Olahraga

Tiongkok manfaatkan liga bisbol untuk perluas pengaruh politik atas Taiwan

Minat terhadap bisbol di Tiongkok sebenarnya rendah, namun, bagi Taiwan, olahraga ini merupakan simbol nasional. Kehadiran liga bisbol baru di Tiongkok dinilai sebagai langkah untuk mengikis sentimen kemandirian Taiwan dari Tiongkok.

Pertandingan final bisbol dalam Pekan Olahraga Nasional Tiongkok ke-15 yang berlangsung di Zhongshan, Guangdong, pada 21 November. [Saluran Olahraga Chinese Central Television]
Pertandingan final bisbol dalam Pekan Olahraga Nasional Tiongkok ke-15 yang berlangsung di Zhongshan, Guangdong, pada 21 November. [Saluran Olahraga Chinese Central Television]

Oleh Jia Feimao |

Tiongkok kini memanfaatkan olahraga bisbol sebagai upaya untuk menarik hati Taiwan.

Liga Bisbol Profesional Tiongkok (CPB) City League, yang akan diluncurkan pada bulan Januari 2026, bertujuan memprofesionalkan bisbol di Tiongkok dalam kurun tiga tahun. Menurut keterangan resmi liga, setiap tim akan diperkuat 30 pemain, termasuk minimal 10 pemain domestik serta 10 pemain dari Taiwan, Hong Kong, atau Makau.

Bisbol kurang diminati di Tiongkok daratan, Hong Kong, maupun Makau, tetapi di Taiwan olahraga ini secara luas dianggap sebagai “acara hiburan nasional.” Bisbol diperkenalkan ke pulau itu pada masa kolonial Jepang di Taiwan (1895–1945).

Oleh karena itu, analis umumnya menilai ketentuan bahwa sedikitnya 10 pemain harus berasal dari Taiwan, Hong Kong, atau Makau sebagai cara yang sengaja dirancang untuk membuka peluang bagi pemain Taiwan demi kepentingan Front Bersatu. Front Bersatu adalah istilah yang merujuk pada operasi propaganda pro-Beijing yang menargetkan Taiwan..

Logo Liga Bisbol Profesional Tiongkok (CPB) City League yang baru diluncurkan, berdampingan dengan lambang lima tim pertamanya. [CPB/Facebook]
Logo Liga Bisbol Profesional Tiongkok (CPB) City League yang baru diluncurkan, berdampingan dengan lambang lima tim pertamanya. [CPB/Facebook]

Operasi tersebut berupaya mengikis identitas warga Taiwan. Dalam survei yang dilakukan di Taiwan pada 2023, hanya 3% responden yang menyatakan identitasnya “pada dasarnya orang Tionghoa."

Sepenuhnya gagasan Beijing.

Liga CPB hanya bisa dibentuk dengan restu Beijing, kata Arthur Wang, sekretaris jenderal Asia-Pacific Elite Interchange Association, dalam wawancara dengan CTS News.

Menurutnya, mendukung liga untuk olahraga yang hanya sedikit diminati warga Tiongkok menunjukkan perhitungan pihak berwenang “jelas bukan soal bisnis, melainkan ditujukan kepada Taiwan.” Tujuan sebenarnya, katanya, adalah mengusung kampanye Front Bersatu Tiongkok terhadap Taiwan dengan memanfaatkan kekuatan emosional olahraga.

Liang Wen-chieh, Wamen Dewan Urusan Daratan Taiwan, menyatakan pihaknya akan mengawasi secara ketat apakah liga ini didorong oleh kepentingan pasar atau oleh tujuan politik.

Dia mengatakan kepada CNA Taiwan bahwa sebuah perusahaan pemasaran olahraga sedang mencoba mereplikasi pengalaman bisbol Taiwan di Tiongkok dan bahkan berencana memboyong banyak pemain Taiwan.

“Jika perusahaan atau biro pemasaran Taiwan diam-diam mempromosikan liga CPB di balik layar, ini bukan lagi sekadar pertukaran olahraga, melainkan kolaborasi politik,” kata Hung Pu-chao, wakil direktur eksekutif Center for Mainland China and Regional Development Research di Tunghai University, Taichung, Taiwan, kepada Focus.

“Upaya Front Bersatu Tiongkok tidak hanya menargetkan pemain individu, tetapi seluruh industri bisbol Taiwan,” ujarnya.

“Satu keluarga berseberangan selat”

Pada 11 November, liga CPB mengumumkan tim pertamanya, Changsha Want Want Happy Team, yang disponsori oleh perusahaan Taiwan, Want Want Group. Pendapatan perusahaan tersebut sebagian besar berasal dari operasinya di Tiongkok.

Di akun resmi WeChat tim itu, sebuah unggahan berbunyi: “Bisbol adalah olahraga yang dimulai dari ‘rumah (home)’ dan berlari kembali ke ‘rumah (home)’…. Sebagai perusahaan Taiwan yang patriotik, Want Want berharap menggunakan Changsha Want Want Happy Team sebagai jembatan, dan bisbol sebagai media, untuk membangun jembatan pertukaran antara pemain bisbol dan kaum muda di kedua sisi Selat.” Pernyataan itu mendorong pertukaran lintas selat dengan slogan “Satu Keluarga Berseberangan Selat.”

Otoritas Taiwan memiliki alasan lebih besar untuk khawatir apabila seluruh tim Taiwan bergabung dengan liga yang berkantor pusat di seberang Selat, alih-alih sekadar perpindahan pemain individu ke tim di Tiongkok.

Saat mengunjungi Shanghai CoolBang, perusahaan penyelenggara liga CPB, seorang wartawan CNA memperhatikan tulisan “Taichung,” “Chii Lih (Coral Baseball),” dan “Topco” di papan tulisnya. Itu semua adalah nama tim bisbol amatir Taiwan, yang menimbulkan dugaan adanya hubungan dengan klub-klub amatir di Taiwan.

Menurut Hung, penggunaan kata “City” dalam nama resmi liga kemungkinan dimaksudkan untuk menarik tim-tim Taiwan yang baru dibentuk di masa depan. Begitu tim-tim Taiwan ikut berlaga di bawah kerangka CPB, ia mengatakan, Beijing bisa lebih mudah membentuk narasi bahwa “Taiwan adalah bagian dari Tiongkok” dengan menunjuk partisipasi mereka.

Upaya mengikis identitas bisbol Taiwan

“Bisbol, yang diperkenalkan ke Taiwan pada masa penjajahan Jepang kemudian dikembangkan pemerintah setelah prestasi gemilang Hong-Ye Little League, menjadi simbol utama baik modernisasi maupun identitas lokal,” kata Hung.

Tim Hong-Ye membuat seluruh Taiwan bergembira pada 1968 ketika secara tak terduga mengalahkan tim all-star dari Jepang.

“Perbedaan mencolok dalam popularitas bisbol di kedua sisi Selat Taiwan justru menegaskan betapa jauhnya jarak antara Taiwan dan Tiongkok,” kata Hung.

Menurut Hung, pembentukan liga bisbol ini, beserta ketentuan yang mewajibkan kehadiran pemain dari Taiwan, Hong Kong, dan Makau, bertujuan menghapus batas simbolik dan menanamkan kesan bisbol Taiwan hanyalah bagian dari "bisbol Tiongkok."

Menurutnya, “Dalam narasi pihak lain, para pemain bisbol Taiwan itu sekadar menjadi simbol kembalinya ke olahraga tanah air.”

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *