Oleh Focus |
Filipina, Jepang, dan Amerika Serikat menggelar latihan maritim gabungan di Laut Tiongkok Selatan pada 14–15 November. Latihan itu menunjukkan meningkatnya kerja sama keamanan di antara sekutu sementara Tiongkok melakukan patroli dengan formasi bomber.
Pada 16 November, Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) menyatakan Multilateral Maritime Cooperative Activity (MMCA) terbaru menunjukkan "menguatnya solidaritas dan kolaborasi regional" dengan negara mitra. Sebagian Laut Tiongkok Selatan disebut Laut Filipina Barat oleh Manila.
Ini MMCA kedelapan dalam tahun ini dan yang ke-13 sejak dimulai April 2024. Pada MMCA sebelumnya, turut serta pula personel militer dari Australia, Kanada, dan Selandia Baru.
Dalam latihan ini, AFP menurunkan dua fregat yang dilengkapi rudal—BRP Jose Rizal dan BRP Antonio Luna—bersama satu helikopter AW159. Penjaga Pantai Filipina turut mendukung dengan kapal BRP Melchora Aquino dan BRP Cape San Agustin.
![Drone MQ-9A Reaper milik Korps Marinir AS ikut serta dalam latihan sistem udara nirawak di Yuma Proving Grounds, Arizona, pada 4 Oktober 2025. Armada MQ-9A sementara ditempatkan di Filipina guna meningkatkan kemampuan pemantauan maritim di Laut Tiongkok Selatan. [USMC]](/gc9/images/2025/11/18/52829-mmca2-370_237.webp)
Pasukan Bela Diri Maritim Jepang (JMSDF) mengerahkan kapal perusak kelas Murasame, JS Akebono, serta helikopter SH-60K Seahawk.
Komando Indo-Pasifik (INDOPACOM) AS berpartisipasi dengan CSG Nimitz, meliputi USS Nimitz, USS Wayne Meyer, USS Gridley, dan USS Lenah Sutcliffe Higbee.
Menurut AFP, program MMCA yang terus berjalan membuktikan "komitmen Manila dalam menjaga hak kedaulatan bangsa serta memperkuat kesiapan pertahanan bersama dengan mitra tepercaya."
"Kegiatan ini tidak hanya membuktikan tekad kuat Filipina untuk mempertahankan wilayah maritimnya, tetapi juga komitmen bersama dengan mitra untuk memperkuat pencegahan, meningkatkan interoperabilitas, dan menjunjung tinggi kebebasan navigasi dalam tatanan internasional yang berbasis aturan di kawasan Indo-Pasifik," kata AFC.
Menurut AFP, pasukan peserta melaksanakan serangkaian operasi maritim dan udara yang terkoordinasi.
Latihan itu meliputi prosedur pertemuan di laut, pemeriksaan komunikasi, pelaporan kontak keawasan matra laut, pengisian suplai di laut, perang anti-kapal selam, pendaratan lintas-dek, taktik divisi, manuver formasi, foto formasi, serta latihan terpadu terakhir.
Klaim Beijing
Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) Tiongkok mengaku mengerahkan formasi pembom untuk melakukan "operasi patroli rutin" di Laut Tiongkok Selatan pada 14 November. Juru bicara PLA menuduh Filipina "menimbulkan masalah" dan mengganggu stabilitas kawasan.
Kegiatan MMCA digelar di tengah tindakan intimidasi yang terus-menerus dilakukan Tiongkok terhadap kapal Filipina di Laut Tiongkok Selatan.
Kapal Penjaga Pantai dan milisi maritim Tiongkok kerap melakukan manuver blokade, mengarahkan laser, menyemprot meriam air, dan menabrak kapal Penjaga Pantai Filipina serta kapal pasokan yang membantu nelayan Filipina.
Beijing mengklaim lebih dari 80% Laut Tiongkok Selatan, termasuk wilayah maritim dan pulau atau beting milik negara lain serta yang berada dalam Zona Ekonomi Eksklusif Filipina.
Pengadilan arbitrase internasional pada 2016 memutuskan menolak klaim wilayah Tiongkok itu, tetapi Beijing menolak menerima keputusan itu.
"Sangat disayangkan bahwa insiden terus terjadi di Laut Filipina Barat yang membahayakan nyawa personel Filipina dan mengancam keselamatan kapal serta pesawat kami," kata Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. pada 26 Oktober di KTT ASEAN-AS di Kuala Lumpur.
"Tindakan itu di antaranya manuver berbahaya serta penggunaan peralatan secara koersif untuk mengintervensi atau menghambat aktivitas rutin Filipina yang sah di wilayah laut dan udara kami, yang dilindungi oleh hukum internasional, terutama UNCLOS [Konvensi PBB tentang Hukum Laut]."
Memperkuat pertahanan wilayah
AS menjadi mitra utama Filipina saat negara itu berupaya memperkuat pertahanan teritorial dan memproyeksikan daya tangkal di kawasan Indo-Pasifik.
Laporan menyebutkan bahwa awal bulan ini, Korps Marinir AS mengerahkan unit drone Reaper secara sementara guna mendukung keamanan maritim Filipina.
Menurut laporan USNI News tanggal 13 November, juru bicara Korps Marinir Pasifik mengonfirmasi unit itu dikerahkan untuk mendukung "keamanan maritim regional Filipina."
"Atas permintaan Filipina, Marine Unmanned Aerial Vehicle Squadron (VMU) 1 dikerahkan sementara ke Filipina untuk mendukung keamanan maritim regional Filipina melalui pemantauan laut bersama," kata juru bicara USMC kepada Defense News.
"Penempatan sementara MQ-9A tanpa senjata di Filipina menunjukkan komitmen bersama untuk meningkatkan keamanan maritim kolektif dan mendukung tujuan bersama yaitu kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka," demikian bunyi pernyataan USMC.
Menurut AU AS, drone MQ-9 Reaper yang dikendalikan dari jarak jauh terutama digunakan sebagai aset intelijen, pengawasan, dan pengintaian. Drone ini juga dapat melakukan dukungan udara jarak dekat, SAR tempur, pengawasan konvoi dan serangan, serta operasi perang tidak biasa lainnya.
Reaper, yang terkenal sulit ditangkap radar dan mampu terbang lama, membawa beragam sensor jarak jauh, dilengkapi perangkat komunikasi multi-mode, dapat terbang lebih dari 27 jam, serta memiliki jarak tempuh lebih dari 1.000 mil.
Pada bulan September, Pentagon menempatkan unit MQ-9 Reaper secara permanen di Pangkalan Udara Kunsan, Korea Selatan, sebagai langkah pencegahan terhadap potensi ancaman regional.
![Kapal-kapal yang berpartisipasi melakukan manuver terkoordinasi di perairan yang diklaim Filipina di Laut Tiongkok Selatan, memperlihatkan interoperabilitas yang semakin baik dalam MMCA ke-13. [Angkatan Bersenjata Filipina]](/gc9/images/2025/11/18/52828-mmca1-370_237.webp)