Keamanan

Dari replika hingga milisi: Cetak biru invasi Tiongkok terungkap

Replika yang hampir identik dari Distrik Kantor Kepresidenan Taipei ini hanyalah salah satu petunjuk bahwa Beijing tengah mempersiapkan diri untuk menginvasi Taiwan.

Foto tanpa tanggal ini menunjukkan Kantor Kepresidenan Taiwan. [Wikipedia]
Foto tanpa tanggal ini menunjukkan Kantor Kepresidenan Taiwan. [Wikipedia]

Oleh Cheng Chung-lan |

Seiring memuncaknya ketegangan di Selat Taiwan, media Jepang mengungkap dua citra satelit dari dalam wilayah Tiongkok yang memberikan gambaran langka mengenai perencanaan strategis Beijing untuk menginvasi Taiwan

Pada akhir Mei, NTV News menayangkan serial khusus yang membahas kemungkinan invasi Tiongkok ke Taiwan, termasuk taktik yang mungkin digunakan Beijing serta dampak yang lebih luas bagi Jepang.

Laporan tersebut menghadirkan bukti citra satelit, analisis dari para ahli, serta investigasi lapangan yang menimbulkan kekhawatiran serius tentang bagaimana konflik sesungguhnya bisa terjadi.

Citra satelit yang diambil oleh Google pada April 2024 tersebut memperlihatkan peningkatan aktivitas yang mengkhawatirkan.

Tangkapan layar dari NTV News pada 18 Mei ini membandingkan citra satelit dari lanskap jalan buatan yang menyerupai Zona Khusus Bo’ai di Taipei dengan peta distrik aslinya.
Tangkapan layar dari NTV News pada 18 Mei ini membandingkan citra satelit dari lanskap jalan buatan yang menyerupai Zona Khusus Bo’ai di Taipei dengan peta distrik aslinya.
Tangkapan layar dari laporan NTV News tanggal 18 Mei ini menunjukkan kapal-kapal nelayan Tiongkok yang dilengkapi dengan meriam air, ditandai dengan lingkaran merah, berada di pelabuhan Pulau Shangchuan, Guangdong, Tiongkok.
Tangkapan layar dari laporan NTV News tanggal 18 Mei ini menunjukkan kapal-kapal nelayan Tiongkok yang dilengkapi dengan meriam air, ditandai dengan lingkaran merah, berada di pelabuhan Pulau Shangchuan, Guangdong, Tiongkok.

Yang paling mencolok, citra tersebut memperlihatkan Tiongkok telah membangun replika yang nyaris identik dari Distrik Kantor Kepresidenan Taipei—dikenal sebagai Zona Khusus Bo’ai—di Gurun Alxa, Mongolia Dalam. Jika dibandingkan dengan tata letak kota Taipei, terlihat kemiripan yang sangat mencolok dalam pola jalan, susunan jalan raya, serta bangunan di sekitarnya.

Untuk memverifikasi keakuratan replika tersebut, jurnalis NTV melakukan penelusuran di Taipei, dimulai dari Lapangan Kemerdekaan yang berjarak sekitar 0,8 km dari Kantor Kepresidenan.

Mereka melewati sejumlah penanda lokasi setempat seperti taman kanak-kanak, warung sarapan, dan objek wisata sebelum sampai di zona inti, tempat berkumpulnya Kantor Kepresidenan, Kementerian Luar Negeri, Judicial Yuan, serta gedung-gedung pemerintahan penting lainnya yang tersusun rapi sejajar dalam satu barisan.

Laporan tersebut menemukan panjang jalanan asli di Taipei adalah 973 meter, sementara replika tersebut memiliki panjang 971 meter—hanya selisih dua meter saja.

Model fisik berskala penuh tersebut tampaknya dibangun tidak hanya untuk melatih pasukan, tetapi juga untuk mensimulasikan skenario pertempuran kota yang nyata hingga ke detail terkecil.

“Fasilitas ini dirancang untuk membantu tentara membiasakan diri dengan tata letak jalan di sekitar Kantor Kepresidenan,” ujar Chung Chih-tung, peneliti dari Institut Pertahanan dan Keamanan Nasional Taiwan, dalam laporan tersebut.

“Tujuannya adalah untuk dengan cepat merebut Kantor Kepresidenan dan melumpuhkan pemerintahan pusat.”

Lapangan Kemerdekaan, yang membentang seluas 250.000 meter persegi, adalah satu-satunya ruang terbuka di pusat Taipei yang cukup luas untuk mendaratkan pasukan udara, sehingga menjadi target utama dalam serangan cepat.

Menurut Chung, pasukan terjun payung Tiongkok dapat mendarat di lapangan tersebut dan bergerak maju menyusuri jalanan utama menuju Kantor Kepresidenan, melancarkan serangan penghancuran pimpinan, serta menangkap presiden.

Perencanaan ini menunjukkan Beijing mungkin lebih memilih strategi kilat “kejut dan lumpuhkan” — merebut pusat komando ibu kota terlebih dahulu, kemudian memaksa negosiasi untuk mengambil alih kekuasaan.

“Kantor Kepresidenan adalah prioritas utama Tiongkok dalam sebuah serangan,” kata Chung, menekankan citra satelit tersebut semakin menguatkan penilaian yang sudah lama diyakini ini.

Milisi ‘zona abu-abu’

Ini bukan kali pertama Tiongkok melakukan simulasi serangan terhadap Taipei. Sepuluh tahun lalu, latihan militer Tiongkok sudah dilengkapi dengan bangunan yang menyerupai Kantor Kepresidenan.

Namun, pembangunan menyeluruh dari blok-blok jalan terbaru ini menunjukkan penekanan yang lebih besar pada realisme dan perencanaan pertempuran yang rinci.

Selain simulasi di darat, laporan tersebut juga meninjau penempatan pasukan maritim Tiongkok di sepanjang pantai tenggara negara tersebut.

Citra satelit kedua menangkap armada besar kapal ikan di lepas Pantai Pulau Shangchuan, Provinsi Guangdong, yang kemungkinan berfungsi sebagai pangkalan depan bagi milisi maritim Tiongkok.

Dalam penyelidikan lapangan, wartawan NTV mengamati pelabuhan-pelabuhan lokal yang dipenuhi berbagai kapal ikan, beberapa di antaranya dilengkapi dengan meriam air kelas industri yang mirip dengan yang biasa digunakan oleh kapal penjaga pantai. Peralatan semacam ini jarang ditemukan pada kapal ikan biasa dan biasanya hanya ada pada kapal paramiliter atau kapal angkatan laut.

Para nelayan setempat mengungkapkan bahwa meskipun kapal-kapal ini terlihat sebagai kapal ikan biasa, sebenarnya berfungsi sebagai “kapal milisi.”

Kapal-kapal ini merupakan bagian dari milisi maritim Tiongkok — didanai negara, dengan awak yang dilatih dan diarahkan oleh otoritas pertahanan nasional. Menyamar sebagai kapal sipil, kapal-kapal ini dapat melakukan pengawasan sekaligus operasi ofensif.

“Pada tahap awal operasi di Taiwan, Tiongkok mungkin akan mengerahkan milisi maritim dengan dalih ‘aktivitas sipil’ untuk mengganggu pertahanan Taiwan,” ujar Bonji Ohara, peneliti senior di Sasakawa Peace Foundation, dalam laporan tersebut.

Taktik ini memanfaatkan ketidakjelasan hukum dengan beroperasi di “zona abu-abu” yang dengan sengaja mengaburkan batas antara tindakan militer dan sipil, untuk menghindari memberikan dasar hukum yang jelas bagi Amerika Serikat untuk melakukan intervensi, tambah Ohara.

“Tiongkok dapat mengklaim ini bukan operasi Partai Komunis atau pemerintah pusat,” jelas Ohara. “Jika ini bukan serangan militer, maka Amerika Serikat tidak memiliki alasan untuk mengirim pasukan.”

Dengan menggunakan metode yang ambigu seperti ini, Tiongkok bisa melancarkan aksi ofensif tanpa secara resmi menyatakan perang, sekaligus mendapatkan waktu dan inisiatif, menjaga penyangkalan internasional, serta meminimalkan risiko balasan kolektif.

Keamanan nasional

Dari kota tiruan di gurun hingga kapal-kapal milisi yang menyamar di sepanjang pantainya, strategi Tiongkok terhadap Taiwan tampak mengikuti jalur ganda: serangan kilat konvensional yang menargetkan pusat politik Taipei, serta operasi tersembunyi di zona abu-abu yang bertujuan menyusup, memprovokasi, dan mendestabilisasi.

Di Jepang, “kontinjensi Taiwan” tidak lagi dianggap sebagai masalah regional yang jauh, melainkan menjadi perhatian nasional yang mendesak.

Para analis memperingatkan potensi gangguan terhadap impor energi, para legislator mendesak peningkatan cadangan sumber daya, dan rencana evakuasi untuk puluhan ribu orang di Okinawa sudah mulai disusun.

Baik di pemerintahan, media, maupun masyarakat sipil, kesadaran semakin meningkat bahwa apa yang terjadi di Taiwan dapat secara langsung memengaruhi ekonomi, keamanan, dan gaya hidup di Jepang.

Apakah Anda menyukai artikel ini?

Policy Link

Captcha *