Keamanan

Blokade Tiongkok berpotensi lumpuhkan sistem energi Taiwan dalam 11 hari

Taiwan harus mengimpor 97% energinya melalui jalur laut, menjadikannya sangat rentan terhadap blokade dari Tiongkok.

Terminal gas alam cair (LNG) baru milik CPC Corporation di Taoyuan, salah satu fasilitas penting Taiwan untuk mengamankan pasokan bahan bakar impor. [CPC Corporation]
Terminal gas alam cair (LNG) baru milik CPC Corporation di Taoyuan, salah satu fasilitas penting Taiwan untuk mengamankan pasokan bahan bakar impor. [CPC Corporation]

Oleh Tai Lu |

Latihan militer terbaru Tiongkok menunjukkan bagaimana Beijing dapat mengepung dan mencekik Taiwan dengan memblokir jalur lautnya, berpotensi memutus impor vital yang menopang kehidupan pulau itu.

Menurut Wall Street Journal (WSJ) tanggal 7 Oktober, saat ini Taiwan bergantung pada pengiriman laut untuk 97% kebutuhan energinya. Jika pasokan benar-benar terputus, cadangan gas alam cair (LNG) dapat habis hanya dalam 11 hari — sebuah pukulan berat bagi pembangkit listriknya.

Rentan terhadap blokade

Sebagian besar transportasi energi Taiwan bergantung pada jalur laut, kata Alexander Huang, profesor madya di Institut Pascasarjana Urusan Internasional dan Studi Strategis di Universitas Tamkang, New Taipei City, Taiwan, kepada Focus.

Jika pemilik kapal atau perusahaan pelayaran enggan mengambil risiko memasok energi ke Taiwan karena alasan seperti isolasi, karantina, atau blokade, “kita memang akan menghadapi masalah yang sangat serius,” ujarnya.

Pasukan dari Komando Pertahanan Matsu Taiwan menembakkan howitzer M115 kaliber 203 mm selama latihan tembak langsung Yuntai kuartal ketiga di Matsu pada awal Oktober. [Youth Daily News]
Pasukan dari Komando Pertahanan Matsu Taiwan menembakkan howitzer M115 kaliber 203 mm selama latihan tembak langsung Yuntai kuartal ketiga di Matsu pada awal Oktober. [Youth Daily News]

Berapa pun jumlah persediaan LNG yang dimiliki Taiwan, jika Tiongkok memberlakukan blokade terhadap Taiwan, "hal itu akan memengaruhi sentimen publik dan harga di Taiwan, sehingga Tiongkok akan mencapai tujuan mereka,” kata Chi Yue-yi, peneliti di Divisi Politik, Militer, dan Konsep Perang Tiongkok di Institut Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional Taiwan, kepada Focus.

“Kuncinya adalah mencegah situasi seperti itu terjadi sejak awal,” tambahnya.

Pada September, senator AS Pete Ricketts dan Chris Coons memperkenalkan rancangan undang-undang untuk membantu Taiwan mengamankan pasokan LNG Amerika, termasuk jaminan dari pemerintah AS bagi kapal transport agar pengiriman tetap berjalan bahkan di bawah ancaman.

Ricketts mengatakan ia ikut mensponsori rancangan tersebut setelah berpartisipasi dalam simulasi perang yang diselenggarakan oleh Foundation for Defense of Democracies (FDD), yang menunjukkan Taiwan kehabisan LNG dalam waktu 11 hari setelah blokade.

“Simulasi itu benar-benar menegaskan bahwa inilah titik lemah Taiwan,” kata Ricketts kepada WSJ.

Simulasi perang oleh Center for Strategic and International Studies juga menemukan bahwa meski Taiwan dapat mempertahankan sistem energinya untuk sementara waktu, mereka tetap akan membutuhkan intervensi AS jika blokade berlangsung lama, lapor WSJ.

Menurut studi tersebut, pasokan LNG hanya mampu bertahan kurang dari dua minggu dan batu bara sekitar tujuh minggu, dengan kemungkinan pemberlakuan penghematan listrik yang dapat mengganggu sektor manufaktur, terutama semikonduktor yang penting bagi rantai pasok global.

Jika Taiwan menghadapi blokade, menurut analis, negara itu harus mencari bantuan dari luar negeri.

Menjadi landak

Banyak mitra asing yang prihatin terhadap keamanan Taiwan mendesak negara tersebut untuk menjadi "pulau landak" dengan mengalokasikan sumber daya ke sistem pertahanan yang membuat invasi menjadi mahal, kata Huang.

Namun, semakin Taiwan fokus pada pertahanan statis, semakin berkurang kemampuannya untuk memproyeksikan kekuatan atau melindungi jalur lautnya, ujarnya.

“Jika Anda menginginkan Taiwan menjadi landak,” tambahnya, “maka negara-negara asing harus membantunya." Angkatan Laut Taiwan terutama memiliki kemampuan pertahanan dekat pantai dan kekurangan kapasitas pengawalan jarak menengah hingga jauh, sehingga mereka akan bergantung pada dukungan eksternal untuk menjaga kelancaran pasokan.

Jika Tiongkok memberlakukan blokade terhadap Taiwan atau menggunakan “inspeksi mendadak” sebagai alasan, intervensi dunia internasional akan menjadi perlu dan tak terhindarkan, karena tindakan semacam itu dapat dianggap sebagai pemicu perang dan mengancam jalur pelayaran strategis global, kata Chi.

Kepentingan internasional dalam semikonduktor Taiwan

Industri semikonduktor Taiwan memiliki dampak global, dan negara-negara maju khususnya sangat bergantung pada chip canggih tersebut. “Oleh karena itu, ada banyak alasan bagi mereka untuk ikut campur,” ujar Chi.

Kerja sama internasional yang kuat dan berkelanjutan sendiri merupakan “penangkal strategis terbesar,” karena dapat mengurangi keinginan Tiongkok untuk memberlakukan blokade dan menghadapi reaksi keras dunia, tambahnya.

WSJ melaporkan bahwa 30% pasokan LNG Taiwan saat ini berasal dari Qatar, yang oleh FDD diidentifikasi sebagai titik tekanan potensial, karena Tiongkok merupakan pelanggan yang lebih besar dan dapat memengaruhi Qatar.

Meningkatkan impor LNG Taiwan dari AS — yang saat ini sekitar 10% — akan membantu mengurangi pengaruh Tiongkok terhadap keamanan energi Taiwan, kata para analis.

CPC Corporation Taiwan tahun ini telah menandatangani surat pernyataan niat dengan Alaska untuk membeli jutaan ton LNG dan kemungkinan berinvestasi dalam proyek pipa dan pencairan gas di wilayah tersebut.

Dalam hal ini, diversifikasi risiko pasokan sekaligus memperoleh perlindungan dari AS akan menjadi strategi yang lebih baik, ujar Chi.

Huang menyarankan kebijakan yang ringkas: “Perkuat militer untuk mempertahankan perdamaian — menang tanpa berperang.”

“Cara terbaik untuk menang adalah dengan mencegah perang. Begitu perang dimulai, apa pun hasilnya tak akan lebih baik dari kondisi sebelumnya,” ujarnya.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *