Oleh Liz Lagniton |
Penjaga Pantai Filipina meningkatkan upaya mengusir kapal Tiongkok yang beroperasi di lepas Provinsi Zambales, untuk melawan hal yang disebut Manila sebagai pelanggaran ilegal terhadap perairan Filipina.
BRP Cabra berulang kali bergerak menghalangi kapal-kapal Tiongkok yang berukuran besar, sambil memantau kapal lain di area itu lewat radar, kata PCG. Insiden itu terjadi pada 30 November sekitar 88 mil laut dari Tanjung Palauig di Provinsi Zambales. Tiga kapal Tiongkok terlibat dalam insiden itu.
Komodor Jay Tarriela, jubir PCG untuk Laut Filipina Barat, menyebut kehadiran Tiongkok sebagai “pelanggaran ilegal terhadap kedaulatan laut Filipina.” Dalam pernyataan yang diunggah di X pada 30 November, Tarriela mengatakan BRP Cabra berulang kali memperingatkan melalui radio sambil berjaga di dalam ZEE Filipina.
Laut Filipina Barat adalah sebutan Manila untuk bagian Laut Tiongkok Selatan yang berada di dalam ZEE Filipina.

Kapal Tiongkok berukuran jauh lebih besar dan bersenjata lebih lengkap dibandingkan kapal patroli Filipina, ketimpangan yang kerap terlihat saat kontak di Laut Tiongkok Selatan.
Meski demikian, BRP Cabra berhasil mencegah kapal-kapal Tiongkok menembus ZEE, kata Tarriela.
Sejak 23 November, PCG melaksanakan operasi pengawasan terkoordinasi dengan BRP Cabra dan BRP Teresa Magbanua. Menurut lembaga itu, patroli berkelanjutan ini bertujuan menegaskan bahwa kapal Filipina akan mengontrol keberadaan kapal asing.
Pelanggaran Tiongkok dan dampaknya bagi warga Filipina
Pejabat Filipina menilai kehadiran kapal Tiongkok di perairan lepas Zambales melanggar banyak kerangka hukum yang mengatur tata kelola maritim. PCG mengacu pada Undang-Undang Zona Maritim Filipina, Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), serta putusan arbitrase 2016 yang menolak klaim Tiongkok atas sebagian besar Laut Tiongkok Selatan.
“PCG tetap berkomitmen membela hak kedaulatan dan yurisdiksi maritim kami,” ujar Tarriela, seraya menegaskan bahwa lembaganya “tidak akan menoleransi upaya apa pun yang secara sepihak mengubah status quo di sepanjang pesisir Luzon melalui tindakan perambahan.”
Di luar perdebatan hukum, insiden ini berdampak langsung bagi masyarakat setempat. Para nelayan Zambales sangat bergantung pada akses ke wilayah penangkapan ikan tradisional di dalam ZEE.
Nelayan setempat berulang kali melaporkan bahwa mereka diusir, dibuntuti, atau diawasi oleh kapal asing berukuran besar—menimbulkan kecemasan soal ketahanan pangan dan mata pencaharian.
Pejabat Filipina menyoroti pola tindakan Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir yang mencakup kontak jarak dekat serta gangguan terhadap aktivitas penangkapan ikan dan misi pengiriman logistik garnisun, yang menurut mereka meningkatkan risiko eskalasi meskipun tanpa konflik terbuka.
Menurut pejabat PCG, patroli berfungsi sebagai penegasan hukum dan memberikan jaminan bagi warga pesisir bahwa negara secara aktif melindungi akses terhadap sumber daya maritim yang diakui oleh hukum internasional.
Insiden ini merupakan fragmen dari dinamika di Laut Filipina Barat. Akhir-akhir ini, Beijing kian sering melabeli Manila “pembuat onar,” sementara pejabat Filipina menggambarkan operasi Tiongkok sebagai upaya koersif untuk mengikis hak maritim melalui kehadiran yang berkelanjutan.
Taktik koersi “zona abu-abu” yang terus-menerus
Analis keamanan menggambarkan perilaku Tiongkok sebagai koersi “zona abu-abu”, yakni tindakan menekan tanpa konflik terbuka. Pola ini mencakup patroli, membuntuti, serta upaya menegaskan kendali de facto melalui intimidasi, tanpa kekerasan.
Sebuah analisis dalam The Diplomat edisi November menyebut pendekatan itu “perang hukum.” Tiongkok memadukan narasi hukum dengan aktivitas operasional untuk melawan Filipina dan membenarkan penegakan hukum Tiongkok yang lebih ketat.
Tiongkok mungkin hendak “menormalisasi jalur transit kepulauan yang sebelumnya tidak ada,” sehingga dapat menetapkan jalur baru sebagai rute pelayaran dan penerbangan internasional, sekaligus memasukkan insiden itu ke dalam sengketa mengenai penetapan jalur laut Filipina, tulis Jacqueline Espenilla, profesor hukum Universitas Filipina dan pakar hukum maritim.
Tuduhan “provokasi” Filipina, menurut Espenilla, hanya mengaburkan persoalan hukum dan menguras waktu serta tenaga, sementara Manila berpegang pada UNCLOS dan putusan arbitrase 2016.
Putusan itu bersifat final dan mengikat, dan menurut Manila, sikap Tiongkok di perairan lepas Luzon serta wilayah lain bertujuan menormalkan kehadiran yang oleh Filipina dianggap melanggar hukum.
Klaim yang luas serta perilaku koersif Tiongkok “merusak stabilitas kawasan dan bertentangan dengan komitmen sebelumnya untuk menyelesaikan sengketa secara damai,” ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Thomas Pigott, pada 13 Oktober.
![Kapal Penjaga Pantai Filipina (PCG) BRP Cabra (tidak ada di gambar) menghalangi kapal Penjaga Pantai Tiongkok CCG-21562 saat kontak di perairan lepas Zambales pada 30 November. PCG menyatakan bahwa tindakan itu merupakan upaya melawan kehadiran ilegal Tiongkok di perairan Filipina. Dalam insiden ini, Cabra memantau tiga kapal Tiongkok. [PCG]](/gc9/images/2025/12/16/53161-pcg-370_237.webp)