Oleh Wu Qiaoxi |
Di tengah meningkatnya tegangan geopolitik di kawasan Pasifik dan ketidakstabilan di Papua Nugini (PNG), Australia mengukuhkan peran regionalnya dengan perjanjian keamanan baru.
Pada 6 Oktober, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan Perdana Menteri PNG James Marape menandatangani Traktat Pukpuk (juga dikenal sebagai Traktat Pertahanan Bersama Papua Nugini-Australia) di Canberra.
Trakat itu mengambil nama dari bahasa Tok Pisin untuk "buaya", pukpuk, melambangkan ketahanan dan perlindungan. Marape menyebut peristiwa ini "tonggak bersejarah".
Bertahun-tahun Tiongkok berusaha membangun pengaruh ekonomi dan strategis di seputar Australia.
![Persiapan sedang berlangsung di Lae, Papua Nugini, untuk Exercise Wantok Warrior 2025, latihan gabungan antara Australia dan Papua Nugini, sementara personel dan helikopter akan tiba akhir Oktober. [Defense Australia/Facebook]](/gc9/images/2025/10/14/52420-558160558_122140149230816498_5717867020622050797_n-370_237.webp)
Penandatanganan itu dilakukan di tengah ketidakstabilan di PNG. Tahun lalu, kerusuhan pecah di ibu kota, Port Moresby, yang memaksa Marape menyatakan keadaan darurat. Beberapa provinsi miskin tapi kaya sumber daya alam berulang kali mengalami perang suku, hingga sekarang.
"Dua rumah dengan satu pagar"
Traktat Pukpuk yang melindungi "dua rumah dengan satu pagar" menjadikan Australia "mitra keamanan pilihan" PNG. Pakta itu menunjukkan "kepercayaan dan kehati-hatian", kata Radio New Zealand.
Pakta itu meliputi pelatihan, berbagi intel, penanggulangan bencana, dan kerja sama maritim, dengan tetap sepenuhnya menghormati kedaulatan.
Traktat itu menjanjikan akan memperkuat Angkatan Bersenjata PNG dengan menyediakan peluang pelatihan gabungan, pemutakhiran infrastruktur, dan peningkatan kemampuan pengawasan maritim.
Marape menekankan hubungan bersejarah dan geografis PNG dan Australia, menerangkan bahwa traktat itu "bukan karena geopolitik atau alasan lainnya." Dia membandingkannya dengan "satu pagar besar yang melindungi dua rumah dengan halaman masing-masing."
Saat jumpa pers, Albanese menyebut penandatanganan itu "hari bersejarah" bagi kedua negara.
Isi pertahanan bersama itu "mirip" dengan traktat ANZUS antara Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat, katanya.
"Ini aliansi baru pertama Australia dalam kurun waktu lebih dari 70 tahun," ujar Albanese.
Menjaga kedaulatan PNG
Traktat Pukpuk sempat memicu kekhawatiran ketergantungan pascakolonial baru di PNG. Namun, kerja sama PNG dengan Australia adalah keputusan strategis mandiri, bukan soal "kubu-kubuan" tetapi menguatkan kapasitas bersama melalui kepercayaan, kata Marape.
"Pilihan ini dibuat bukan karena tekanan atau pragmatisme, melainkan dari hati dan jiwa ko-eksistensi kita sebagai tetangga," Marape menjelaskan.
"Kerja sama ini berdasarkan saling menghormati, bukan dominasi; berdasarkan kepercayaan, bukan paksaan. Australia tidak pernah memaksa ... terima kasih menjadikan kami mitra setara," ucapnya.
"Australia donatur dan pemain terbesar di kawasan Pasifik, jadi mudah dipahami mengapa [PNG] mau menjalin hubungan dengannya," kata Ginger Cruz, dosen ilmu politik di University of Guam, kepada South China Morning Post.
Tiongkok berhati-hati
KIta lalu beralih ke Tiongkok, yang berebut pengaruh dengan Australia di Indo-Pasifik.
Kedua negara itu merupakan mitra dagang terbesar PNG.
Marape secara khusus menyebut Tiongkok: "Traktat ini bukan untuk mencari musuh, tetapi menguatkan persahabatan. Dan kami bersikap transparan dengan Tiongkok. Kami sudah memberi tahu mereka bahwa Australia menjadi mitra keamanan pilihan kami, dan mereka maklum."
Kedutaan besar Tiongkok di Port Moresby menanggapi hal itu dengan hati-hati.
Tiongkok "menghormati pilihan mandiri bangsa-bangsa Pasifik," kata kedutaan besar dengan menambahkan bahwa "kerja sama keamanan regional jangan sampai menjadi blok eksklusif."
Australia menangkal Tiongkok
Traktat Pukpuk adalah tonggak prestasi Australia terkait kebijakan Pasifik yang lebih aktif yang dicanangkan pemerintahan Turnbull periode 2015–2018, tulis Sam Roggeveen, direktur International Security Program di Lowy Institute di Sydney, di The Interpreter.
Pasal 5 Traktat Pukpuk menciptakan "penghalang tambahan" terhadap pangkalan atau penempatan bergilir yang dapat memperkuat kehadiran militer Tiongkok di Pasifik, katanya.
"Para Pihak sepakat tidak akan melakukan kegiatan, perjanjian, atau pengaturan dengan pihak ketiga yang dapat membahayakan kemampuan mereka menerapkan Traktat ini," bunyi pasal itu.
Tujuan Australia adalah mempertahankan keunggulan dalam perebutan pengaruh regional, bukan menyingkirkan Tiongkok, kata Roggeveen.
Dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok mendekati negara-negara di Pasifik Selatan dengan perjanjian keamanan, hubungan diplomatik, dan kerja sama ekonomi. Banyak negara, termasuk Kepulauan Solomon, memperkuat hubungan dengan Beijing. Momentum itu mengubah dinamika regional yang tidak disukai Canberra.
Sebagai respons, Australia meneguhkan kepemimpinannya di kawasan itu, memperkuat hubungan dengan negara-negara kepulauan Pasifik dengan mengupayakan perjanjian keamanan dan iklim dengan Fiji dan Vanuatu, serta menandatangani perjanjian migrasi iklim dengan Tuvalu yang menawarkan visa dan tempat tinggal bagi korban krisis iklim.
![Perdana Menteri Australia Anthony Albanese (tengah kanan) dan Perdana Menteri Papua Nugini James Marape (kedua dari kiri) bersama pejabat lain setelah menandatangani Traktat Pukpuk di Canberra pada 6 Oktober. Traktat ini merupakan pakta pertahanan bersama untuk memperkuat keamanan Pasifik dan melawan pengaruh Beijing yang semakin besar. [David Gray/AFP]](/gc9/images/2025/10/14/52419-afp__20251006__77tf3y6__v1__highres__australiapngdiplomacydefence__1_-370_237.webp)