Kapabilitas

Langkah pertahanan Seoul memperkuat daya tangkal regional di Laut Tiongkok Selatan

Pada pameran persenjataan ADEX, kepala angkatan udara Korea Selatan dan Jepang bertemu untuk pertama kalinya sejak tahun 2015. Kedua negara sama-sama menentang ekspansionisme Tiongkok di kawasan Indo-Pasifik.

Pesawat tempur KF-21 Boramae dari Korea Selatan diperlihatkan saat terbang. “Era baru pertahanan mandiri telah dimulai,” ujar Presiden Korea Selatan saat itu, Moon Jae-in, saat peluncuran pesawat itu di Sacheon pada tahun 2021, menyebutnya sebagai tonggak bersejarah bagi industri penerbangan nasional. [Industri Dirgantara Korea (KAI/Korean Aerospace Industries)]
Pesawat tempur KF-21 Boramae dari Korea Selatan diperlihatkan saat terbang. “Era baru pertahanan mandiri telah dimulai,” ujar Presiden Korea Selatan saat itu, Moon Jae-in, saat peluncuran pesawat itu di Sacheon pada tahun 2021, menyebutnya sebagai tonggak bersejarah bagi industri penerbangan nasional. [Industri Dirgantara Korea (KAI/Korean Aerospace Industries)]

Oleh Zarak Khan |

ADEX Seoul yang baru saja berakhir dengan cepat mengukuhkan posisinya sebagai ajang strategis utama bagi industri pertahanan Korea Selatan yang terus berkembang.

Acara tersebut menegaskan munculnya Seoul sebagai pemasok penting sistem militer canggih bagi negara-negara mitra di Indo-Pasifik.

Para mitra ini semakin mengkhawatirkan sikap Tiongkok yang kian asertif di jalur-jalur perairan internasional utama, seperti Laut Tiongkok Selatan.

Tiongkok mengklaim lebih dari 80% wilayah laut tersebut sebagai miliknya, meskipun klaim ini telah ditolak oleh pengadilan internasional pada tahun 2016.

Delegasi Jepang mengunjungi Seoul International Aerospace & Defense Exhibition (ADEX) pada 23 Oktober. [Pasukan Pertahanan Udara Jepang/X]
Delegasi Jepang mengunjungi Seoul International Aerospace & Defense Exhibition (ADEX) pada 23 Oktober. [Pasukan Pertahanan Udara Jepang/X]
Tim aerobatik Black Eagles, yang menerbangkan jet T-50 milik Angkatan Udara Korea Selatan, melakukan formasi terbang selama ADEX di Seongnam pada 17 Oktober. [Jung Yeon-je/AFP]
Tim aerobatik Black Eagles, yang menerbangkan jet T-50 milik Angkatan Udara Korea Selatan, melakukan formasi terbang selama ADEX di Seongnam pada 17 Oktober. [Jung Yeon-je/AFP]

Diselenggarakan pada 17–24 Oktober di dekat Seoul, ADEX tahun ini memungkinkan Korea Selatan memamerkan kemajuan teknologinya sekaligus memperluas kerja sama keamanan dengan mitra regional seperti Filipina, Jepang, dan Indonesia.

Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik, negara-negara ini mempercepat modernisasi pertahanan dan menjajaki kerja sama industri maupun operasional yang lebih erat dengan Seoul.

Filipina memperkuat daya tangkal bersama Seoul

Filipina, yang menghadapi sengketa maritim berkepanjangan dengan Tiongkok, telah menjadi salah satu pelanggan utama teknologi udara dan laut Korea Selatan.

Manila sudah menjadi operator utama pesawat tempur ringan FA-50 dan memandang Korea Selatan sebagai mitra penting dalam modernisasi militernya.

Kini, Filipina tengah mempertimbangkan untuk membeli jet tempur dan kapal selam Korea Selatan.

Industri Dirgantara Korea (KAI) memamerkan jet tempur generasi 4.5 KF-21 Boramae di ADEX 2025. Pesawat ini diperkirakan akan menyaingi J-10 dan FC-31 buatan Tiongkok di pasar Asia.

KAI mengonfirmasi mereka sedang berdiskusi dengan Filipina mengenai kemungkinan pembelian KF-21 Boramae.

Dengan radius tempur lebih dari 1.500 mil laut dan ketinggian maksimum 50.000 kaki (15.240 meter), KF-21 Boramae dirancang untuk melakukan patroli jarak jauh dan misi serang regional di zona kritis seperti Laut Tiongkok Timur.

Menurut South China Morning Post pada 27 Oktober, KF-21 Boramae diperkirakan akan bersaing dengan jet tempur J-10 dan FC-31 buatan Tiongkok di pasar Asia, Afrika, dan Timur Tengah, dan dijadwalkan mulai beroperasi pada akhir tahun depan.

Kunjungan Presiden Filipina Ferdinand R. Marcos Jr. ke Korea Selatan selama empat hari, bertepatan dengan KTT APEC di Gyeongju pada 2 November, semakin memperkuat hubungan pertahanan dan ekonomi.

Di sela-sela APEC, Marcos membahas kemungkinan menandatangani kontrak dengan konglomerat besar Korea Selatan, termasuk Hanwha Ocean, menurut Kantor Berita Filipina (PNA).

Hanwha Ocean menawarkan beberapa opsi untuk memperkuat program kapal selam Angkatan Laut Filipina, termasuk “alih teknologi, pelatihan simulator, serta pembangunan pangkalan dan pusat pemeliharaan kapal selam di Filipina,” menurut PNA.

Perusahaan tersebut juga berupaya menjual kapal selam kepada Manila.

“Hanwha Ocean secara aktif mengusulkan kapal selam KSS-III PN dan Ocean 1400 kepada Angkatan Laut Filipina,” lapor Philippine Daily Inquirer pada bulan Juni.

Komitmen dari Jepang dan Indonesia

Jepang, yang sebelumnya memiliki hubungan tidak stabil dengan Korea Selatan, menunjukkan keterlibatan baru dengan berpartisipasi dalam ADEX untuk pertama kalinya dalam satu dekade.

Jenderal Morita Takehiro, Kepala Staf Pasukan Pertahanan Udara Jepang (JASDF), mengunjungi Korea dan bertemu dengan Jenderal Son Sug-rag dari Angkatan Udara Korea Selatan, menandai diskusi tingkat tinggi pertama sejak ADEX 2015.

Kedua perwira tersebut menegaskan pentingnya kerja sama keamanan Jepang–Korea Selatan serta hubungan trilateral dengan Amerika Serikat, dan saling bertukar pandangan mengenai rencana pertukaran dan kerja sama di masa depan.

Dalam pernyataannya, Kementerian Pertahanan Jepang menyatakan JASDF akan terus “berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas regional, serta mewujudkan Indo-Pasifik yang Bebas Terbuka, melalui kerja sama dengan Angkatan Udara Republik Korea dan mitra lainnya.”

Sementara itu, Indonesia — mitra dalam program pengembangan KF-21 — menandatangani kesepakatan restrukturisasi pada bulan Juni untuk melanjutkan partisipasinya, dengan komitmen kontribusi sebesar US$439 juta, menurut Badan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan Korea Selatan.

Pameran yang mengagumkan

ADEX 2025, yang dihadiri 600 perusahaan dari 35 negara, menegaskan posisi Korea Selatan bukan sekadar sebagai eksportir pertahanan yang tengah naik daun, tetapi juga sebagai penopang teknologi bagi negara-negara yang berupaya membendung klaim maritim Tiongkok yang terus meluas.

Korea Selatan “tidak hanya akan menyediakan sistem persenjataan berkelas dunia, tetapi juga membagikan keahlian industri dan pengetahuan teknologinya kepada negara-negara mitra, membangun kemitraan yang dapat diandalkan berbasis kepercayaan dan kolaborasi,” ujar Presiden Lee Jae Myung dalam upacara pembukaan ADEX tanggal 20 Oktober.

Negara tersebut akan mengalokasikan “anggaran yang lebih besar dari perkiraan” untuk riset pertahanan dan dirgantara hingga tahun 2030 seraya menargetkan pengembangan industri pertahanan terbesar keempat di dunia.

Menurut Stockholm International Peace Research Institute, Korea Selatan menempati peringkat ke-10 dunia dalam penjualan senjata pada tahun 2023.

Namun, langkah Korea Selatan untuk memperkuat kemandirian pertahanannya dan semakin menyelaraskan diri dengan mitra-mitra AS telah memicu respons balasan dari Beijing.

Tiongkok sebelumnya menjatuhkan sanksi terhadap afiliasi Hanwha Ocean yang memiliki keterkaitan dengan Amerika Serikat, sebuah langkah yang berpotensi mengganggu pasokan peralatan dan material asal Tiongkok yang diperlukan dalam kerja sama pembangunan kapal antara Seoul dan Washington.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *