Keamanan

Perkembangan pesat kekuatan nuklir Tiongkok naikkan taruhan strategis

Peningkatan kekuatan nuklir Tiongkok yang cepat mengubah keseimbangan kekuatan regional dan menimbulkan kecemasan baru di kalangan sekutu AS di kawasan Indo-Pasifik.

Rudal nuklir strategis antarbenua Dongfeng-41 (DF-41) milik Tiongkok dipamerkan saat parade perayaan hari jadi ke-70 Republik Rakyat Tiongkok pada 1 Oktober 2019. Tiongkok muncul sebagai negara berkekuatan nuklir yang tumbuh paling cepat. [Lan Hongguang/Xinhua via AFP]
Rudal nuklir strategis antarbenua Dongfeng-41 (DF-41) milik Tiongkok dipamerkan saat parade perayaan hari jadi ke-70 Republik Rakyat Tiongkok pada 1 Oktober 2019. Tiongkok muncul sebagai negara berkekuatan nuklir yang tumbuh paling cepat. [Lan Hongguang/Xinhua via AFP]

Oleh Wu Qiaoxi |

Persenjataan nuklir Tiongkok berkembang dengan laju yang tidak tertandingi oleh negara mana pun, menurut laporan tahunan terbaru yang diterbitkan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI).

Laporan yang dirilis tanggal 16 Juni memperkirakan Beijing kini memiliki sedikitnya 600 hulu ledak nuklir, peningkatan tajam dari 500 buah tahun lalu, dengan sekitar 100 hulu ledak baru ditambahkan per tahun sejak 2023.

Persenjataan nuklir Tiongkok "diperkirakan akan terus bertambah selama dasawarsa mendatang," kata laporan itu.

Kemungkinan tersebut menimbulkan kecemasan baru di antara Amerika Serikat dan para sekutunya di kawasan Indo-Pasifik.

Perkiraan persediaan hulu ledak nuklir dari sembilan negara pemilik senjata nuklir, sejak Januari. [SIPRI]
Perkiraan persediaan hulu ledak nuklir dari sembilan negara pemilik senjata nuklir, sejak Januari. [SIPRI]

Dengan 600 hulu ledak, Tiongkok berada di peringkat ketiga dunia dalam hal jumlah persediaan nuklir, di belakang Rusia dengan 5.459 dan Amerika Serikat dengan 5.177, menurut SIPRI.

Tiongkok kini melampaui Inggris dan Prancis dalam hal inventaris nuklir, dan memiliki "persenjataan nuklir dengan pertumbuhan tercepat di dunia," tulis SIPRI.

Lintasan pertumbuhannya tampak jelas. SIPRI memperkirakan Tiongkok dapat memiliki sebanyak 1.500 hulu ledak pada tahun 2035 yang, apabila terwujud, akan menandai pergeseran signifikan dalam keseimbangan nuklir dunia.

Penumpukan senjata nuklir

Perluasan ini disertai dengan peningkatan infrastruktur secara besar-besaran.

Hingga bulan Januari, Tiongkok telah menyelesaikan atau hampir menyelesaikan sekitar 350 silo rudal balistik antarbenua (ICBM) di enam daerah -- tiga di gurun utara dan tiga di zona pegunungan timur.

"Tergantung bagaimana mereka memutuskan untuk menyusun kekuatannya, Tiongkok berpotensi memiliki ICBM setidaknya sebanyak Rusia atau AS pada pergantian dekade," laporan SIPRI menyatakan.

Namun, jumlah total hulu ledak masih lebih kecil dari Amerika Serikat atau Rusia.

Upaya modernisasi Tiongkok mencakup pengerahan rudal dengan hulu ledak yang dapat diarahkan ke beberapa target secara independen, terutama pada ICBM DF-5 dan DF-41, serta perluasan triad nuklirnya dengan rudal balistik yang diluncurkan dari kapal selam dan pesawat pembom generasi terbaru yang mampu membawa senjata nuklir.

Hans Kristensen, peneliti senior nonresiden di SIPRI dan direktur proyek informasi nuklir Federation of American Scientists, menghubungkan penambahan itu dengan banyak faktor pendorong, termasuk seruan Presiden Xi Jinping bahwa Tiongkok "harus menjadi kekuatan militer kelas dunia pada pertengahan abad."

Beijing mungkin menyimpulkan bahwa sikap pencegahan minimumnya tidak lagi cukup, terutama mengingat sistem pertahanan rudal AS yang semakin canggih, tambah Kristensen, sebagaimana dilaporkan oleh South China Morning Post pada 16 Juni.

Kendati ada peningkatan, Kristensen mempertanyakan kredibilitas Tiongkok dalam menggunakan ICBM strategisnya dalam konflik regional, menyatakan bahwa ancaman "serangan dengan kekuatan ICBM strategis pusat terhadap wilayah AS dalam konteks konlfik regional seperti Taiwan mungkin tidak masuk akal."

"Hal itu akan memicu pembalasan nuklir AS yang signifikan terhadap Tiongkok."

Tiongkok mengikuti "kebijakan ‘tidak menggunakan senjata nuklir terlebih dahulu’ dalam situasi apa pun dan telah berkomitmen tanpa syarat untuk tidak menggunakan atau mengancam akan menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara yang tidak memiliki senjata nuklir serta zona bebas senjata nuklir.," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Guo Jiakun, pada 16 Juni, sebagaimana dilaporkan oleh Newsweek.

Kekhawatiran yang semakin meningkat

Namun demikian, meningkatnya kemampuan Tiongkok memicu kecemasan regional.

Dilaporkan oleh Indian Express, SIPRI menyinggung bahwa meski Pakistan masih menjadi fokus utama strategi pencegahan India, kini India kini semakin menekankan "pengembangan senjata jarak jauh yang mampu menjangkau sasaran di seluruh wilayah Tiongkok."

New Delhi beradaptasi dengan implikasi strategis dari peningkatan kekuatan nuklir Beijing, berpotensi memicu perlombaan senjata yang lebih luas di Asia, menurut analisis perubahan ini.

Persenjataan nuklir Tiongkok yang tumbuh pesat mendorong "kecemasan keamanan" di Australia, kata Wakil Perdana Menteri Australia, Richard Marles, pada awal Juni saat berkunjung ke Indonesia.

Para analis mengatakan ekspansi nuklir Tiongkok bukanlah semata-mata tentang kesetaraan militer.

Tujuan peningkatan persenjataan Tiongkok yang sebenarnya adalah melemahkan kredibilitas jaminan keamanan AS, sehingga menekan sekutu AS seperti Jepang, Korea Selatan, dan Filipina untuk meninjau ulang hubungan mereka dengan Washington, tulis Kyle Balzer dan Dan Blumenthal di Foreign Policy bulan November lalu.

"Geopolitik nuklir Tiongkok bertujuan mengganggu stabilitas penghalang maritim yang kini dibangun untuk melawannya," Balzer dan Blumenthal menambahkan.

Dalam analisis mereka, para perencana militer Tiongkok semakin melihat senjata nuklir yang dimodernisasi sebagai "'kartu as' yang dapat menghalangi intervensi eksternal dalam urusan regional."

Penolakan Tiongkok untuk terlibat dalam perundingan pengendalian senjata nuklir semakin memperumit situasi, berisiko memperdalam ketidakpercayaan strategis dan mempercepat persaingan senjata di kawasan tersebut.

Beijing menolak usulan AS tentang transparansi dan pembatasan nuklir, menganggapnya "tidak adil dan tidak realistis."

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *