifikasi dan meraih ketenaran dalam perang Rusia-Ukraina.

Dilengkapi kendali serat optik dan tampilan orang pertama (first-person view, FPV), dron ini cocok untuk misi anti-tank dan "bunuh diri". Sistem serat optik lebih tahan terhadap gangguan elektronik dan transmisinya lebih stabil dibandingkan dron berkendali radio tradisional.

Liputan tersebut menampilkan brigade 71st Group Army TPR, yang mengadopsi taktik dron FPV Ukraina dan mengintegrasikannya dengan pemandu serat optik dan AI guna meningkatkan ketahanan terhadap gangguan elektronik dan kemampuan serangan garis depan.

"Penekanan TPR pada aplikasi dunia nyata dan inovasi hemat biaya merombak prioritas pengadaannya" dan siap "membuktikan keunggulannya di era perang cerdas," kata konsultan AI di Guangzhou, Zhang Xiangbo, yang mengamati uji coba tersebut, kepada South China Morning Post.

Kualitas dan kuantitas

Tiongkok, kata para ahli, mengikuti konflik di Ukraina dengan saksama.

Para pakar militer Tiongkok memetik pelajaran berharga dari perkembangan konflik tiga tahun terakhir ini, menurut laporan Jamestown Foundation bulan Maret.

Pelajaran ini mengubah pemahaman mereka tentang kemampuan dan kerentanan "sistem otonom yang mungkin memainkan peran penting dalam potensi konflik di Taiwan," diungkapkan penulis Sunny Cheung dan Joe McReynolds.

Laporan itu menyebutkan kemampuan dron militer Tiongkok berkembang pesat, dibangun berdasarkan data dan pengalaman operasional yang luas, dan semakin mengancam keamanan regional.

Dalam praktiknya, Tiongkok terus menerapkan tekanan dron terhadap Taiwan, termasuk melakukan penerbangan mengitari dan gangguan elektronik.

Dron Tiongkok makin sering muncul dan mengancam wilayah udara Taiwan dan daerah sekitarnya, menjadi bukti meluasnya penggunaan taktik perang zona abu-abu.

Tiongkok juga mengerahkan dron intai canggih di Laut Tiongkok Selatan guna meningkatkan pengawasan waktu nyata dan pencegahan.

Keunggulan signifikan Tiongkok dalam rantai pasokan dron juga memperburuk ancaman keamanan.

Menurut Drone Industry Insights, Tiongkok menguasai 90 persen pangsa pasar dron komersial global, 80%-nya lewat DJI. Di sektor serat optik, Tiongkok menguasai lebih dari 60 persen kapasitas global.

Pada tahun 2023 saja, negara ini memproduksi 62,5 persen serat optik dunia, yang tidak hanya mendukung komunikasi tetapi juga meningkatkan lama terbang dan stabilitas dron FPV dalam peperangan elektronik.

Michael Raska, lektor di Nanyang Technological University Singapura, mengatakan kepada Voice of America pada Juli 2024 bahwa Tiongkok mengembangkan lebih dari 50 model dron, dengan armada yang mungkin 10 kali lebih besar dibandingkan gabungan armada Taiwan dan AS.

"Keunggulan kuantitatif ini memacu percepatan modernisasi militer Tiongkok, dengan pemanfaatan dron untuk berbagai keperluan, mulai dari pengumpulan intelijen pra-konflik hingga serangan berkelompok," kata Raska.

Didukung kemampuan industri yang kuat dan kebijakan nasional yang strategis, Tiongkok dengan cepat memajukan teknologi dron dan meraih keunggulan signifikan baik dalam teknologi maupun skala.

Keunggulan ini menimbulkan tekanan strategis yang cukup besar di Selat Taiwan dan Laut Tiongkok Selatan, yang dapat meningkatkan ketegangan regional dan menciptakan tantangan stabilitas geopolitik jangka panjang.

Bagi Taiwan, ancaman dron kecil merupakan masalah keamanan nasional genting yang harus segera diatasi. Hal itu memerlukan pengembangan teknologi anti-dron dan inovasi independen.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *