Oleh Shirin Bhandari |
Pernyataan Presiden Ferdinand Marcos Jr. baru-baru ini bahwa Filipina "tidak bisa tinggal diam" jika konflik pecah di Selat Taiwan menimbulkan protes keras Beijing dan rasa terima kasih Taipei. Hal ini memicu perdebatan baru tentang peran Manila dalam keamanan regional.
Dalam wawancara dengan media India, Firstpost, saat kunjungan kenegaraan ke New Delhi pada awal Agustus, Marcos memperingatkan bahwa geografi menghubungkan Manila dengan konflik di Taiwan. "Jika terjadi konfrontasi atas Taiwan antara Tiongkok dan Amerika Serikat, Filipina tidak mungkin bisa mengelak, disebabkan letak geografis kami," ujarnya.
Hanya 40 menit perjalanan udara
Kaohsiung di Taiwan selatan hanya 40 menit penerbangan dari Laoag di Luzon utara, katanya. "Jika terjadi perang besar, kami pasti terseret. ... Kami harus ke sana atau mencari cara ke sana dan memulangkan rakyat kami," tambah Marcos, merujuk kepada lebih dari 160.000 warga Filipina yang tinggal dan bekerja di Taiwan.
Ketika ditanya apakah dia akan mengizinkan Amerika Serikat menggunakan pangkalan Filipina jika terjadi konflik Taiwan, Marcos menjawab bahwa Manila harus bekerja sama dengan sekutu. "Mengapa menolak permintaan mitra kami?" tanyanya.
Manila bertindak demi kepentingannya sendiri, bukan atas perintah Washington, katanya. "Mengapa kami harus menolak mitra yang menghadapi ancaman Tiongkok? Kami bukan negara boneka. Sudah menjadi kewajiban kami untuk membela negara kami," ujarnya.
Reaksi berlawanan dari Beijing dan Taipei
Tiongkok segera mengecam pernyataan Marcos. "Kami mendesak Filipina sungguh-sungguh menjunjung prinsip satu Tiongkok … dan tidak bermain api dalam hal yang berkaitan dengan kepentingan inti Tiongkok," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok pada 8 Agustus.
Menanggapi Beijing, Marcos menegaskan kembali bahwa Manila tidak mencari masalah. Dalam jumpa pers di Manila, dia berkata, "Saya tidak mengerti apa yang dimaksud. Bermain api? Saya hanya menyatakan fakta."
Filipina harus bersiap menghadapi segala kemungkinan, terutama mengenai rencana evakuasi pekerja di luar negeri dan pertahanan wilayah Filipina, katanya.
Kementerian Luar Negeri Taiwan menyambut hangat komentar Marcos, menyebutnya sebagai pengakuan atas kepentingan regional yang lebih besar di Selat Taiwan. Kedua negara menginginkan perdamaian dan stabilitas, kata Taipei, yang berterima kasih kepada Manila karena "menegaskan kembali pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan."
Sikap jelas Manila
Ucapan Marcos mencerminkan perubahan strategi Filipina yang menjadi jelas, kata para analis.
Konflik di Selat Taiwan membuat Filipina sulit untuk tidak terlibat, kata Angelito Banayo, mantan kepala perwakilan Filipina di Taiwan, kepada Central News Agency Taiwan.
Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Peningkatan Pertahanan, Amerika Serikat mendirikan tiga pangkalan militer di Filipina utara, yang semua letaknya mempertimbangkan Taiwan dan Tiongkok, katanya.
Jika perang meletus, kata Banayo, semua pangkalan itu mungkin akan menjadi sasaran serangan Tiongkok.
Ketiga pangkalan itu akan menjadi "titik kritis" bagi operasi AS dalam konflik Taiwan, menempatkan Manila di garis depan konflik, kata laporan Center for Strategic and International Studies tahun 2024.
Tidak bisa lepas tangan
Penilaian ini sejalan dengan pengakuan Marcos bahwa Filipina tidak bisa lepas tangan dan mungkin harus memberi akses kepada Amerika Serikat untuk melindungi keamanan Filipina.
Pernyataan Marcos menekankan pentingnya peran Filipina dalam urusan Selat Taiwan.
Dengan akses militer AS ke pangkalan di utara dan kedekatan geografisnya, Manila pasti terlibat dalam konflik Taiwan.
Seiring meningkatnya ketegangan di Selat Taiwan dan Laut Tiongkok Selatan, Marcos menempatkan Filipina sebagai pihak yang kian vokal dalam perdebatan keamanan regional. "Bagaimanapun, kami tidak akan terusir, kami akan terus mempertahankan wilayah kami, kami akan terus menjunjung hak kedaulatan kami," ujarnya pada bulan Agustus, setelah konflik maritim kesekian kalinya dengan kapal Tiongkok di dekat Beting Scarborough yang dipersengketakan.