Diplomasi

Pengumuman Tiongkok mengenai cagar alam di Karang Scarborough memicu reaksi keras dari kawasan

Rencana pembentukan kawasan cagar alam dan penjagaannya dengan pesawat, drone, serta kapal penjaga pantai dilakukan sebulan setelah dua kapal Tiongkok bertabrakan saat mengejar kapal pengangkut logistik Filipina.

Citra satelit Karang Scarborough, di mana Tiongkok mengumumkan pembentukan cagar alam yang luasnya sekitar 8.700 acre pada 10 September, mencakup zona inti di terumbu serta zona eksperimental di sekitarnya. [AMTI/CSIS]
Citra satelit Karang Scarborough, di mana Tiongkok mengumumkan pembentukan cagar alam yang luasnya sekitar 8.700 acre pada 10 September, mencakup zona inti di terumbu serta zona eksperimental di sekitarnya. [AMTI/CSIS]

Oleh Jia Feimiao |

Tiongkok mengumumkan rencana pembentukan kawasan cagar alam tingkat nasional di Karang Scarborough (yang dikenal sebagai Pulau Huangyan di Tiongkok) di Laut Tiongkok Selatan. Langkah ini dipandang banyak pihak sebagai upaya memperkuat klaim kedaulatan Tiongkok atas wilayah yang disengketakan tersebut.

Melarang berbagai aktivitas

Karang Scarborough, gugusan segitiga terumbu karang dan batu karang yang terletak sekitar 120 mil laut di sebelah barat Luzon, diklaim oleh Tiongkok, Filipina, dan Taiwan. Beijing merebut kendali atas karang tersebut dari Manila pada 2012, dan sejak saat itu kapal penjaga pantai Tiongkok rutin melakukan patroli di perairan tersebut.

Pada 9 September, Beijing mengeluarkan arahan yang menyetujui pembentukan kawasan cagar alam tersebut. Berdasarkan Peraturan Tiongkok tentang Kawasan Cagar Alam, aktivitas seperti penangkapan ikan, pengerukan pasir, dan pariwisata akan dilarang di area yang ditetapkan. Tiongkok akan melarang akses ke zona inti, sementara penelitian ilmiah memerlukan izin terlebih dahulu.

Dewan Negara Tiongkok "mendesak pengawasan dan penegakan hukum yang lebih intensif terhadap semua aktivitas ilegal dan menyimpang yang terkait dengan kawasan cagar alam tersebut," lapor AFP.

Kapal perang Angkatan Laut Tiongkok (latar belakang) melintas di dekat awak kapal karet kaku Angkatan Laut Australia saat latihan maritim bersama Australia, Filipina, dan Kanada di dekat Karang Scarborough, Laut Tiongkok Selatan, 3 September. [Ted Aljibe/AFP]
Kapal perang Angkatan Laut Tiongkok (latar belakang) melintas di dekat awak kapal karet kaku Angkatan Laut Australia saat latihan maritim bersama Australia, Filipina, dan Kanada di dekat Karang Scarborough, Laut Tiongkok Selatan, 3 September. [Ted Aljibe/AFP]

Penegakan yang ketat

Pengamat dari Tiongkok maupun dunia internasional memperkirakan Tiongkok akan menindaklanjuti pernyataannya dengan langkah konkret.

"Ini bukan sekadar gertakan; RRT [Republik Rakyat Tiongkok] memiliki kemampuan untuk menegakkan aturan tersebut," tulis Collin Koh, peneliti senior di S. Rajaratnam School of International Studies Singapura, dalam unggahannya di X.

Tiongkok akan menerapkan "langkah-langkah pendukung yang keras" terhadap setiap pelanggar, kata Ding Duo, peneliti di National Institute for South China Sea Studies di Beijing, kepada South China Morning Post.

Patroli yang lebih ketat akan segera diterapkan, kata Yen-Chiang Chang, direktur Yellow Sea and Bohai Sea Research Institute di Dalian Maritime University, kepada Yuyuan Tantian, sebuah akun media sosial yang terkait dengan China Central Television.

Hal ini mungkin akan melibatkan pengerahan pesawat, kapal penjaga pantai, kapal tanpa awak, dan drone udara.

"Berbeda dengan sebelumnya, mulai sekarang patroli akan lebih fokus pada kegiatan rutin dan teratur," kata Chang kepada Yuyuan Tantian, menurut laporan South China Morning Post.

Tanggapan Tiongkok terhadap Insiden Tabrakan 11 Agustus

Ketegangan terkait Karang Scarborough meningkat tajam dalam beberapa bulan terakhir. Pada 11 Agustus, sebuah kapal penjaga pantai Tiongkok mengejar kapal pengangkut logistik penjaga pantai Filipina. Kapal Tiongkok kehilangan kendali saat pengejaran dan bertabrakan dengan kapal perusak Angkatan Laut Tiongkok yang sedang bertugas di dekat karang tersebut.

Pembentukan kawasan cagar alam itu "jelas merupakan respons atas insiden 11 Agustus," Koh berteori dalam unggahannya di X.

“Jika model kawasan cagar alam Karang Scarborough ini berhasil, Tiongkok berpotensi menerapkan juga skema serupa ke wilayah lain di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina,” tambahnya.

Sejak Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. menjabat tiga tahun lalu, sengketa kedaulatan antara Manila dan Beijing semakin memanas. Pada bulan Agustus, Xinhua Institute Tiongkok merilis serangkaian laporan berjudul The Truths About the South China Sea, yang menuduh "kekuatan eksternal" memprovokasi Filipina untuk meningkatkan ketegangan dengan Tiongkok.

Pihak lain menolak argumen Beijing

Reaksi internasional atas rencana Tiongkok muncul dengan cepat dan cukup keras.

Departemen Luar Negeri Filipina menyampaikan "protes keras" terhadap pembentukan cagar alam tersebut, sementara Penasihat Keamanan Nasional Filipina, Eduardo Año, menolak alasan lingkungan yang dikemukakan Beijing.

“Ini adalah dalih yang jelas untuk pendudukan di kemudian hari,” kata Año.

Amerika Serikat "berdiri bersama sekutu kami, Filipina," dalam menolak langkah destabilisasi Tiongkok, kata Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio di X, menyebutnya sebagai "upaya koersif lain untuk mengejar kepentingan Tiongkok dengan mengorbankan tetangga dan stabilitas kawasan."

Kementerian Luar Negeri Taiwan menyebut langkah tersebut sebagai bukti pola pikir hegemonik Tiongkok dan ancaman terhadap perdamaian kawasan. Taiwan tetap bersedia bekerja sama dengan Filipina dan negara-negara lain untuk menyelesaikan sengketa secara damai, kata kementerian tersebut.

Bulan lalu, Menteri Luar Negeri Taiwan Lin Chia-lung melakukan kunjungan publik yang langka ke Filipina. Kantor Berita Sentral Taiwan mengutip sumber diplomatik yang mengatakan kunjungan tersebut menandai terobosan dalam upaya Taiwan memperluas ruang diplomatik dan memperkuat kemitraan strategis dengan Manila.

Taiwan di bawah Presiden Lai Ching-te tampaknya bekerja sejajar dengan Filipina dalam mengkritik Beijing secara terbuka, ujar Huang Kui-bo, profesor diplomasi di National Chengchi University di Taipei, kepada Focus.

Pihak-pihak yang bersengketa di Laut Tiongkok Selatan "tidak hanya akan menolak upaya Beijing, tetapi juga akan terus menantangnya," kata Ian Chong, ilmuwan politik di National University of Singapore, kepada Focus.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *