Oleh Shirin Bhandari |
Sembilan tahun setelah memenangkan gugatan hukum bersejarah melawan Tiongkok, Filipina kini mengambil langkah nyata untuk menegaskan kedaulatannya di Laut Filipina Barat. Negara itu terus membangun sejumlah infrastruktur militer dan sipil baru di Pulau Pag-asa yang dipersengketakan, bahkan ketika Tiongkok semakin memperkuat kehadirannya di kawasan tersebut.
Putusan Den Haag tahun 2016 menolak klaim luas Tiongkok atas Laut Tiongkok Selatan dan menegaskan hak-hak maritim Filipina. Namun sejak saat itu, Beijing mengabaikan keputusan tersebut seraya terus memperluas dan mempersenjatai wilayah yang disengketakan.
Pada bulan Juli, para pejabat di Puerto Princesa, Provinsi Palawan, berkumpul untuk memperingati Hari Kemenangan Laut Filipina Barat—sebuah pengingat simbolis atas putusan Den Haag dan seruan untuk memperkuat kembali persatuan nasional dalam memperjuangkan hak-hak maritim.
"Kami akan menghadirkan lebih banyak proyek infrastruktur dengan standar yang lebih tinggi," kata Wakil Laksamana Alfonso Torres Jr., komandan Komando Barat, dalam acara tersebut. "Jejak kehadiran akan terus bertambah, tidak hanya dari AFP [Angkatan Bersenjata Filipina], tetapi juga dari instansi lain di bawah NTF-WPS [Satuan Tugas Nasional Laut Filipina Barat]."
![Foto ini diambil pada 6 Juni dari kapal angkatan laut Filipina BRP Andres Bonifacio saat patroli maritim di Laut China Selatan yang disengketakan dan memperlihatkan kapal penjaga pantai Tiongkok (kiri) dan sebuah kapal lainnya di dekat Pulau Pag-asa yang dikuasai Filipina. [Ted Aljibe/AFP]](/gc9/images/2025/08/15/51556-afp__20250609__49mu3nq__v1__highres__philippineschinapoliticsmaritime__1_-370_237.webp)
![Foto udara ini diambil pada 3 Juni dan memperlihatkan Pulau Pag‑asa, yang dikuasai Filipina, di Laut Tiongkok Selatan yang disengketakan. [Ted Aljibe/AFP]](/gc9/images/2025/08/15/51557-afp__20250609__49mu6nq__v1__highres__philippineschinapoliticsmaritime__1_-370_237.webp)
Terletak di Kepulauan Spratly, Pulau Pag-asa (yang juga dikenal secara internasional sebagai Pulau Thitu) merupakan pos terdepan terbesar yang dikuasai Filipina di wilayah sengketa tersebut dan dihuni sekitar 200 warga sipil. Dikelilingi oleh wilayah penangkapan ikan tradisional dan sumber daya energi yang belum dimanfaatkan, pulau ini telah menjadi simbol kedaulatan Filipina sekaligus garis depan dalam perjuangan geopolitik untuk menguasai Laut Tiongkok Selatan.
Pada tahun 2025, pulau ini mengalami perkembangan signifikan ketika Manila memperbarui fasilitas di sana dengan membangun dermaga, pembangkit listrik tenaga diesel, bandara, dan landasan pacu panjang senilai 3 miliar PHP (sekitar US$52,5 juta) untuk mengakomodasi pesawat kargo militer.
Pembangunan tersebut, meskipun terbilang sederhana jika dibandingkan dengan aktivitas Tiongkok, menunjukkan tekad Manila untuk memperkuat klaim wilayahnya melalui pembangunan infrastruktur, tata kelola, dan kolaborasi sipil-militer.
Aktivitas konstruksi Tiongkok yang tak kunjung berhenti
Namun demikian, sementara Filipina membangun secara bertahap, Tiongkok telah mengubah terumbu karang secara keseluruhan menjadi pangkalan militer yang diperkuat selama dasawarsa terakhir.
