Hak Asasi Manusia

Tiongkok paksa galeri Thailand lakukan sensor; kurator kabur ke Inggris

Lembaga sensor menyasar pameran seni Bangkok akibat tekanan kedutaan besar Tiongkok, memaksa pembatalan dan perubahan karya seniman yang diasingkan.

Sebuah karya Sai ditampilkan di Konstelasi Keterlibatan: Visualisasi Mesin Global Solidaritas Otoriter, pameran di Bangkok yang diubah akibat tekanan Tiongkok. [Art News Network/Facebook]
Sebuah karya Sai ditampilkan di Konstelasi Keterlibatan: Visualisasi Mesin Global Solidaritas Otoriter, pameran di Bangkok yang diubah akibat tekanan Tiongkok. [Art News Network/Facebook]

Oleh Chen Meihua |

Sensor Tiongkok merambah bahkan sampai ke seniman di Thailand.

Pusat Seni dan Budaya Bangkok baru-baru ini mendapat tekanan dari Beijing untuk menyensor pameran, membatalkan dan mengubah karya para seniman di pengasingan. Salah seorang kurator melarikan diri ke Inggris.

"Konstelasi Keterlibatan: Visualisasi Mesin Global Solidaritas Otoriter," yang berlangsung dari 24 Juli hingga 19 Oktober, bertujuan menentang otoritarianisme. Namun, setelah diintervensi oleh kedutaan besar Tiongkok, Pusat Seni menurunkan atau menyamarkan karya seni dan kata-kata yang dianggap "sensitif" oleh Beijing.

Pusat Seni menghapus penyebutan Hong Kong, Tibet dan minoritas Uighur Muslim di Tiongkok, serta nama-nama senimannya, Reuters melaporkan. Seniman menyebut hal itu sebagai upaya terbaru Beijing untuk menekan kritik di luar negeri.

Instalasi seni oleh Tenzin Mingyur Paldron dari Tibet ditampilkan di Pusat Seni dan Budaya Bangkok. [theeditions.art/instagram]
Instalasi seni oleh Tenzin Mingyur Paldron dari Tibet ditampilkan di Pusat Seni dan Budaya Bangkok. [theeditions.art/instagram]

Seniman Myanmar bersama istri kabur ke Inggris

Tiga hari setelah pembukaan 24 Juli, diplomat Tiongkok bersama pihak berwenang kota Bangkok mendatangi pameran itu dan menuntut segera ditutup, kata Sai, seniman Myanmar dan ko-kurator pameran. Galeri mengizinkan pameran dilanjutkan setelah menyingkirkan karya yang diprotes.

Tidak lama setelah itu, Sai dan istrinya kabur ke Inggris. BBC melaporkan bahwa polisi Thailand mencari-cari mereka, membuat mereka hengkang dalam beberapa jam. Sai, yang sebelumnya melarikan diri dari Myanmar setelah menentang rezim militer, berharap mendapatkan suaka di Inggris.

Lord Alton, ketua Komite Gabungan Parlemen Inggris tentang HAM, mengatakan kasus ini menunjukkan jangkauan global represi Tiongkok dan berjanji mendukung permintaan suaka Sai.

Human Rights Foundation, yang berbasis di New York, mengutuk insiden itu sebagai bagian dari "upaya meredam ekspresi seni yang terkoordinasi."

Pameran ini menampilkan karya seniman di pengasingan dari Tibet, Hong Kong, Rusia, Iran, dan Suriah.

Dalam surel 30 Juli yang dilihat Reuters, galeri itu mengutip peringatan kedutaan besar Tiongkok, Kementerian Luar Negeri, dan Pemda Metropolitan Bangkok. Pesan itu menyatakan bahwa acara itu dapat memicu "ketegangan diplomatik". "Tidak ada pilihan selain membuat penyesuaian," seperti menghitamkan nama seniman Hong Kong, Tibet, dan Uighur, tambah pesan itu.

Kemlu Thailand mengatakan pameran itu "mendistorsi kebijakan Tiongkok" dan "membahayakan kepentingan inti dan martabat politik Tiongkok." Kedutaan besar Tiongkok menuduh pameran itu mendukung kemerdekaan Tibet, Uighur, dan Hong Kong.

Karya seniman Tibet disensor

Seniman Tibet, Tenzin Mingyur Paldron, melihat banyak karyanya diturunkan atau diubah, termasuk lukisan di atas kata "Dalai Lama".

Penyensoran itu menunjukkan upaya Tiongkok "mengasingkan orang Tibet dari dunia," katanya, menambahkan bahwa Tiongkok tidak ingin perannya dalam "kolonialisme dan genosida yang lain terungkap."

Museum semestinya "untuk rakyat, bukan untuk diktator ideologi apa pun," katanya.

BBC, ketika berkunjung pada pertengahan Agustus, melihat nama beberapa seniman dan penyebutan Tibet, Hong Kong, dan Xinjiang dihitamkan dalam deskripsi karya seni.

Karya yang disingkirkan di antaranya bendera Tibet dan Uighur, kartu pos bergambar Presiden Xi Jinping, dan yang menggambarkan hubungan Tiongkok dan Israel, kata Sai.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *