Oleh Zarak Khan |
Perdana Menteri India Narendra Modi menghadiri KTT Shanghai Cooperation Organisation (SCO) di Tianjin, Tiongkok, 31 Agustus–1 September, yang memicu perdebatan besar di India.
Modi dan Presiden Tiongkok Xi Jinping berikrar menjalin kemitraan alih-alih persaingan, tetapi para analis menilai ketidakpercayaan yang mengakar serta sikap agresif Beijing berpotensi menghambat upaya mencairkan hubungan.
Jurang yang masih lebar
Kunjungan Modi, yang pertama ke Tiongkok dalam tujuh tahun terakhir, terjadi di tengah kekhawatiran atas kehadiran militer Tiongkok di sepanjang perbatasan Himalaya dan pengaruh regionalnya yang kian meluas.
Jurang strategis antara kedua negara tetap lebar, kata para analis.
![Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Presiden Tiongkok Xi Jinping (tengah, bersama lainnya) berpose untuk foto bersama dalam KTT SCO di Tianjin, Tiongkok, 1 September. [Sergey Bobylev/Pool/AFP]](/gc9/images/2025/09/10/51909-afp__20250901__72zf8g8__v1__highres__chinapoliticsdiplomacysco__1_-370_237.webp)
Langkah India dalam SCO telah meningkatkan kekhawatiran Tiongkok mengenai komitmen jangka panjang India terhadap kelompok tersebut.
Pada pertemuan menteri pertahanan SCO bulan Juni di Qingdao, Tiongkok, India menolak menandatangani pernyataan bersama karena dianggap terlalu berpihak pada Pakistan.
Dua bulan kemudian, dalam KTT para pemimpin, kedua negara masih berbeda pandangan.
India menolak mendukung proyek konektivitas regional di bawah prakarsa Belt and Road Initiative (BRI) Tiongkok.
“Konektivitas yang mengabaikan kedaulatan pada akhirnya akan kehilangan kepercayaan dan maknanya,” kata Modi dalam KTT tersebut.
Tiongkok kecewa
Pandangan Modi tidak disambut baik di Beijing.
Komentator pro-pemerintah Tiongkok menuduh India menjadi pion dalam aliansi Barat, khususnya yang melibatkan Amerika Serikat.
“India masih menganggap Tiongkok sebagai ‘musuh hipotesis,’ dan dorongan untuk ‘bersekutu dengan Amerika Serikat guna melawan Tiongkok’ belum hilang,” kata Zhang Jiadong, profesor di Fudan University sekaligus Direktur Pusat Studi Asia Selatan, dalam analisisnya di China.com.
India tetap ikut serta dalam Dialog Keamanan Kuadrilateral yang dipimpin AS dan bekerja sama dengan negara-negara seperti Jepang, Vietnam, dan Filipina untuk menyeimbangkan pengaruh Tiongkok, ujarnya.
Meskipun signifikan, kunjungan Modi ke Tiongkok tetap terbatas dalam kerangka SCO, yang mencerminkan adanya ‘keresahan strategis yang nyata’ di pihak India, menurut Zhang.
Modi tidak menghadiri parade Hari Kemenangan pada 3 September di Beijing, sebuah acara besar ketika Tiongkok memamerkan kekuatan militernya bersama sekutu seperti Rusia dan Korea Utara.
Tidak menutup pintu terhadap Barat
Keputusan Modi itu disengaja, “meninggalkan ruang untuk rekonsiliasi di masa depan dengan AS,” tulis komentator Antara, Ghosal Singh, untuk Observer Research Foundation yang berbasis di New Delhi.
Kunjungan Modi ke Tiongkok didahului oleh satu pemberhentian penting yang menarik perhatian sejumlah pihak.
New Delhi tampak “berhati-hati menyeimbangkan kunjungan Modi ke Tiongkok dengan kunjungan sebelumnya ke mitra Quad-nya, Jepang,” tulis lembaga kajian AS Stimson Center pada bulan September.
Di Tokyo, kedua pihak “menguraikan kerja sama luas dan menyatakan keprihatinan atas tindakan koersif Tiongkok, meski tanpa menyebut langsung Beijing,” lanjut pusat studi itu.
Tekanan di dalam negeri
India dan Tiongkok berbagi perbatasan sepanjang 3.380 km, tetapi tidak diiringi dengan hubungan yang harmonis.
Pasukan kedua negara ini bentrok di wilayah Ladakh, India, pada tahun 2020. Dua puluh tentara India tewas.
Sengketa perbatasan yang belum terselesaikan dan bentrokan berdarah tahun 2020 masih membayangi hubungan Tiongkok–India, kata para analis.
Hanya seminggu setelah pertemuan Modi–Xi, Kepala Staf Pertahanan India Jenderal Anil Chauhan menyebut sengketa perbatasan dengan Tiongkok sebagai “tantangan [keamanan] terbesar” India.
Sementara itu, oposisi India terus mewaspadai setiap tanda-tanda Modi akan melunak.
Pertemuan Modi dengan Xi “harus dievaluasi” dalam konteks bentrokan India–Tiongkok tahun 2020, kata Jairam Ramesh, tokoh oposisi India, di X.
Pemerintah Modi “melangkah maju dalam rekonsiliasi dengan Tiongkok, secara de facto melegitimasi agresi teritorial mereka,” tulisnya.
Dia mempertanyakan apakah "situasi normal yang baru" bagi hubungan India-Tiongkok akan ditandai oleh "agresi dan intimidasi dari pihak Tiongkok."