Energi

Penutupan PLTN terakhir Taiwan picu kekhawatiran soal ketahanan energi

Taiwan menutup reaktor nuklir terakhirnya, meningkatkan kekhawatiran soal masa depan energi negara pulau itu di tengah ketergantungan impor dan ketegangan geopolitik dengan Tiongkok.

Foto PLTN Ma'anshan di Pingtung, Taiwan, 29 April. Taiwan menutup reaktor nuklir terakhirnya pada 17 Mei, meningkatkan kekhawatiran soal ketergantungan bahan bakar dan kerentanan terhadap blokade Tiongkok. [I-Hwa Cheng/AFP]
Foto PLTN Ma'anshan di Pingtung, Taiwan, 29 April. Taiwan menutup reaktor nuklir terakhirnya pada 17 Mei, meningkatkan kekhawatiran soal ketergantungan bahan bakar dan kerentanan terhadap blokade Tiongkok. [I-Hwa Cheng/AFP]

Oleh Focus dan AFP |

Taiwan menutup reaktor nuklir terakhirnya pada 17 Mei, memicu kekhawatiran soal ketergantungan negara pulau itu pada impor energi dan kerentanan terhadap blokade Tiongkok.

Negara pulau tersebut, yang menargetkan emisi nol neto pada 2050, hampir sepenuhnya bergantung pada impor bahan bakar fosil untuk listrik perumahan, pabrik, dan industri cip semikonduktor penting.

Presiden Lai Ching-te dari Partai Progresif Demokrat telah lama berjanji menghentikan penggunaan tenaga nuklir, sementara partai oposisi Kuomintang (KMT) berpandangan perlu pasokan berkelanjutan untuk ketahanan energi.

PLTN Ma'anshan di Pingtung bagian selatan ditutup sementara Tiongkok meningkatkan kegiatan militernya di sekitar Taiwan, yang diklaim Beijing sebagai bagian dari wilayahnya dan akan dikuasainya.

Tim penyelamat melewati replika reruntuhan PLTN saat latihan sipil yang menyimulasikan serangan Tiongkok di Taichung pada 13 April 2023. [Sam Yeh/AFP]
Tim penyelamat melewati replika reruntuhan PLTN saat latihan sipil yang menyimulasikan serangan Tiongkok di Taichung pada 13 April 2023. [Sam Yeh/AFP]

Dalam latihan militer skala besar di dekat Taiwan April lalu, Tiongkok menyimulasikan serangan terhadap semua pembangkit energi dan pelabuhan penting serta memblokade negara pulau itu.

Ma'anshan sudah beroperasi 40 tahun di sebuah daerah wisata, yang kini bertabur turbin angin dan panel surya.

Di lokasi itu akan dibangun lebih banyak pembangkit EBT, perusahaan pemerintah Taipower berencana membangun PLTS yang mampu memasok kira-kira 15.000 rumah tangga setiap tahunnya.

Namun, kendati nuklir hanya menyumbang 4,2% dari tenaga listrik Taiwan tahun lalu, sebagian orang khawatir penutupan Ma'anshan berisiko menimbulkan krisis energi.

"Taiwan sangat kecil, dan saat ini tidak memiliki sumber energi alam yang dapat menggantikan tenaga nuklir," ucap Ricky Hsiao, 41 tahun, yang mengelola penginapan di dekat situ.

"TSMC dan perusahaan besar lainnya butuh listrik. Mereka akan hengkang dari Taiwan jika pasokannya tidak stabil," katanya kepada AFP, mengacu pada pabrik cip besar Taiwan Semiconductor Manufacturing Co.

Sementara, Carey Chen, 40 tahun, ibu dua anak, khawatir terjadi kecelakaan seperti PLTN Fukushima tahun 2011 di Jepang, yang sama seperti Taiwan rawan gempa bumi.

"Kalau ada sumber listrik lain yang terjamin, saya mendukung negeri bebas nuklir demi keselamatan umat manusia," ujarnya.

Pasokan yang stabil

Pada puncaknya di era 1980-an tenaga nuklir menyumbang lebih dari 50% energi Taiwan, dengan tiga PLTN mengoperasikan enam reaktor di seluruh pulau.

Kekhawatiran setelah bencana Fukushima menyebabkan pembatalan PLTN baru yang tengah dibangun pada 2014.

Dua PLTN berhenti beroperasi antara 2018 sampai 2023 setelah izin operasinya berakhir.

Sebagian besar pembangkit listrik Taiwan menggunakan bahan bakar fosil, dengan gas alam cair (LNG) menyumbang 42,4% dan batu bara 39,3% tahun lalu.

Energi terbarukan menyumbang 11,6%, masih jauh di bawah target 20% pemerintah untuk 2025.

Tenaga surya menghadapi penentangan masyarakat yang tidak setuju lahan terbatas dipasangi panel surya, sementara aturan TKDN komponen turbin angin memperlambat penggunaannya.

Lai bersikeras pasokan energi Taiwan masih aman kendati kebutuhan naik karena teknologi kecerdasan buatan, dengan unit-unit baru di PLT LNG dan batu bara yang ada menggantikan listrik Ma'anshan.

Partai Rakyat Taiwan dan KMT, yang menguasai parlemen, mengubah undang-undang pada 13 Mei yang mengizinkan PLTN memperpanjang masa operasinya hingga 20 tahun.

"Memang nuklir bukan jalan terbaik untuk menghasilkan tenaga listrik," kata Ko Ju-chun, anggota parlemen dari KMT.

"Akan tetapi, opsi itu tidak boleh dianulir saat kita mengembangkan teknologi dan pertahanan dan memperkuat keamanan nasional."

Ancaman Tiongkok

Ketergantungan Taiwan pada impor bahan bakar fosil menjadi perhatian khusus mengingat risiko blokade Tiongkok.

Negara pulau itu memiliki cadangan LNG 11 hari dan batu bara 30 hari, menurut data pemerintah.

Jaringan listrik Taiwan yang terpusat juga berakibat sebagian besar pulau berisiko mengalami pemadaman listrik besar-besaran jika terjadi gangguan.

Tanpa nuklir, "ketahanan energi kami tidak terjamin, dan akan berdampak pada keamanan nasional," ucap Yeh Tsung-kuang, pakar energi di Universitas Nasional Tsing Hua.

Energi terbarukan adalah cara terbaik untuk menunjang ketahanan energi Taiwan, kata para aktivis lingkungan.

"Jika setiap komunitas memiliki panel surya di atap rumah, komunitas itu bisa [lebih] mandiri," ujar Tsui Shu-hsin, sekretaris jenderal Green Citizens' Action Alliance.

Sementara pihak lain mengatakan penghentian PLTN Taiwan bertentangan dengan tren global dan regional.

Bahkan Jepang menargetkan PLTN menyumbang 20-22% listriknya pada 2030, naik dari yang kini jauh di bawah 10%.

Nuklir juga menjadi sumber tenaga listrik terbesar Korea Selatan pada 2024, menyumbang 31,7% dari pembangkitan total negara itu, dan mencapai tingkat tertingginya dalam 18 tahun, menurut data pemerintah.

Yu Shih-ching, kepala daerah Hengchun, tempat Ma'anshan berada, mengatakan PLTN itu membuka lahan pekerjaan dan mendorong ekonomi setempat.

"Kami memandang tenaga nuklir itu perlu," katanya dan menyebut PLTN "penggerak ekonomi nasional yang penting" dan "sangat membantu daerah itu."

Dan Lai baru-baru ini mengakui bahwa dia tidak menutup kemungkinan kembali ke nuklir suatu hari nanti.

"Keputusan menggunakan PLTN atau tidak di masa depan bergantung pada tiga pilar, yaitu keselamatan nuklir, solusi limbah nuklir, dan penerimaan masyarakat," ucapnya.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *