Oleh Chen Meihua |
Seiring modernisasi tentara Tiongkok (PLA) menjadi kekuatan global yang tangguh, PLA memperluas keterlibatan militer internasionalnya secara signifikan untuk mendukung tujuan kebijakan luar negeri Beijing.
Diplomasi militer menjadi alat penting dalam praktik kenegaraan Tiongkok, dengan tujuan strategis dan operasional: membentuk lingkungan internasional yang menguntungkan Beijing, meletakkan dasar bagi akses luar negeri di masa depan, serta mendukung pengumpulan intelijen dan pembelajaran operasional dari militer asing, menurut laporan terbaru Institute for National Strategic Studies (INSS) di Washington.
"Kerja sama PLA dengan militer asing, termasuk dengan sekutu dan mitra penting AS, adalah arena kompetisi strategis AS-Tiongkok yang semakin penting di tingkat dunia dan regional," bunyi kajian tersebut, yang berjudul "China's Military Diplomacy".
Diterbitkan pada akhir Juni, laporan itu membahas diplomasi militer PLA dari 2002 hingga 2024, berdasarkan materi analitis yang baru terbit dan basis data National Defense University AS. Kajian itu berfokus pada tiga area utama: kunjungan pejabat tinggi, kunjungan kapal AL, dan latihan gabungan.
![Awak kapal Tiongkok berbaris saat pembukaan Latihan Maritim ASEAN-Tiongkok di Zhanjiang, Tiongkok, pada 22 Oktober 2018, menandai latihan gabungan pertama yang bertujuan meredakan ketegangan di Laut Tiongkok Selatan. [AFP]](/gc9/images/2025/09/04/51813-afp__20181023__1a83dq__v1__highres__chinaaseandefencediplomacy-370_237.webp)
![Pengawal kehormatan Tiongkok menyambut Presiden Rusia Vladimir Putin di bandara Tianjin pada 31 Agustus. Pertemuan ini contoh peningkatan diplomasi militer Tiongkok, dengan PLA secara berkala menyelenggarakan dan menghadiri pertemuan dengan organisasi seperti Shanghai Cooperation Organisation (SCO). [Vladimir Smirnov/Pool/AFP]](/gc9/images/2025/09/04/51811-afp__20250831__72xk2cq__v1__highres__chinapoliticsdiplomacysco__1_-370_237.webp)
Fokus Asia Tenggara
"Asia Tenggara menjadi ajang perebutan diplomasi militer AS-Tiongkok," kata laporan itu, dengan Asia sebagai fokus regional utama, disusul Eropa. Afrika jauh di belakang di posisi ketiga.
"Diplomasi militer Tiongkok dengan negara-negara Asia Tenggara tidak hanya menampilkan citra kerja sama regional, tetapi juga berfungsi sebagai alat pengumpulan intel dan mempromosikan narasi kedaulatannya," ujar Ian Chong, ilmuwan politik di National University of Singapore, kepada Focus.
Pendekatan Tiongkok menekankan "penetapan batasan kognitif", terutama soal Laut Tiongkok Selatan dan Taiwan, katanya. Taktik ini dipakai Tiongkok di forum keamanan multilateral, tempat Beijing menyatakan posisinya. Pendekatan ini menggabungkan komunikasi strategis, pengendalian narasi, dan sesekali gertak halus.
Di Asia, prioritas kedua Tiongkok untuk diplomasi militer adalah Asia Selatan (setelah Asia Tenggara). Tiongkok memandang Pakistan sebagai mitra penting karena ketergantungannya pada dukungan pertahanan Tiongkok dalam menghadapi India dan pengalaman tempurnya yang luas.
Di samping memasok senjata ke Pakistan, Tiongkok memperkuat kerja sama dengan Rusia melalui latihan gabungan dan pertukaran.
Kemitraan trilateral ini mendorong kesiapan tempur Tiongkok dan berfungsi sebagai pengimbang terhadap AS, yang berpotensi mengalihkan fokus AS dan NATO dari Asia Timur di tengah konflik yang sedang berlangsung seperti India-Pakistan atau Rusia-Ukraina.
Kerja sama multilateral
Kunjungan pejabat tinggi tetap menjadi bentuk diplomasi militer PLA yang paling umum, kata INSS. Sejak 2009, Tiongkok menerima lebih banyak kunjungan daripada delegasi yang dikirimnya ke luar negeri, mencerminkan semakin diterimanya kerja sama berdasarkan syarat Tiongkok.
Dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok mengadopsi pertemuan "2+2" ala AS, melibatkan pejabat pertahanan dan diplomat, dengan mitra seperti Korea Selatan, Indonesia, dan Malaysia. Dialog ini dirancang untuk meningkatkan koordinasi antara jalur kebijakan diplomatik dan keamanan.
Kehadiran multilateral Tiongkok meningkat.
PLA yang dahulu khawatir dengan adu narasi di forum multilateral, kini secara berkala menghadiri dan bahkan menggelar pertemuan semacam itu, termasuk yang diadakan oleh SCO, ASEAN, dan Shangri-La Dialogue.
Forum itu memungkinkan Tiongkok menguatkan pesan strategisnya, melegitimasi perannya dalam arsitektur keamanan regional, serta mengarahkan diskusi sesuai dengan persyaratannya.
Alasan keikutsertaan forum
Keikutsertaan PLA dalam forum militer multilateral terus meningkat, menurut laporan itu.
INSS mengutip tiga alasan PLA mengikuti forum itu: "memecahkan masalah koordinasi antar-pemerintah dan ... memengaruhi kerja sama keamanan di area yang menjadi kepentingan Beijing," mendukung "penyampaian pesan strategis Tiongkok", dan "memajukan tujuan bilateral Tiongkok di sela-sela pertemuan."
Namun, dampak praktis diplomasi militer Tiongkok masih terbatas, terutama di tingkat taktis dan operasional, kata INSS.
Bagi Amerika Serikat, kuncinya bukan memutus semua interaksi dengan PLA, tetapi memastikan bahwa kerja sama itu tidak menghasilkan keuntungan strategis atau militer bagi Tiongkok.
Kunjungan kapal AL dan latihan gabungan
Frekuensi kunjungan kapal AL menyusut sejak adanya pangkalan Tiongkok di Djibouti. Kunjungan kapal AL Tiongkok mencapai puncaknya pada 2017, tetapi pandemi menyebabkan penurunan tajam pada 2020, dengan pemulihan terus berlanjut hingga 2024.
Latihan militer, umumnya bilateral tetapi makin banyak yang multilateral, merupakan inti jangkauan diplomatik Tiongkok. Contohnya latihan Misi Perdamaian SCO dan latihan Aman Pakistan, yang seringnya berfokus pada masalah keamanan nontradisional seperti penanggulangan bencana.
Fokus ringan itu meningkatkan citra Tiongkok sebagai aktor global yang bertanggung jawab.