Kapabilitas

Indonesia lanjutkan pembelian jet Rafale senilai $8,1 miliar

Indonesia akan membeli 42 jet Rafale Prancis, memperkuat hubungan pertahanan dengan Paris kendati ada disinformasi baru-baru ini.

Jet tempur Rafale. [Dassault Aviation/X]
Jet tempur Rafale. [Dassault Aviation/X]

Oleh Zarak Khan |

Indonesia melanjutkan pembelian 42 jet tempur Rafale senilai $8,1 miliar dari Prancis, dengan pesawat pertama dijadwalkan tiba awal 2026.

Pesawat fighter multirole buatan Dassault Aviation ini dijadwalkan diserahkan bertahap mulai Februari 2026, menurut KSAU Marsekal Mohamad Tonny Harjono.

Gelombang kedua diperkirakan tiba April 2026, dengan seluruh 42 jet mulai beroperasi dalam beberapa tahun mendatang, kantor berita Antara melaporkan bulan September.

Empat pilot AURI menyelesaikan penerbangan solo perdananya menggunakan jet tempur Rafale saat pelatihan di Prancis bulan September ini.

Empat pilot AURI menyelesaikan penerbangan solo perdananya dengan jet tempur Rafale saat pelatihan di Prancis bulan September. [AURI/X]
Empat pilot AURI menyelesaikan penerbangan solo perdananya dengan jet tempur Rafale saat pelatihan di Prancis bulan September. [AURI/X]

Pejabat Prancis dan Indonesia mengatakan pembelian ini selain memperkuat hubungan pertahanan bilateral juga menunjukkan kepercayaan Jakarta terhadap Paris sebagai mitra strategis.

Program Rafale menjadi elemen sentral dalam upaya Indonesia memodernisasi angkatan udaranya dan memperkuat daya tangkal di kawasan Indo-Pasifik, tempat ketegangan di Laut Tiongkok Selatan dan sengketa wilayah regional masih berlanjut. Indonesia bergabung dengan negara-negara lain seperti Mesir, Qatar, Uni Emirat Arab, dan India yang mengoperasikan jet buatan Prancis itu.

Penjualan itu merupakan komponen utama strategi ekspor senjata Prancis dan bagian dari upaya Prancis untuk mempererat hubungan keamanan di Asia seiring perluasan pengaruh Tiongkok.

KSAU mengatakan armada Rafale akan sangat memperkuat AURI, yang saat ini memiliki pesawat T-50, Hawk 100/200, Sukhoi Su-30, dan F-16.

Indonesia tetap memilih Rafale meskipun ada tekanan dan ketersediaan alternatif yang lebih murah seperti J-10C buatan Tiongkok.

Laporan China Global South Project bulan Mei menyebut armada pesawat Indonesia sangat beragam, dari AS, Rusia, dan Eropa.

Laporan itu menyimpulkan bahwa "integrasi ekosistem lengkap pertahanan Tiongkok mungkin akan menyebabkan lebih banyak kerumitan daripada manfaat" bagi Jakarta.

Melawan disinformasi

Langkah melanjutkan pembelian Rafale ini diwarnai "kampanye disinformasi besar-besaran" awal tahun ini yang bertujuan merusak kepercayaan terhadap kinerja Rafale.

Kampanye daring merebak setelah empat hari bentrokan antara India dan Pakistan bulan Mei lalu. Beredar isu yang menyatakan beberapa pesawat Rafale India ditembak jatuh. Pakistan mengatakan angkatan udaranya menembak jatuh lima pesawat India, termasuk tiga pesawat Rafale.

Pejabat Prancis tegas membantah klaim itu. KSAU Prancis, Jenderal Jérôme Bellanger, mengatakan bukti yang ada menunjukkan India kehilangan tiga pesawat: satu Rafale, satu Sukhoi buatan Rusia, dan satu Mirage 2000.

Menurut laporan Associated Press (AP) bulan Juli, dinas intelijen Prancis yang melacak aktivitas daring itu menemukan bahwa lebih dari 1.000 akun media sosial yang baru dibuat menyebarkan narasi yang mempromosikan keunggulan teknologi Tiongkok dibanding Rafale.

Kampanye itu tidak terbatas di internet. Laporan AP menambahkan kampanye itu diperkuat melalui jalur diplomatik, atase pertahanan Tiongkok dilaporkan meragukan Rafale, berusaha membujuk negara-negara pembeli, termasuk Indonesia, "agar tidak membeli lebih banyak dan mendorong calon pembeli lain untuk memilih pesawat buatan Tiongkok."

Justin Bronk, spesialis angkatan udara di Royal United Services Institute, mengatakan kepada AP bahwa Tiongkok mungkin berharap "melemahkan hubungan keamanan yang dibangun Prancis dengan negara-negara Asia dengan menyebarkan kekhawatiran tentang peralatan yang dipasoknya."

"Dari sudut pandang membatasi pengaruh Barat di kawasan Indo-Pasifik, wajar jika Tiongkok menggunakan kinerja sistem persenjataan Pakistan -- atau setidaknya klaimnya – yang menjatuhkan minimal satu Rafale sebagai alat untuk melemahkan daya tariknya sebagai komoditas ekspor," ujarnya.

Memperkuat hubungan Indonesia-Prancis

Di luar program Rafale, Indonesia pada tahun 2024 sepakat untuk membeli dua kapal selam kelas Scorpene dari Naval Group Prancis, dan pada tahun 2023 mengumumkan pembelian 13 radar pengawasan udara jarak jauh dari Thales.

Menhan Indonesia Sjafrie Sjamsoeddin dan Dubes Prancis Fabien Penone pada 13 November mengadakan pembicaraan yang menunjukkan "bertambahnya intensitas kerja sama pertahanan kedua negara, yang kini meningkat jadi kemitraan strategis," lapor Asia Today.

Kedua belah pihak "menegaskan kembali komitmen mereka untuk mempererat kerja sama pertahanan melalui dialog yang konstruktif dan saling menghormati, dengan fokus bersama mendukung perdamaian dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik."

Prancis dan Indonesia juga berkoordinasi melalui beberapa organisasi regional, termasuk Asosiasi Negara-Negara Pesisir Samudra Hindia, Simposium Angkatan Laut Pasifik Barat, Prakarsa Samudra Indo-Pasifik, dan Pertemuan Kepala Badan Penjaga Pantai Asia.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *

db cascs

yyyyyyyyy

aaa

asdasdasdasd

XXXXXXXXXXXXXX

good

Ok