Para pekerjanya telah mengubah daerah seperti Terumbu Mischief, Terumbu Subi, Terumbu Fiery Cross, dan Terumbu Cuarteron menjadi pulau buatan yang dilengkapi dengan landasan pacu panjang, sistem rudal, instalasi radar, dan pelabuhan angkatan laut.
Semua pangkalan ini memungkinkan militer Tiongkok memproyeksikan kekuatannya jauh ke perairan Asia Tenggara dan secara efektif mengepung wilayah yang dikuasai Filipina seperti Pulau Pag-asa.
Menghadapi ketidakseimbangan ini, Filipina memperluas upaya di luar langkah pertahanan konvensional. Pemerintah melibatkan nelayan lokal sebagai mitra maritim, mengintegrasikan peran mereka dalam patroli dan pengawasan.
“Kami akan melibatkan mereka untuk menjadi mitra kami dalam patroli,” kata Torres pada perayaan di Puerto Princesa, menekankan pendekatan pemerintahan yang menyeluruh untuk Laut Filipina Barat.
“Setiap warga harus terlibat, terutama di media sosial, untuk menyampaikan apa yang menjadi hak kita dan respons positif tentang [Laut Filipina Barat], apa yang kita perjuangkan.”
Sinergi sipil-militer ini mencerminkan pergeseran yang lebih luas dalam strategi maritim Filipina: beralih dari diplomasi pasif menuju kehadiran yang aktif dan didukung oleh masyarakat.
Agresi Tiongkok terus meningkat
Namun demikian, sikap tegas di lapangan menghadapi agresi Tiongkok, semakin meningkat.
Pada 6 Agustus, tiga kapal milisi Tiongkok memblokir sebuah kapal BFAR yang berlayar menuju Sandy Cay, sebuah insiden yang tidak diakui oleh kedua belah pihak, lapor Manila Times. Seorang analis keamanan maritim yang berbasis di AS memperhatikan kejadian tersebut dan melaporkannya di X.
Pada bulan April, angkatan laut Filipina, penjaga pantai, dan Polisi Maritim melaksanakan operasi gabungan yang jarang dilakukan, mendarat di Cays 1, 2, dan 3 — hamparan pasir dekat Pulau Pag-asa. Sementara itu, dua kapal dari Biro Perikanan dan Sumber Daya Akuatik Filipina (BFAR) yang melakukan penelitian ilmiah di dekat Sandy Cay bertemu dengan kapal penjaga pantai Tiongkok yang menggunakan meriam air untuk mengusir mereka.
Pada akhir bulan yang sama, Tiongkok mengklaim telah merebut Sandy Cay, meningkatkan ketegangan dan memperparah pelanggaran terhadap semangat putusan arbitrase 2016. Filipina dengan cepat membantah klaim Tiongkok tersebut.
Bersikap tegas terhadap Tiongkok
Pada bulan Mei, Beijing menuduh Filipina melakukan 27 "pendaratan tanpa izin" di wilayah sengketa sejak Januari.
Namun demikian, pada bulan Juli, penjaga pantai Filipina mencatat kehadiran 46 kapal Tiongkok di perairan yang diklaim Filipina, termasuk kapal penjaga pantai, kapal angkatan laut, dan kapal penelitian.
Beberapa kapal memasuki Zona Ekonomi Eksklusif Filipina berkali-kali sebelum pasukan Filipina mencegat dan mengusir mereka.
“Begitu [penyusup Tiongkok] terdeteksi, kami pastikan untuk segera merespons,” kata Laksamana Muda Filipina Roy Vincent Trinidad pada bulan Agustus.
![Foto ini diambil pada 4 Juni dan menunjukkan marinir Filipina di atas perahu yang sedang bermanuver di tengah laut berombak dekat Pulau Pag-asa yang dikuasai Filipina di Laut Tiongkok Selatan yang dipersengketakan. [Ted Aljibe/AFP]](/gc9/images/2025/08/15/51555-afp__20250609__49mu4zr__v1__highres__philippineschinapoliticsmaritime__1_-370_237.webp)