Keamanan

Patroli AS hadapi meningkatnya keberanian maritim Tiongkok

Washington menyatakan operasi kebebasan navigasinya berpijak kuat pada Hukum Laut PBB.

Foto Januari kapal perusak berpeluru kendali USS Higgins (DDG-76). Pada bulan Agustus, kapal ini melaksanakan operasi kebebasan navigasi di dekat Karang Scarborough, lokasi maritim yang disengketakan dan diklaim oleh Tiongkok, Taiwan, dan Filipina. [Angkatan Laut AS]
Foto Januari kapal perusak berpeluru kendali USS Higgins (DDG-76). Pada bulan Agustus, kapal ini melaksanakan operasi kebebasan navigasi di dekat Karang Scarborough, lokasi maritim yang disengketakan dan diklaim oleh Tiongkok, Taiwan, dan Filipina. [Angkatan Laut AS]

Oleh Zarak Khan |

Amerika Serikat mengambil sikap yang kian tegas di Laut Tiongkok Selatan, sebagai respons atas apa yang disebut oleh para pejabat dan analis sebagai kampanye paksaan berkelanjutan Tiongkok yang meningkatkan ketegangan di salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia.

Operasi kebebasan navigasi (Freedom of Navigation Operations/FONOP) terbaru yang menjadi perhatian publik internasional menjadi salah satu upaya paling nyata Washington untuk menandingi klaim maritim luas Beijing, yang telah ditolak oleh tribunal internasional dan banyak pemerintah.

Pejabat departemen keamanan AS dan sekutunya mengatakan upaya Beijing untuk menegakkan kontrol atas bentangan luas Laut Tiongkok Selatan yang disengketakan tidak memiliki dasar apa pun dalam hukum internasional.

Operasi-operasi ini secara rutin menentang upaya tersebut, termasuk tuntutan Beijing agar kapal perang asing memperoleh otorisasi terlebih dahulu sebelum menjalankan hak lintas damai melalui laut teritorial yang diklaimnya.

Unit Angkatan Laut AS, Pasukan Bela Diri Maritim Jepang, dan Korps Marinir AS melaksanakan operasi terintegrasi di Laut Filipina selama latihan ANNUALEX 25 pada bulan Oktober. [Angkatan Laut AS/X]
Unit Angkatan Laut AS, Pasukan Bela Diri Maritim Jepang, dan Korps Marinir AS melaksanakan operasi terintegrasi di Laut Filipina selama latihan ANNUALEX 25 pada bulan Oktober. [Angkatan Laut AS/X]

Kewajiban tersebut tidak sejalan dengan ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang menjamin hak lintas damai tanpa pemberitahuan sebelumnya, menurut para pejabat AS.

Menurut Washington, patroli tersebut sangat penting untuk melindungi tatanan maritim global dan mencegah “klaim maritim yang melanggar hukum dan berskala luas” yang mengancam kebebasan laut, termasuk kebebasan navigasi, perdagangan bebas, arus niaga tanpa hambatan, serta kebebasan peluang ekonomi bagi negara-negara pesisir Laut Tiongkok Selatan.

Kecemasan Tiongkok meningkat

Di sisi lain, Beijing berulang kali mengecam peningkatan intensitas patroli AS, seraya mengeluarkan pernyataan yang semakin tegas—yang menurut pejabat Amerika dan banyak pakar hukum—menyalahartikan dasar hukum operasi Amerika serta bertujuan mempertanyakan legitimasi operasi maritim AS.

Setelah beberapa transit AS baru-baru ini di Selat Taiwan, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) Tiongkok menyatakan telah “mengusir” kapal perang Amerika dari apa yang disebutnya sebagai perairan teritorial Tiongkok, sebuah narasi yang ditolak pejabat AS karena tidak sesuai dengan fakta dan hukum internasional.

Kritik tersebut kembali mencuat pada bulan Agustus ketika kapal perusak berpeluru kendali USS Higgins (DDG-76) melaksanakan FONOP di dekat Karang Scarborough, lokasi maritim yang disengketakan dan diklaim oleh Tiongkok, Taiwan, dan Filipina yang telah lama menjadi titik tekanan dalam strategi Tiongkok untuk memperketat kendali atas perairan yang dipersengketakan dan meningkatkan proyeksi kekuatan regionalnya.

Pada 13 Agustus, USS Higgins berlayar dalam jarak 12 mil laut dari karang tersebut, hanya dua hari setelah dua kapal Tiongkok bertabrakan saat mengejar sebuah kapal penjaga pantai Filipina di wilayah tersebut.

Menurut US Naval Institute News, ini merupakan operasi AS pertama di dekat Karang Scarborough sejak tahun 2019 dan FONOP kedua Amerika Serikat di Laut Tiongkok Selatan tahun ini.

Komando Teater Selatan Tiongkok menuduh Angkatan Laut AS “secara ilegal” memasuki perairan teritorial Tiongkok dan kembali menyatakan bahwa kapal PLA telah “mengusir” kapal perusak Amerika tersebut.

Angkatan Laut AS menepis pernyataan Tiongkok tersebut seraya menegaskan USS Higgins beroperasi “sesuai dengan hukum internasional.”

“Operasi ini mencerminkan komitmen kami untuk menegakkan prinsip kebebasan navigasi dan penggunaan laut yang sah. Amerika Serikat menjaga haknya untuk terbang, berlayar, dan beroperasi di mana pun hukum internasional mengizinkan, sebagaimana telah dilakukan USS Higgins dalam operasi ini,” ujar seorang juru bicara Armada ke-7 AS dalam sebuah pernyataan.

"Apa pun yang dikatakan Tiongkok tidak akan menghalangi kami."

Sengketa hukum memanas

Di sisi Tiongkok, media pemerintah dan lembaga riset yang berafiliasi turut merilis laporan yang berupaya menyatakan FONOP AS melanggar hukum.

Pada bulan Agustus, Institut Urusan Kelautan Tiongkok di bawah Kementerian Sumber Daya Alam merilis sebuah laporan hukum yang menyatakan operasi FONOP AS tidak memiliki dasar dalam hukum internasional serta mencerminkan praktik Amerika Serikat dalam menggunakan kekuatan militer untuk menekan negara lain.

Namun, para pakar hukum menggambarkan argumen Tiongkok tersebut sebagai upaya tanpa dasar untuk melemahkan FONOP.

Sebuah analisis di EurAsian Times pada bulan Agustus menyebutkan bahwa “pembacaan UNCLOS yang objektif” justru bertentangan dengan laporan Tiongkok tersebut, sekaligus menegaskan kembali bahwa “ketentuan kebebasan navigasi berdasarkan UNCLOS memungkinkan kapal dari negara mana pun untuk berlayar di perairan internasional tanpa hambatan.”

Laporan tersebut menambahkan bahwa berdasarkan UNCLOS, perairan di luar laut teritorial sejauh 12 mil laut—termasuk Zona Ekonomi Eksklusif—tidak berada di bawah kedaulatan penuh negara pantai, sehingga kapal asing bisa menikmati kebebasan navigasi yang luas di wilayah tersebut. Sementara itu, di laut teritorial, kapal asing tetap memiliki hak lintas damai. “Ketentuan hukum yang sama juga berlaku di Laut Tiongkok Selatan,” tulis laporan itu.

FONOP tidak hanya ditujukan terhadap Tiongkok.

Sepanjang Tahun Fiskal 2023, pasukan AS menantang 29 klaim maritim yang diajukan oleh 17 negara di berbagai belahan dunia.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *