Oleh Focus dan AFP |
BEIJING -- Beijing menggelar parade militer besar-besaran pada 3 September, dalam memperingati 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II. Presiden Tiongkok Xi Jinping menyatakan bahwa Tiongkok “tidak dapat dihentikan” saat memimpin inspeksi ketiga akan pasukan di Lapangan Tiananmen.
Acara tersebut dihadiri oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, dan bertujuan untuk menggabungkan peringatan sejarah, kekuatan militer, serta memamerkan kemampuan dan aliansi politik Tiongkok.
'Kedaulatan, persatuan, dan keutuhan wilayah'
“Kebangkitan besar bangsa Tiongkok tidak dapat dihentikan, dan cita-cita luhur perdamaian serta pembangunan umat manusia pasti akan tercapai,” ujar Xi.
Meski tidak secara langsung menyebut Taiwan, yang dianggap sebagai bagian dari Tiongkok, Xi menyerukan kepada pasukannya untuk “dengan tegas menjaga kedaulatan nasional, persatuan, dan keutuhan wilayah.”
![Baris depan dari kiri ke kanan: Presiden Indonesia Prabowo Subianto, Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Tiongkok Xi Jinping, istrinya Peng Liyuan, dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada 3 September di Beijing berpose untuk foto sebelum parade militer Tiongkok. [Sergey Bobylev/Pool/AFP]](/gc9/images/2025/09/03/51796-afp__20250903__738v3zq__v1__highres__chinadefenceanniversarywwiiparade__1_-370_237.webp)
![Formasi drone udara yang diangkut oleh truk ikut serta dalam parade militer di Beijing pada 3 September, menandai peringatan ke-80 kemenangan Tiongkok dalam Perang Dunia II. [Zhang Tao/Xinhua via AFP]](/gc9/images/2025/09/03/51799-afp__20250903__xxjpsee001142_20250903_pepfn0a001__v1__highres__chinabeijingvdaycomme-370_237.webp)
![Rudal balistik antarbenua DF-61 terlihat pada 3 September di Beijing selama parade militer yang memperingati 80 tahun kemenangan atas Jepang dan berakhirnya Perang Dunia II. [Greg Baker/AFP]](/gc9/images/2025/09/03/51797-afp__20250903__738w4m3__v1__highres__chinadefenceanniversarywwiiparade__1_-370_237.webp)
Acara tahun ini menandai kali ketiga Xi meninjau pasukan dari atas Gerbang Tiananmen sejak menjabat. Berbeda dengan satu dekade sebelumnya, ketika dalam parade tahun 2015 Xi mengumumkan pengurangan 300.000 tentara dan berjanji bahwa Tiongkok “tidak akan pernah mencari hegemoni,” pidatonya di tahun 2025 tidak menampilkan sikap serupa.
Sebaliknya, parade ini menyoroti satu dekade reformasi militer besar-besaran: penyederhanaan struktur Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) menjadi lima komando wilayah, pembersihan ratusan perwira tinggi serta peningkatan anggaran pertahanan lebih dari 70%.
Trio dalam sorotan
Sorotan internasional tertuju pada kemunculan Xi yang, untuk pertama kalinya, berjalan di atas karpet merah bersama Putin dan Kim sebelum parade dimulai. Televisi negara menayangkan ketiganya berjabat tangan dan berbincang, sebuah adegan sarat simbolisme di tengah kian tajamnya konfrontasi negara mereka dengan Barat.
Ini merupakan pertama kalinya Kim tampil di hadapan publik bersama Xi dan Putin, sekaligus menandai perjalanan luar negeri kedua Kim yang diketahui dalam enam tahun terakhir.
“Tiongkok ... menunjukkan bahwa negara ini memiliki kekuatan dan pengaruh politik untuk mempertemukan Putin dan Kim Jong Un,” kata Lam Peng Er dari Institut Asia Timur di National University of Singapore.
Secara keseluruhan, 26 pemimpin asing menghadiri parade tersebut, sebagian besar berasal dari Asia Tengah dan Asia Tenggara. Kehadiran para kepala negara Asia Tenggara sangat tinggi, mencerminkan upaya Beijing untuk memperkuat hubungan di kawasan selatan, di tengah sengketa maritim.
Presiden Indonesia Prabowo Subianto awalnya mengatakan akan melewatkan acara tersebut karena kerusuhan di dalam negeri, namun secara tak terduga tiba di Beijing pada dini hari 3 September dan ikut serta dalam upacara tersebut.
Para pemimpin negara Barat tampak tidak hadir.
Rudal, drone, dan laser
Parade selama 90 menit itu menampilkan sejumlah persenjataan tercanggih buatan Tiongkok.
Media pemerintah menggambarkan unjuk kekuatan tersebut sebagai bukti modernisasi PLA, sementara para analis pertahanan asing mencermati setiap peralatan yang dipamerkan.
Kejutan datang dari peluncuran perdana rudal balistik antarbenua (ICBM) DF-61, yang segera menjadi topik teratas di media sosial Tiongkok..
Namun demikian, jangkauan dan kapasitas muatannya belum diungkapkan.
Parade itu juga menampilkan DF-5C, sebuah ICBM yang oleh Global Times digambarkan mampu menghantam “wilayah mana pun di Bumi” sekaligus berfungsi sebagai penjaga untuk mencegah perang.
Pameran lainnya mencakup rudal anti-kapal terbaru (YJ-15 hingga YJ-20), drone bawah laut canggih seperti HSU100, platform pertahanan udara laser LY-1, serta HQ-29 yang dijuluki “pemburu satelit.” Formasi lengkap sistem tanpa awak di darat, laut, dan udara menegaskan upaya Tiongkok dalam perang drone.
Nasionalisme dan legitimasi
Meskipun parade tersebut memperingati perlawanan Tiongkok terhadap Jepang dalam Perang Dunia II, para kritikus mengatakan bahwa pertunjukan tersebut lebih banyak mengandung pesan politik daripada sejarah.
Partai Komunis menampilkan dirinya sebagai penyelamat bangsa di masa perang, sambil mengecilkan peran penting pasukan Kuomintang (Nasionalis) yang berkontribusi dalam banyak pertempuran.
Partai Kuomintang memerintah Tiongkok dari 1928 hingga 1949 sebelum kalah dalam perang saudara dan pindah ke Taiwan.
Menambah sensitivitas politik, mantan ketua Partai Kuomintang Hung Hsiu-chu hadir dari Taiwan untuk menghadiri parade.
Kehadirannya menarik perhatian publik di Taiwan, terutama karena pemerintah di Taipei telah melarang pejabat untuk hadir.